Jombang, Jawa Timur (ANTARA News) - Pastor dari beberapa negara yang tergabung dalam Serikat Jesuit kemarin singgah di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, belajar tentang Islam serta toleransi antaragama.

Sekretaris Utama Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Ghofar menyambut kedatangan delegasi yang meliputi 12 pastor dari Jerman, Perancis, Nigeria, Turki, India, Spanyol dan Roma yang dipimpin oleh Romo Franz Magnis-Suseno SJ.

"Kunjungan mereka ke pesantren ini merupakan rangkaian acara pertemuan rutin pastor yang tergabung dalam Jesuits Among Muslims (JAM) yang tahun ini diadakan di Indonesia. Jadi, sekalian singgah ke Tebuireng," kata Sekretaris Utama Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Ghofar dalam siaran pers pesantren, Kamis.

Di Dalem Kasepuhan Tebuireng, para pastor menanyakan banyak hal tentang Islam dan pesantren, termasuk pertanyaan mengenai apakah seorang non-Muslim bisa belajar di pesantren.

KH Abdul Ghofar, yang biasa disapa Gus Ghofar, meresponsnya dengan mengatakan bahwa warga  non-Muslim juga ada yang datang untuk belajar ke pesantren.

"Pastor dari Nigeria sempat bertanya, apakah di Pesantren Tebuireng, Jombang, juga ada santri perempuan dan bagaimana pola relasi keseharian mereka dengan santri putra," katanya.
 
Selain itu para pastor mengungkapkan rasa penasaran mereka mengenai selera humor kaum santri dan warga Nahdlatul Ulama. Bahkan, sampai ada yang bertanya apakah di pesantren ada kurikulum atau faktor khusus yang membuat selera humor santri sedemikian tinggi.

Pertanyaan yang ditujukan ke Gus Ghofar itu lantas memancing saling berbagi kisah humor dari Gus Dur semasa hidupnya.

Romo Franz Magnis-Suseno menceritakan kisah lucu dari Gus Dur tentang tiga orang sedang antre di depan pintu surga, satu pendeta, satu kiai dan seorang yang berpakaian compang-camping.

"Saat pendeta dan kiai sedang khusyuk dan tawaduk menunggu antrean masuk surga, datang lelaki berpakaian compang-camping yang tiba-tiba memotong antrean dan langsung dipersilakan oleh malaikat untuk memasuki pintu surga. Melihat itu, sang kiai dan pendeta bertanya kepada malaikat, 'Siapa dia?, kenapa orang seperti itu bisa seenaknya masuk surga dan mendahului kami'," tutur Romo Magnis dalam Bahasa Inggris.

"Mendapat pertanyaan itu, malaikat menjawab, 'Dia itu supir bis jurusan Jakarta. Dia berhak masuk surga lebih dulu, karena saat dia duduk di balik kemudi, semua penumpang terjaga dan berdoa dengan khusyuk (karena sopir ngebut). Sementara kalian, saat kalian berkhotbah di mimbar, umat kalian justru mengantuk dan tertidur lelap," tutur Romo Magniz yang langsung disambut tawa para pastor.

Setelah berdialog, rombongan meninggalkan pesantren. Sebelum pergi, mereka sempat keliling pesantren, masuk ke kawasan makam dan ziarah makam, serta melihat kamar santri dan berdialog dengan seorang pembina santri.

Romo Gregorius Sutomo SJ, yang menyelesaikan S3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Wakil Rektor II Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Muhsin Kasmin dan beberapa warga pesantren hadir dalam pertemuan di pesantren itu.

Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko dan Asmul Chusna
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017