Itu akibat antara lain ya karena ingin hidup lebih baik, tentu gaji tidak cukup ...
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan sedikitnya ada tiga alasan dibalik banyaknya kepala daerah terlibat kasus korupsi dan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Itu akibat antara lain ya karena ingin hidup lebih baik, tentu gaji tidak cukup," kata Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.

Keinginan untuk memiliki pendapatan lebih menjadi alasan utama bagi kepala daerah untuk melakukan tindak pidana korupsi, dengan menyalahgunakan jabatannya.

Kedua, lanjut JK, mahalnya biaya politik saat pemilihan kepala daerah (pilkada) juga mengakibatkan kepala daerah terpilih berupaya mendapatkan uang dengan segala cara untuk menutupi biaya kampanyenya.

Meskipun sudah ada sebagian fasilitas kampanye dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat biaya politik lebih murah, para calon kepala daerah tetap saja mengeluarkan biaya tinggi untuk meraih dukungan masyarakat.

Baca juga: KPK amankan Rp1,5 miliar dari OTT di Kabupaten Bekasi

"Sebenarnya sekarang sudah diturunkan (solusinya), dengan kampanye tidak boleh besar-besaran, baliho dipasang KPU, kampanye diatur. Itu semua mengefisienkan calon. Tapi karena namanya persaingan, jadi selalu ingin lebih tinggi, akhirnya biaya mahal," jelasnya.

Alasan terakhir, menurut Wapres, keinginan pengusaha untuk memperoleh izin investasi di daerah dengan cepat juga menyebabkan tindak pidana korupsi tinggi di daerah.

Sehingga, untuk mempercepat proses perizinan investasi di daerah, para pengusaha sering menggunakan cara kotor agar pemda setempat segera mengeluarkan izin tersebut.

"Orang (pengusaha, red.) ingin cepat minta izin, maka karena orang 'nyogok' itu agar cepat keluar izinnya. Jadi prosesnya harus diperbaiki," tambahnya.

Banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi oleh KPK menyebabkan negara mengalami kerugian secara materi dan jalannya pemerintahan di daerah menjadi terganggu.

Terakhir, KPK menahan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin yang diduga terlibat dalam kasus suap untuk perijinan pembangunan proyek perumahan Meikarta.

"Ya tentu juga kita prihatin begitu banyak ditangkap, tapi begitu terjadi terus. Jadi ini kadang-kadang orang (kepala daerah, red.) sepertinya tidak takut kena sanksi," ujarnya.

Baca juga: Tanggapan Deddy Mizwar terkait OTT perizinan Meikarta
Baca juga: Gubernur Jabar prihatin penangkapan pejabat di Bekasi


Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018