Jakarta, 14/7 (ANTARA) - Mutiara merupakan produk perikanan non-konsumsi yang spesifik, menjadi kebanggaan dan jati diri bangsa Indonesia sekaligus memiliki potensi ekonomi yang cukup besar karena melibatkan banyak tenaga kerja. Dilihat dari areal budidaya, tenaga kerja, peralatan pendukung, dan teknologi yang telah dikuasai, seharusnya Indonesia berpeluang untuk meningkatkan perannya di pasar internasional hingga 50 persen. Namun demikian, mutiara Indonesia harus lebih ditingkatkan kualitasnya, di samping menggenjot produksi agar harganya dapat bersaing dengan negara produsen mutiara lainnya. Disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat membuka Munas IV Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) hari ini (14/7) di Surabaya.

     Lebih lanjut Fadel akan melarang masuknya mutiara asal China yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) ke wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya Pemerintah untuk melindungi bisnis mutiara di Indonesia. Saat ini, produksi mutiara Indonesia tercatat  menguasai 43 persen produksi mutiara dunia, dengan total produksi sebanyak 12 ton per tahun dan sebanyak 5 ton di antaranya adalah diekspor. Namun demikian, tingginya produksi mutiara belum diikuti dengan peningkatan kualitas mutiara. Akibatnya, harga mutiara Indonesia di pasar dunia masih jauh lebih rendah dibandingkan mutiara asal Australia.

     Untuk merealisasikan target tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan 4 (empat) dukungan. Pertama, pembangunan Broodstock Center Mutiara di Karang Asem, Bali. Kedua, membentuk Direktorat Pengembangan Produk Perikanan Non Konsumsi di bawah Ditjen P2HP KKP. Ketiga,  membentuk Komisi Hasil Perikanan Sub Komisi Mutiara Indonesia di bawah koordinasi Ditjen P2HP. Keempat, mendorong terbitnya Standar Nasional Indonesia (SNI)mutiara yang sekarang telah terbit (SNI 4989:2011). Terbitnya SNI mutiara (SNI 4989:2011) harus digunakan sebagai dasar dalam menyusun Standar Operating Procedure Grading mutiara dan perlu ditindak lanjuti dengan membuat Indonesia Quality Pearl Label (IQPL)

     Bisnis mutiara merupakan bisnis yang menjanjikan dewasa ini. Pada tahun 2010, nilai perdagangan mutiara dunia mencapai US$ 1,5 miliar dan Indonesia baru mampu mengekspor US$ 30 juta. Jenis mutiara yang paling mahal dan terkenal adalah south sea pearl, di mana Indoneisa masih tercatat sebagai negara produsen mutiara terbesar di dunia. Bisnis mutiara saat ini telah digeluti oleh 27 perusahaan skala menengah dan besar dengan mempekerjakan sekitar 3000 orang, terdapat 100 pedagang mutiara, mempekerjakan 100 orang pekerja perhiasan mutiara, 300 pengrajin mutiara, dan melibatkan 5000 usaha kecil penghasil benih mutiara. Kondisi ini menunjukan bahwa bisnis mutiara perlu didorong karena melibatkan banyak tenaga kerja.

     Perdagangan mutiara saat ini melalui tiga tipe. Pertama, mutiara hasil dari kerang alam. Mutiara tipe ini dari 1000 kerang belum tentu menghasilkan satu butir mutiara, yaitu mutiara alam. Mutiara tipe ini menjadi barang langka yang sangat mahal. Kedua, mutiara dari budidaya hasil dari kerang alam. Mutiara tipe ini mulai dikembangkan oleh Mikimoto awal abad ke-19 dengan harga sangat mahal tetapi sudah banyak orang yang menjual dan lebih mudah diperoleh. Ketiga, mutiara hasil budidaya dari kerang hasil pembenihan.

     Mutiara tipe ini jumlah produksinya melimpah, produsen harus menawarkan dagangannya kepada buyer melalui promosi dan pameran, dan hanya mutiara yang benar-benar berkualitas tinggi (high grade) saja yang mampu bersaing di pasar.

     Kunci utama dari persaingan bisnis tipe ketiga ini adalah kerang mutiara siap dioperasi yang berkualitas tinggi yang diperoleh melalui dua cara, yaitu kerang alam dan hasil pembenihan tingkat tinggi. Untuk memperoleh mutiara unggul harus didukung lingkungan yang baik, Lingkungan budidaya mutiara sangat penting karena pakan kerang adalah plankton yang tersedia dalam lingkungan budidaya, inilah kekuatan sekaligus kelemahan budidaya mutiara. Pada budidaya ikan/udang, pakan menjadi beban biaya produksi sekitar 60%, tetapi pakan yang diberikan pada ikan/udang merupakan lanjutan dari pemberian pakan saat di hatchery.

     Dalam mendukung pengembangan usaha budidaya mutiara, KKP sebelumnya juga telah melakukan beberapa penataan. Pertama, melakukan rekayasa teknologi perbenihan kerang mutiara, bahkan kegiatan insersi inti telah dapat dilakukan oleh Tenaga Kerja Indonesia. Kedua, menerbitkan keputusan Menteri KP No. 34/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Wilayah Pesisir yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan tata ruang wilayah pesisir untuk mendukung usaha budidaya mutiara. Ketiga, menerbitkan Peraturan Menteri KP No. PER.12/MEN/2007 Tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan. Keempat, membuat Aplikasi Digitasi Peta untuk mendukung penentuan titik koordinat dalam penerbitan izin lokasi usaha budidaya. Dalam Munas yang berlangsung selama 2 (dua) hari, Sdr Robert Antonio terpilih sebagai ketua umum ASBUMI, Komisi mutiara dijabat oleh Bambang Setiawan, dan Dewan Kehormatan ASBUMI dijabat oleh Syamsul Bahri.

     Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0811836967)

 

Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011