"Rotasi 50 posisi lebih itu bukan sebuah kelaziman. Hampir tidak pernah ada, apalagi dilakukan saat mau reses seperti ini," kata Meutya Hafid di Jakarta, Selasa.
Meutya meminta segenap pihak bisa bijak dalam bekerja di parlemen. Karena menurut dia, rotasi itu sedikit banyak akan mengganggu konsentrasi anggota di parlemen.
"Saya tidak mau terulang lagi pembentukan pimpinan DPR tandingan. Maka bijaklah, mari sama-sama jangan berbuat kisruh, dan fokus bekerja, jangan membuat orang dapat mengonfirmasi bahwa pimpinan DPR RI memang memihak," jelas dia.
Meutya mengaku belum memikirkan secara mendalam ihwal rotasi yang turut berdampak pada dirinya tersebut. Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI itu menyatakan dirinya tengah fokus mempersiapkan Konferensi Parlemen Asia Afrika (KPAA) yang bakal dihelat Kamis (23/4) mendatang.
"Saya masih fokus persiapan KPAA, dan belum lihat SK rotasi itu. Tapi tentu rotasi butuh penyesuaian," jelas dia.
Sementara itu terkait rencana pengajuan mosi tidak percaya dari Golkar pimpinan Agung Laksono kepada pimpinan DPR RI yang dinilai memihak, Meutya menyatakan hal itu tak perlu dilakukan karena ketidakpercayaan akan terjadi dengan sendirinya.
"Tidak perlu mosi. Kita masih ingat saat pembentukan pimpinan DPR dulu, ada empat fraksi walkout, sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap pimpinan DPR terpilih," kata dia.
Sebelumnya Ketua DPR RI mengeluarkan surat No.87/PIMP/III/2014-2015 tertanggal 16 April 2015 tentang penetapan rotasi bagi anggota DPR dari Fraksi Golkar di Komisi I-XI. Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan dengan dikeluarkannya surat itu maka semua anggota yang dirotasi harus patuh dengan ketentuan yang berlaku.
Bambang menekankan, apabila ada anggota DPR dari Golkar yang sudah dirotasi namun tidak mengindahkan surat itu sehingga mengganggu jalannya rapat di komisi-komisi maupun di alat kelengkapan dewan (AKD), pimpinan rapat dapat meminta bantuan Pengamanan Dalam untuk mengeluarkan yang bersangkutan.
Editor: Suryanto
Meutya meminta segenap pihak bisa bijak dalam bekerja di parlemen. Karena menurut dia, rotasi itu sedikit banyak akan mengganggu konsentrasi anggota di parlemen.
"Saya tidak mau terulang lagi pembentukan pimpinan DPR tandingan. Maka bijaklah, mari sama-sama jangan berbuat kisruh, dan fokus bekerja, jangan membuat orang dapat mengonfirmasi bahwa pimpinan DPR RI memang memihak," jelas dia.
Meutya mengaku belum memikirkan secara mendalam ihwal rotasi yang turut berdampak pada dirinya tersebut. Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI itu menyatakan dirinya tengah fokus mempersiapkan Konferensi Parlemen Asia Afrika (KPAA) yang bakal dihelat Kamis (23/4) mendatang.
"Saya masih fokus persiapan KPAA, dan belum lihat SK rotasi itu. Tapi tentu rotasi butuh penyesuaian," jelas dia.
Sementara itu terkait rencana pengajuan mosi tidak percaya dari Golkar pimpinan Agung Laksono kepada pimpinan DPR RI yang dinilai memihak, Meutya menyatakan hal itu tak perlu dilakukan karena ketidakpercayaan akan terjadi dengan sendirinya.
"Tidak perlu mosi. Kita masih ingat saat pembentukan pimpinan DPR dulu, ada empat fraksi walkout, sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap pimpinan DPR terpilih," kata dia.
Sebelumnya Ketua DPR RI mengeluarkan surat No.87/PIMP/III/2014-2015 tertanggal 16 April 2015 tentang penetapan rotasi bagi anggota DPR dari Fraksi Golkar di Komisi I-XI. Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan dengan dikeluarkannya surat itu maka semua anggota yang dirotasi harus patuh dengan ketentuan yang berlaku.
Bambang menekankan, apabila ada anggota DPR dari Golkar yang sudah dirotasi namun tidak mengindahkan surat itu sehingga mengganggu jalannya rapat di komisi-komisi maupun di alat kelengkapan dewan (AKD), pimpinan rapat dapat meminta bantuan Pengamanan Dalam untuk mengeluarkan yang bersangkutan.
Editor: Suryanto