Seharusnya sebelum menerapkan peraturan-peraturan baru, kata Wakil Ketua REI Jateng Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi Dibya K. Hidayat, BI terlebih dahulu melibatkan para pengembang dalam pembahasannya.

Menurut Dibya K. Hidayat, bagaimanapun juga pengembang adalah pihak utama yang menjadi pelaku pada bisnis properti.

Pihaknya memastikan, selama peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui BI berpihak pada masyarakat dalam hal ini pembeli, para pengembang tentu akan mengikuti. Meski demikian, jangan sampai peraturan tersebut memberatkan para pengembang.

"Kami akan tetap mematuhi peraturan dari Pemerintah. Akan tetapi, ini akan sulit berjalan beriringan jika peraturan tersebut memberatkan langkah pengembang. Akibatnya, pertumbuhan sektor perumahan menjadi lebih lambat," katanya.

Apalagi, selama ini sektor properti, khususnya komersial, memberikan kontribusi yang relatif cukup signifikan pada capaian pajak di Indonesia, salah satunya Jawa Tengah.

Dengan adanya peraturan yang memberatkan, menurut dia, tentu sektor penerimaan pajak juga akan terganggu.

"Belum lagi kami juga harus menghadapi pelemahan ekonomi yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir ini, salah satunya terlihat dari penguatan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah," katanya.

Pelemahan ekonomi tersebut, kata Dibya, berdampak pada tertundanya realisasi pembelian rumah oleh masyarakat. Banyak dari mereka yang lebih memilih untuk membeli rumah jika kondisi ekonomi sudah stabil.

Menurut dia, melambatnya penjualan properti tersebut terlihat dari hasil REI Ekspo yang dilakukan beberapa kali sejak awal tahun ini. Dari kelima REI Ekspo tersebut, belum satu pun target yang berhasil terpenuhi.

Terakhir, dari target penjualan 70 unit rumah, baru terjual 50 unit. Meski demikian, pihaknya tetap berusaha mulai semester dua tahun ini penjualan akan segera membaik seiring dengan anggaran belanja pemerintah yang mulai berjalan.

"Harapannya dengan anggaran belanja pemerintah yang mulai dijalankan, proyek-proyek infrastruktur juga berjalan lancar. Selanjutnya, roda ekonomi juga berputar semakin cepat dan memberikan dampak baik pada daya beli masyarakat," katanya.

Dengan meningkatnya daya beli masyarakat, dia berharap peraturan LTV salah satunya peningkatan uang muka rumah dari 20 persen menjadi 30 persen tidak lagi memberatkan masyarakat.


Revisi Peraturan LTV

Akibat dari melemahnya laju pertumbuhan sektor perumahan, Bank Indonesia berencana mengeluarkan kebijakan baru pengganti kebijakan lama mengenai LTV.

Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah V Jateng & DIY Iskandar Simorangkir mengatakan bahwa pada bulan Juli mendatang peraturan akan segera dikeluarkan.

Diakuinya, sektor properti selama ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di suatu daerah. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi hingga saat ini, ada perlambatan pada pertumbuhan ekonomi nasional maupun Jawa Tengah.

Jika sebelumnya pertumbuhan ekonomi nasional melemah dari 5 persen menjadi 4,7 persen, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah juga mengalami hal serupa, yaitu melemah dari 6,2 persen menjadi 5,5 persen.

"Ini tidak boleh dibiarkan, kami sedang melakukan stimulus karena kami menyadari peraturan LTV yang sebelumnya ternyata memperlambat pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) di perbankan," kata Iskandar Simorangkir.

Salah satu yang dilakukan adalah memperlonggar besaran uang muka. Jika sebelumnya uang muka antara 20 persen dan 30 persen, pada peraturan terbaru akan dikurangi.

Menurut Iskandar, jika uang muka terlalu besar maka akan memberatkan orang dengan ekonomi menengah yang ingin membeli rumah.

Sebagai contoh, jika harga rumah sebesar Rp500 juta, dengan uang muka 10 persen, pembeli harus mengeluarkan Rp100 juta sebagai tanda jadi. Besaran uang muka tersebut menurutnya sangat memberatkan para konsumen. Akibatnya, mereka akan menunda pembelian rumah sambil menunggu uang muka terpenuhi.

"Oleh karena itu, kami ingin konsumer diperingan. Namun, besaran uang muka untuk peraturan LTV terbaru belum keluar. Jika sudah diputuskan, baru kami bisa sampaikan kepada masyarakat," katanya.

Paling tidak jika uang muka dapat diturunkan menjadi 15 persen akan sangat membantu masyarakat yang ingin membeli rumah.

"Kebijakan makroprudensial ini bagus untuk stimulus ekonomi. Pada dasarnya kami ingin pertumbuhan ekonomi terus membaik tetapi di sisi lain tidak merugikan masyarakat," katanya.

Hal itu termasuk untuk wacana larangan inden juga akan digabungkan pada peraturan LTV yang baru mendatang. Ke depan, larangan inden akan dijadikan satu dengan uang muka yang harus dibayarkan oleh masyarakat.


Konsumen Harus Dimudahkan

Mengenai kebijakan LTV tersebut, Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Kota Semarang Ngargono mengatakan bahwa pihaknya akan mendukung kebijakan pemerintah selama itu memudahkan dan meringankan beban konsumen.

Dalam hal ini, pihaknya mengaku setuju dengan kebijakan BI jika jadi menerapkan peraturan LTV mengenai larangan inden.

Menyinggung soal uang muka, Ngargono mengatakan, "Selama besaran tersebut meringankan konsumen, hal itu baik untuk diterapkan."
Larangan inden itu, menurut dia, lebih baik dilakukan. Jangan sampai konsumen membayar produk yang belum diketahuinya secara nyata. "Idealnya transaksi itu ada uang ada barang," katanya.

Kerugiannya jika barang lebih dahulu dibayar, sedangkan produk belum terlihat secara fisik, konsumen merupakan pihak yang paling lemah. Dalam hal ini, kecerdasan konsumen menjadi penentu untuk memilih sistem pembayaran seperti apa yang ingin dilakukan.

Mengenai lemahnya posisi pengembang yang harus mencari modal pembangunan tanpa melibatkan uang dari konsumen, pihaknya berharap ada kemudahan dari pemerintah dalam menyikapi hal tersebut. Salah satu yang bisa dilakukan adalah memberikan fasilitas berupa dana talangan kepada para pengembang.

"Kalau pengembang merasa dengan menggunakan kredit komersial itu akan berdampak pada harga jual rumah dan berujung mahalnya harga yang harus dibayarkan oleh konsumen, dana talangan ini menjadi solusi yang paling baik," katanya.

Pihaknya memastikan selama produk dalam hal ini rumah memiliki kualitas yang baik, konsumen tidak keberatan dengan harga yang harus dibayarkan.

"Selama harga masuk akal tentu ini tetap menguntungkan masyarakat. Oleh karena itu, peran pengembang dan pemerintah dalam memberikan kemudahan bagi konsumen sangat penting dilakukan, ini untuk menjaga daya beli masyarakat," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025