Baru-baru ini tim ekskavasi Situs Liyangan dari Balai Arkeologi Yogyakarta kembali melanjutkan penggalian sebuah bangunan yang ditemukan bagian sudutnya pada ekskavasi 2014.

Ekskavasi yang berlangsung pada 12-27 Mei 2015 bermaksud untuk memastikan bangunan yang terdapat jaladwara atau saluran air itu sebuah petirtaan atau candi.

Ekskavasi tersebut juga ingin memastikan apakah bangunan tersebut berada di teras atau halaman empat di situs yang ditemukan di kawasan pertambangan galian golongan C itu.

Situs yang ditemukan pertama tahun 1998 itu, diperkirakan luasannnya mencapai 10 hektare, namun yang kini sedang dalam penelitian sekitar tiga hektare.

Ketua tim ekskavasi Situs Liyangan Sugeng Riyanto mengatakan sebelumnya telah ditemukan tiga teras atau tiga halaman.

Pada halaman pertama terdapat satu candi dan tiga batur, kemudian halaman kedua di bawahnya ada dua batur yang satu ditemukan sudah dalam kondisi rusak dan batur kedua di sekelilingnya ditemukan 12 lubang tiang.

"Kami pastikan dulu ada tiang dari kayu sehingga kami berasumsi batur yang ada di halaman dua itu semacam pendapa karena ada 12 tiang dari kayu dan mungkin atapnya ijuk," katanya.

Ia mengatakan di halaman ketiga data yang paling penting adalah temuan artefak atau perkakas keseharian, terdiri atas guci-guci dari keramik, mangkok keramik, teko keramik, wadah dari gerabah termasuk alat-alat dari logam seperti senjata dan alat pertanian.

"Benda-benda tersebut 90 persen ditemukan di halaman tiga sehingga di teras ketiga itu kami asumsikan selain untuk persiapan peribadatan juga untuk hunian karena selain artefak yang beragam juga ditemukan arang kayu yang diyakini bekas bangunan yang bahannya kayu, bambu, dan ijuk," katanya.

Ia menuturkan mungkin bangunan itu tiangnya kayu, dindingnya "gedek" (anyaman bambu), dan atapnya dari ijuk.

Di halaman tiga juga ditemukan candi, namun ada perbedaan dengan candi di halaman pertama. Candi di halaman pertama tanpa bilik atau ruang, sedangkan candi di halaman tiga ada bilik dari batu menghadap ke tenggara namun kondisinya sudah runtuh.

"Candi di halaman tiga itu cukup unik selain punya bilik juga ada penampil yang menghubungkan antara bilik dengan tangga tetapi di situ tidak ada tangga batu sehingga kami asumsikan tangganya dari bahan organik entah kayu atau bambu," katanya.

Setelah dilakukan penggalian lebih luas terhadap temuan bangunan tahun 2014 dipastikan bahwa bangunan tersebut berada di teras keempat.

Ia menuturkan setelah dibuka lebih luas, diketahui bangunan itu berukuran 4,5 meter kali 5,5 meter menghadap ke arah tenggara atau ke arah jalan batu.

Ia menjelaskan pada bagian depan bangunan terdapat empat jaladwara atau tempat saluran air dan di sisi kiri atau timur laut ada enam jaladwara, tetapi yang lima rusak terkena material vulkanik erupsi Gunung Sindoro abad X Masehi.

"Di bagian belakang terdapat area yang tersambung dengan bangunan candi. Di antara bangunan terdapat saluran air, makanya sampai sekarang kami belum bisa memastikan bangunan itu petirtaan atau candi karena dua ciri-cirinya ada semua maka kami sebut candi petirtaan," katanya.

Ia menyebutkan ciri candi misalnya di bagian tengah atas terdapat altar, tetapi bisa juga disebut petirtaan karena ada saluran air dari belakang mengelilingi candi.

"Misteri bangunan itu nantinya baru bisa terkuak jika sudah dilakukan penggalian seutuhnya. Direncanakan ke depan akan dibuka lagi material yang menutupi bangunan terutama ke arah timur laut dan barat laut," katanya.

Ia mengatakan dengan ditemukannya bangunan candi atau petirtaan di halaman keempat itu, membuktikan adanya bangunan berhias di Liyangan. Sejumlah bangunan yang ditemukan di Situs Liyangan sebelumnya terkesan biasa atau polos.

Pada ekskavasi yang berlangsung sekitar dua pekan pada Mei 2015 tersebut, tim membuka dua lokasi, yakni di bagian teras empat dan lokasi kedua di atas ujung jalan batu.

Di atas ujung jalan batu, tim menemukan tiga lajur gundukan tanah yang diduga sebagai "latikan" atau bedeng areal pertanian.

"Temuan ini memperkuat dugaan kami adanya areal pertanian di situs ini, selain areal ibadah dan areal hunian," kata Sugeng.

Ia menuturkan bentuk bedeng tersebut sejajar dengan talut batu yang berada di sebelahnya. Panjang sementara bedeng sekitar dua hingga tiga meter.

Ia menjelaskan bentuk bedeng tersebut berada di bawah lapisan material erupsi Gunung Sindoro.

"Kami harus mengerjakannya secara hati-hati, tidak bisa menggunakan benda tajam. Untuk mengetahui bentuk aslinya kami cukup menggunakan kuas guna membersihkan material yang menutupinya," katanya.

Ia mengatakan tim mengambil sampel tanah di sekitar temuan pematang untuk diambil serbuksari yang tercecer guna mengetahui jenis tanaman yang ada di areal pertanian tersebut.

Objek Wisata
Situs Liyangan ke depan sangat potensial dikembangkan sebagai objek wisata yang menarik, namun saat ini belum waktunya situs permukiman tersebut dijadikan objek wisata komersial.

Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto mengatakan Situs Liyangan belum siap untuk dibuka menjadi obyek wisata komersial, karena dibutuhkan kesiapan yang matang dari masyarakat, aturan perundangan, dan data kesejarahan.

Saat ini, tim ekskavasi sedang mencari data kesejarahan, untuk menguak misteri situs peninggalan era Kerajaan Mataram Kuno itu.

"Hilangnya data berarti ekskavasi tidak akan berguna, maka itu kita sedang berjuang mendapatkan data-data kesejarahan, dengan hati-hati dan butuh waktu lama," katanya pada sebuah seminar kajian cagar budaya Situs Liyangan di Magelang.

Pada seminar yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemprov Jateng tersebut mencuat pertanyaan dan desakan agar Situs Liyangan dibuka menjadi objek wisata komersial, seperti Borobudur dan Prambanan.

Ia mengatakan wisatawan tetap diperbolehkan masuk berwisata di situs Liyangan, namun sifatnya tertutup atau harus mematuhi aturan-aturan, yakni dilarang mendekat, menaiki candi atau menyentuh benda budaya.

Kawasan Situs Liyangan merupakan obyek wisata edukasi dan dalam pengawasan petugas, karena dikhawatirkan wisatawan merusak data yang tersimpan.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Temanggung Didik Nuryanto mengatakan Pemkab Temanggung tidak akan terburu-buru menetapkan Situs Liyangan sebagai lokasi wisata komersial.

Area situs Liyangan juga sangat luas dengan mencapai 10 hektare sampai perkampungan penduduk sekarang ini, sedangkan yang dibebaskan untuk ekskavasi baru sekitar tiga hektare, maka butuh waktu yang lama jika sampai selesai.

"Warga juga belum siap. Kami perlu hati-hati untuk menetapkan sebagai objek wisata komersial, karena risikonya tinggi. Konsentrasi saat ini adalah ekskavasi," katanya.

Berdasarkan catatan buku kunjungan, katanya, rata-rata ada 100 wisatawan per bulan. Mereka adalah wisatawan minat khusus, yakni tentang sejarah dan kepurbakalaan.

Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025