"UU itu dibuat tahun 1999 dan sampai saat ini dinamika politik jauh berubah sehingga perlu diamandemen pada 2016," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin.
Tantowi menjelaskan poin yang akan ditambah atau diubah yaitu terkait dengan jabatan duta besar Indonesia di negara sahabat.
Tantowi mencontohkan kekosongan posisi dubes Indonesia di Belanda dan Arab Saudi yang dibiarkan kosong padahal posisinya dibutuhkan dalam membina hubungan bilateral.
"Kita tidak enak hubungan bilateral dengan negara tersebut sehingga untuk mengatasi masalah itu harus diantisipasi dalam amandemen UU Hubungan Luar Negeri," ujarnya.
Dia menjelaskan posisi kepala perwakilan Indonesia di negara lain belum bisa diwadahi terutama terkait dengan masa jabatannya.
Menurut dia, perlu diatur dalam UU agar tidak terjadi kekosongan karena menyangkut kesinambungan pekerjaan dan tentu tidak menghormati negara akreditasi.
"Itu (kekosongan perwakilan) tidak boleh terjadi karena tidak ada kesinambungan pekerjaan dan nuansanya tidak menghormati akreditasi," katanya.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan konteks kerja sama luar negeri Indonesia yang dipayungi Kementerian Luar Negeri terkait hubungan luar negeri dan perjanjian internasional.
Dia menilai terkait perjanjian internasional tidak bisa dibahas hanya di Komisi I DPR karena juga terkait dengan kementerian lain.
"Kalau hubungan luar negeri kan bisa dibahas bersama (antara Komisi I DPR bersama Kemenlu)," katanya.
Dia menjelaskan sudah ada inisiatif dari Kemenlu untuk melakukan Focus Group Discussion meskipun baru diusulkan tahun depan.
Tantowi menjelaskan poin yang akan ditambah atau diubah yaitu terkait dengan jabatan duta besar Indonesia di negara sahabat.
Tantowi mencontohkan kekosongan posisi dubes Indonesia di Belanda dan Arab Saudi yang dibiarkan kosong padahal posisinya dibutuhkan dalam membina hubungan bilateral.
"Kita tidak enak hubungan bilateral dengan negara tersebut sehingga untuk mengatasi masalah itu harus diantisipasi dalam amandemen UU Hubungan Luar Negeri," ujarnya.
Dia menjelaskan posisi kepala perwakilan Indonesia di negara lain belum bisa diwadahi terutama terkait dengan masa jabatannya.
Menurut dia, perlu diatur dalam UU agar tidak terjadi kekosongan karena menyangkut kesinambungan pekerjaan dan tentu tidak menghormati negara akreditasi.
"Itu (kekosongan perwakilan) tidak boleh terjadi karena tidak ada kesinambungan pekerjaan dan nuansanya tidak menghormati akreditasi," katanya.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan konteks kerja sama luar negeri Indonesia yang dipayungi Kementerian Luar Negeri terkait hubungan luar negeri dan perjanjian internasional.
Dia menilai terkait perjanjian internasional tidak bisa dibahas hanya di Komisi I DPR karena juga terkait dengan kementerian lain.
"Kalau hubungan luar negeri kan bisa dibahas bersama (antara Komisi I DPR bersama Kemenlu)," katanya.
Dia menjelaskan sudah ada inisiatif dari Kemenlu untuk melakukan Focus Group Discussion meskipun baru diusulkan tahun depan.