"Ini sudah beredar di media sosial, salib-salib mereka sudah beredar di media sosial, tanggalnya sudah ada," katanya di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah, Senin, sambil menunjukkan foto-foto bergambar kayu salib untuk pemakaman para terpidana mati yang beragama Nasrani.
Matius Arif Mirjaja mengatakan hal itu saat mendampingi keluarga Andrew Chan dan Myuran Sukuraman yang akan mengunjungi dua terpidana mati asal Australia tersebut di ruang isolasi Lembaga Pemasyarakatan Besi, Pulau Nusakambangan, Cilacap.
Pada kayu salib dalam foto-foto itu tertuliskan nama-nama terpidana mati lengkap dengan tanggal kematiannya, yakni 29.04.2015.
Meskipun peredaran foto-foto itu dilakukan masyarakat, dia mengatakan bahwa negara yang memerintahkan penulisan nama terpidana mati dan tanggal kematiannya pada kayu salib tersebut.
"Yang kasih perintahnya siapa? Kan negara. Ini teror negara terhadap orang-orang yang seperti ini, mereka enggak mampu, bilangnya belum ada, tetapi tanggal sudah ditulis, tanggal matinya orang, apakah enggak ada dasar moralnya, dimana moralitas kita, belum dirilis resminya tetapi tanggalnya sudah ditulis," kata dia yang selama ini mendampingi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Menurut dia, hingga saat ini belum ada pengumuman resmi terkait kapan eksekusi hukuman mati itu akan dilaksanakan.
Lebih lanjut, Mirjaja mengaku sempat ikut keluarga Andrew Chan dan Myuran Sukumaran saat mengunjungi mereka di Lapas Besi, Nusakambangan, pada hari Minggu (26/4).
"Sewaktu mereka (Andrew dan Myuran, red) datang ke ruang besukan, tangan mereka diborgol. Sampai kita pelukan, tangan mereka masih diborgol setelah itu baru dibuka borgolnya oleh petugas," katanya.
Menurut dia, rencana eksekusi hukuman mati itu sangat menyedihkan dan terlalu berlebihan karena Indonesia akan dicatat sebagai bangsa yang membunuh pendeta.
Dalam hal ini, kata dia, Andrew Chan adalah seorang pendeta sedangkan terpidana lainnya seperti Myuran Sukumaran merupakan seorang pelukis, Raheem seorang hamba Tuhan, Marry Jane seorang ibu, dan Rodrigo Gularte orang gila.
"Kita akan dicatat dalam sejarah sebagai bangsa yang kehilangan belas kasihan. 10 tahun yang lalu mereka salah, mereka mengakuinya, dan tidak pernah menyangkal bahwa mereka salah, tetapi kemudian waktu mengubah mereka," katanya.
Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis 10 nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.
Ke-10 terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Akan tetapi dalam sejumlah pemberitaan, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa terpidana mati asal Prancis Serge Areski Atlaoui ditarik dari daftar eksekusi tahap kedua karena yang bersangkutan menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut dia, eksekusi terhadap Serge Areski Atlaoui akan dilakukan tersendiri setelah adanya putusan dari PTUN.
Dengan demikian, eksekusi tahap kedua hanya dilakukan terhadap sembilan terpidana mati kasus narkoba.
Matius Arif Mirjaja mengatakan hal itu saat mendampingi keluarga Andrew Chan dan Myuran Sukuraman yang akan mengunjungi dua terpidana mati asal Australia tersebut di ruang isolasi Lembaga Pemasyarakatan Besi, Pulau Nusakambangan, Cilacap.
Pada kayu salib dalam foto-foto itu tertuliskan nama-nama terpidana mati lengkap dengan tanggal kematiannya, yakni 29.04.2015.
Meskipun peredaran foto-foto itu dilakukan masyarakat, dia mengatakan bahwa negara yang memerintahkan penulisan nama terpidana mati dan tanggal kematiannya pada kayu salib tersebut.
"Yang kasih perintahnya siapa? Kan negara. Ini teror negara terhadap orang-orang yang seperti ini, mereka enggak mampu, bilangnya belum ada, tetapi tanggal sudah ditulis, tanggal matinya orang, apakah enggak ada dasar moralnya, dimana moralitas kita, belum dirilis resminya tetapi tanggalnya sudah ditulis," kata dia yang selama ini mendampingi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Menurut dia, hingga saat ini belum ada pengumuman resmi terkait kapan eksekusi hukuman mati itu akan dilaksanakan.
Lebih lanjut, Mirjaja mengaku sempat ikut keluarga Andrew Chan dan Myuran Sukumaran saat mengunjungi mereka di Lapas Besi, Nusakambangan, pada hari Minggu (26/4).
"Sewaktu mereka (Andrew dan Myuran, red) datang ke ruang besukan, tangan mereka diborgol. Sampai kita pelukan, tangan mereka masih diborgol setelah itu baru dibuka borgolnya oleh petugas," katanya.
Menurut dia, rencana eksekusi hukuman mati itu sangat menyedihkan dan terlalu berlebihan karena Indonesia akan dicatat sebagai bangsa yang membunuh pendeta.
Dalam hal ini, kata dia, Andrew Chan adalah seorang pendeta sedangkan terpidana lainnya seperti Myuran Sukumaran merupakan seorang pelukis, Raheem seorang hamba Tuhan, Marry Jane seorang ibu, dan Rodrigo Gularte orang gila.
"Kita akan dicatat dalam sejarah sebagai bangsa yang kehilangan belas kasihan. 10 tahun yang lalu mereka salah, mereka mengakuinya, dan tidak pernah menyangkal bahwa mereka salah, tetapi kemudian waktu mengubah mereka," katanya.
Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis 10 nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.
Ke-10 terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Akan tetapi dalam sejumlah pemberitaan, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa terpidana mati asal Prancis Serge Areski Atlaoui ditarik dari daftar eksekusi tahap kedua karena yang bersangkutan menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut dia, eksekusi terhadap Serge Areski Atlaoui akan dilakukan tersendiri setelah adanya putusan dari PTUN.
Dengan demikian, eksekusi tahap kedua hanya dilakukan terhadap sembilan terpidana mati kasus narkoba.