"Jangan sampai gagasan tersebut menimbulkan permasalahan karena pembagian air untuk irigasi sering kali berpotensi mendatangkan keributan," katanya di Pati, Sabtu.

Terlebih lagi, kata dia, ternyata sumber daya air yang tersedia terbatas dan tidak sebanding dengan jumlah petani yang lahannya ingin dialiri air.

Adapun lahan yang hendak dialiri air irigasi dari pemanfaatan pompa tersebut mencapai 1.300 hektare lahan pertanian yang tersebar 10 desa.

Menurut dia, pemanfaatan pompa air untuk menyedot air irigasi dari sungai juga perlu dikoordinasikan dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jateng, Bidang Pengairan DPU Kabupaten Pati, kelompok tani terkait, dan para camat yang wilayahnya akan dialiri, seperti Camat Tambakromo, Kayen, dan Sukolilo.

Ia juga memandang perlu pengecekan di lapangan untuk memastikan kebenaran data yang ada guna menghindari konflik ketika air yang diterima justru lebih sedikit dari perkiraan awal.

"Pemkab Pati tetap mendukung, terlebih hal itu menyangkut kepentingan warga yang selama ini menjadi prioritas kebijakan," ujarnya.

Pemanfaatan pompa air tersebut, rencananya untuk menyedot air dari saluran irigasi yang berasal dari Bendung Klambu yang selama ini untuk memenuhi kebutuhan air pada lahan irigasi teknis.

Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Wilayah Serang Lusi Juwana (Seluna), jumlah pompa yang dilegalkan mencapai ratusan pompa yang tersebar di sepanjang aliran sungai dari Waduk Kedungombo.

Dengan adanya pembatasan jumlah pompa yang beroperasi, diharapkan pasokan air yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap musim tanam.
Pengambilan air dengan mesin pompa tersebut, dikhawatirkan berdampak pada lahan pertanian yang berada di wilayah paling ujung karena tidak mendapatkan pasokan air irigasi dalam jumlah yang cukup, akibat diambil menggunakan mesin pompa air.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024