"Kasus Angeline menyadarkan saya bahwa kekerasan terhadap anak masih terus terjadi. Anak-anak rentan menjadi korban. Semua pihak harus menjadikannya pembelajaran," katanya di Semarang, Minggu.
Ia mengakui Semarang memang sudah mendapatkan predikat sebagai Kota Layak Anak, namun seluruh pihak, mulai pemerintah kota sampai masyarakat harus menyadari hak-hak yang dimiliki anak-anak.
Pemerintah Kota Semarang, kata perempuan yang dinobatkan sebagai Bunda Duta Perlindungan Anak Jawa Tengah dari Komisi Nasional Perlindungan Anak itu, harus memberikan fasilitas yang mendukung.
"Saya tahu Pemkot Semarang sudah banyak membangun taman-taman yang bisa menjadi ruang bermain bagi anak-anak. Namun, harapan saya tentu saja untuk lebih memenuhi hak-hak anak," katanya.
Di sisi lain, perempuan pengusaha itu mengatakan anak-anak juga harus diberikan penyadaran atas hak-hak yang dimilikinya, seperti hak anak untuk hidup, hak belajar, dan hak bermain.
Dengan kesadaran yang dimiliki seluruh pihak terhadap hak yang dimiliki anak-anak, ia berharap kasus-kasus kekerasan yang menimpa anak-anak, seperti kasus Angeline tak lagi terulang di kemudian hari.
Untuk kasus kekerasan yang menyebabkan kematian Angeline, Dewi berharap aparat kepolisian bisa segera mengusut dan mengungkap kasus tersebut dan memberikan sanksi berat kepada para pelakunya.
Namun, kata dia, kasus kekerasan yang menimpa anak-anak, bahkan yang sampai menyebabkan kematian juga terjadi di daerah-daerah lain sehingga kepolisian juga diharapkan untuk mengusut tuntas.
Yang terpenting, Dewi mendorong seluruh pihak untuk menyadari hak-hak yang dimiliki anak-anak sehingga mampu memfasilitasinya dan mendeklarasikan "Stop Kekerasan Terhadap Anak-anak".
Itulah yang mendorong Dewi yang kini memiliki 11 titik rumah singgah yang dinamai "Rumah Anugerah" di berbagai kawasan di Kota Semarang untuk kembali mengajak mendeklarasi "Stop Kekerasan Terhadap Anak".
Pada kesempatan itu, hadir pula Sumarno (56) warga Gedongsongo, Semarang, orang tua Ahuna, bocah kecil yang menjadi korban pembunuhan pada 2009 lalu dan sampai sekarang kasusnya tak juga terungkap.
"Ya, sampai sekarang ini kasusnya vakum. Terakhir sekitar lima-enam bulan lalu, saya tidak nanya-nanya lagi (kasus anaknya) dan Pak polisi juga sudah tidak nanya-nanya lagi," katanya.
Sebagai orang tua, Sumarno tentu berharap kasus pembunuhan yang menimpa anaknya bisa terungkap dan yang terpenting mampu mencegah agar kasus serupa tidak sampai menimpa anak-anak yang lain.
Ia mengakui Semarang memang sudah mendapatkan predikat sebagai Kota Layak Anak, namun seluruh pihak, mulai pemerintah kota sampai masyarakat harus menyadari hak-hak yang dimiliki anak-anak.
Pemerintah Kota Semarang, kata perempuan yang dinobatkan sebagai Bunda Duta Perlindungan Anak Jawa Tengah dari Komisi Nasional Perlindungan Anak itu, harus memberikan fasilitas yang mendukung.
"Saya tahu Pemkot Semarang sudah banyak membangun taman-taman yang bisa menjadi ruang bermain bagi anak-anak. Namun, harapan saya tentu saja untuk lebih memenuhi hak-hak anak," katanya.
Di sisi lain, perempuan pengusaha itu mengatakan anak-anak juga harus diberikan penyadaran atas hak-hak yang dimilikinya, seperti hak anak untuk hidup, hak belajar, dan hak bermain.
Dengan kesadaran yang dimiliki seluruh pihak terhadap hak yang dimiliki anak-anak, ia berharap kasus-kasus kekerasan yang menimpa anak-anak, seperti kasus Angeline tak lagi terulang di kemudian hari.
Untuk kasus kekerasan yang menyebabkan kematian Angeline, Dewi berharap aparat kepolisian bisa segera mengusut dan mengungkap kasus tersebut dan memberikan sanksi berat kepada para pelakunya.
Namun, kata dia, kasus kekerasan yang menimpa anak-anak, bahkan yang sampai menyebabkan kematian juga terjadi di daerah-daerah lain sehingga kepolisian juga diharapkan untuk mengusut tuntas.
Yang terpenting, Dewi mendorong seluruh pihak untuk menyadari hak-hak yang dimiliki anak-anak sehingga mampu memfasilitasinya dan mendeklarasikan "Stop Kekerasan Terhadap Anak-anak".
Itulah yang mendorong Dewi yang kini memiliki 11 titik rumah singgah yang dinamai "Rumah Anugerah" di berbagai kawasan di Kota Semarang untuk kembali mengajak mendeklarasi "Stop Kekerasan Terhadap Anak".
Pada kesempatan itu, hadir pula Sumarno (56) warga Gedongsongo, Semarang, orang tua Ahuna, bocah kecil yang menjadi korban pembunuhan pada 2009 lalu dan sampai sekarang kasusnya tak juga terungkap.
"Ya, sampai sekarang ini kasusnya vakum. Terakhir sekitar lima-enam bulan lalu, saya tidak nanya-nanya lagi (kasus anaknya) dan Pak polisi juga sudah tidak nanya-nanya lagi," katanya.
Sebagai orang tua, Sumarno tentu berharap kasus pembunuhan yang menimpa anaknya bisa terungkap dan yang terpenting mampu mencegah agar kasus serupa tidak sampai menimpa anak-anak yang lain.