"Banyak spanduk dan baliho bergambar saya yang dipasang di berbagai titik, hilang dan dirusak. Sore hari dipasang, keesokan paginya sudah hilang entah ke mana," kata Widhi di Semarang, Jumat.
Widhi yang juga Wakil Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kota Semarang adalah salah satu kandidat yang mendaftarkan diri sebagai bakal calon wali kota Semarang melalui PDI Perjuangan.
Ia menyebutkan insiden hilangnya baliho bergambar sosoknya sebagai sarana sosialisasi itu terpantau tersebar di berbagai titik, seperti Gayamsari, Medoho, Tlogosari, Krobokan, dan Banyumanik.
"Seperti baliho saya berukuran 2x3 meter. Setidaknya ada 12 titik pemasangan yang balihonya lenyap, padahal belum genap 24 jam dipasang," kata pengajar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang itu.
Kalau untuk insiden pengrusakan spanduk, kata dia, terpantau di sejumlah titik, seperti di ruas Jembatan Jatingaleh Semarang dengan cara dilubangi tepat pada bagian yang bergambar sosoknya.
"Saya memang sempat lihat, awalnya hanya dicoret-coret dan ditulis kata-kata 'Wong Ndeso, Ora Pantes' (orang desa, tidak pantas) persis di bagian muka saya. Sekarang, malah disobek," katanya.
Selain itu, Widhi juga mengakui kerap menerima pesan singkat (SMS) yang bernada cibiran atas keputusannya mendaftar sebagai bakal calon wali kota, baik dengan kata-kata kasar maupun formal.
"Ada yang SMS begini, 'Rak Pantes Maju, Wis Rak Sah Maju' (tidak pantas maju, sudah tidak usah maju), 'Wong Ndeso Ora Ngerti Politik, Rak Pantes', dan masih banyak yang lainnya," katanya.
Ia mengaku awalnya sempat merasa terteror dengan masuknya SMS-SMS semacam itu, namun sekarang ini sudah tidak terlalu menganggap serius dan justru kerap tertawa geli membaca pesan-pesan itu.
Namun, Widhi tidak mau menuduh siapa-siapa yang melakukan perusakan maupun pencurian baliho dan spanduk yang menjadi sosialisasi atas sosoknya, serta memilih menyikapinya secara santai.
"Mungkin ada yang berpikiran bahwa dunia politik itu kotor. Namun, saya ingin meluruskan. Bagi saya, berpolitik itu adalah ajang memperjuangkan idealisme, konsep, dan visi-misi," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Semarang Henry Wahyono mengatakan pemasangan alat peraga itu belum diatur karena belum ada pendaftaran calon wali kota dan wakilnya secara resmi.
"Intinya, peraturan akan menjangkau siapapun yang mendaftarkan diri ke KPU sebagai pasangan calon. Sekarang ini kan belum ada pendaftaran pasangan calon wali kota dan wakil wali kota," katanya.
Widhi yang juga Wakil Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kota Semarang adalah salah satu kandidat yang mendaftarkan diri sebagai bakal calon wali kota Semarang melalui PDI Perjuangan.
Ia menyebutkan insiden hilangnya baliho bergambar sosoknya sebagai sarana sosialisasi itu terpantau tersebar di berbagai titik, seperti Gayamsari, Medoho, Tlogosari, Krobokan, dan Banyumanik.
"Seperti baliho saya berukuran 2x3 meter. Setidaknya ada 12 titik pemasangan yang balihonya lenyap, padahal belum genap 24 jam dipasang," kata pengajar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang itu.
Kalau untuk insiden pengrusakan spanduk, kata dia, terpantau di sejumlah titik, seperti di ruas Jembatan Jatingaleh Semarang dengan cara dilubangi tepat pada bagian yang bergambar sosoknya.
"Saya memang sempat lihat, awalnya hanya dicoret-coret dan ditulis kata-kata 'Wong Ndeso, Ora Pantes' (orang desa, tidak pantas) persis di bagian muka saya. Sekarang, malah disobek," katanya.
Selain itu, Widhi juga mengakui kerap menerima pesan singkat (SMS) yang bernada cibiran atas keputusannya mendaftar sebagai bakal calon wali kota, baik dengan kata-kata kasar maupun formal.
"Ada yang SMS begini, 'Rak Pantes Maju, Wis Rak Sah Maju' (tidak pantas maju, sudah tidak usah maju), 'Wong Ndeso Ora Ngerti Politik, Rak Pantes', dan masih banyak yang lainnya," katanya.
Ia mengaku awalnya sempat merasa terteror dengan masuknya SMS-SMS semacam itu, namun sekarang ini sudah tidak terlalu menganggap serius dan justru kerap tertawa geli membaca pesan-pesan itu.
Namun, Widhi tidak mau menuduh siapa-siapa yang melakukan perusakan maupun pencurian baliho dan spanduk yang menjadi sosialisasi atas sosoknya, serta memilih menyikapinya secara santai.
"Mungkin ada yang berpikiran bahwa dunia politik itu kotor. Namun, saya ingin meluruskan. Bagi saya, berpolitik itu adalah ajang memperjuangkan idealisme, konsep, dan visi-misi," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Semarang Henry Wahyono mengatakan pemasangan alat peraga itu belum diatur karena belum ada pendaftaran calon wali kota dan wakilnya secara resmi.
"Intinya, peraturan akan menjangkau siapapun yang mendaftarkan diri ke KPU sebagai pasangan calon. Sekarang ini kan belum ada pendaftaran pasangan calon wali kota dan wakil wali kota," katanya.