Sekarang ini masih ada sebanyak 7,2 juta calon tenaga kerja yang hanya mengantongi ijazah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), inilah yang juga harus dipikirkan, kata M Hanif Dhakiri saat pelepasan lulusan latihan kerja bidang garmen di Balai Besar Latihan Kerja (BBLK) Solo, Kamis.

Ia mengatakan jika BLK mematok syarat pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA), angkatan kerja lulusan SD dan SMP itu sulit terserap dalam dunia kerja, dan itu menjadi masalah krusial. Padahal mereka masih berusia produktif, yang seharusnya memperoleh latihan kerja agar mampu memasuki dunia kerja.

Dikatakan kalangan industri, tidak terlalu mempersyaratkan pendidikan formal, sebaliknya mempertimbangkan calon tenaga kerja berbasis kompetensi.

"Acapkali terjadi seseorang dengan latar pendidikan formal cukup tinggi, namun ketika berada di dunia kerja, ternyata kerjanya tidak bagus," katanya.

Terkait dengan hal itu, pihaknya berencana menerbitkan regulasi yang pada dasarnya semua angkatan kerja dapat mengakses pelatihan kerja tanpa syarat pendidikan formal.

Dengan begitu, angkatan kerja berlatar pendidikan formal tinggi atau setidaknya SMA berpeluang sama dengan lulusan SD atau SMP ditambah bekal kompetensi untuk memasuki dunia kerja.

Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), menurut Dhakiri, persaingan tenaga kerja semakin ketat. Hingga saat ini, sudah banyak dijumpai tenaga kerja asing bekerja di Indonesia bukan saja di sektor formal, tetapi juga informal pada level bawah.

"Jangan kaget, di beberapa kota dijumpai banyak orang tak mampu berbahasa Indonesia, berjualan akik, baju, dan lain-lain dalam skala kecil," katanya.

Menakertrans mengatakan dirinya telah memproyeksikan beberapa program untuk mengantisipasi mobilitas tenaga kerja antarnegara, diantaranya percepatan kompetensi, sertifikasi profesi, serta pengendalian tenaga kerja asing.

Persoalannya, percepatan kompetensi masih harus menghadapi kendala besar, karena ketersediaan yang sangat terbatas. Bahkan dia menyebut politik anggaran belum berpihak pada pelatihan berbasis kompetensi.

Ia mengatakan sebagai gambaran untuk anggaran pelatihan kerja di BLK seluruh Indonesia, saat ini hanya sekitar Rp1 triliun per tahun. Padahal, kebutuhan anggaran diperkirakan mencapai Rp4 triliun. Itupun belum termasuk pembiayaan pembangunan BLK baru yang seharusnya setiap provinsi minimal memiliki satu BLK.

Pewarta : Joko Widodo
Editor : hernawan
Copyright © ANTARA 2024