"Memutuskan menyatakan terdakwa Izederik Emir Moeis terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp150 juta diganti kurungan 3 bulan penjara," kata ketua majelis hakim Matheus Samiadji dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan yang diminta jaksa penuntut umum KPK yan meminta agar mantan Ketua Komisi XI itu dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan penjara.
Hakim menilai bahwa Emir terbukti menerima 357.000 dolar AS yang dikirimkan oleh Presiden Pacific Resources Inc Pirooz Muhammad Sarafi melalui rekening PT Artha Nusantara Utama (ANU) di bank Century yaitu pada 2005 sejumlah 164.750 dolar AS dan pada 2006 sejumlah 259.000 dolar AS, namun ada sejumlah 67.000 dolar AS yang kembali diberikan ke Pirooz dalam bentuk tiket pesawat maupun uang, sehingga jumlah total yang diterima Emir adalah 357.000 dolar AS.
"Unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi karena telah terlihat faktor objektif bahwa Pirooz sudah lama kenal dengan terdakwa dan sudah sering masuk kiriman dari Pirooz, terdakwa sering menanyakan ke Eka Sulianto dan Stephanie Marcella Waroruntu mengenai apakah tugas sudah terpenuhi maka majelis hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana telah terpenuhi dan terbukti," kata anggota majelis hakim Sofyaldi.
Eko Sulianto adalah Development Director Alstom Power ESI sedangkan Stephanie menjabat sebagai Kepala bagian private banking Bank Century.
Namun dua hakim anggota yaitu Afiantara dan Anas Mustaqim tidak menyetujui dakwaan tersebut (dissenting opinion).
"Hakim anggota 1 dan 2 tidak setuju dengan dakwaan alternatif kedua seperti yang diminta penuntut umum karena yang dinilai memenuhi adalah dakwaan pertama yaitu pasal 12 huruf b UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001," kata hakim Afiantara.
Dakwaan tersebut adalah mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kewajiban yang tidak dilakukan Emir menurut hakim adalah tidak melakukan fungsi pengawasan sebagai anggota DPR.
"Terdakwa tidak melakukan fungsi pengawasan tapi sebaliknya atas permintaan Pirooz dan dijanjikan fee yang diterima dari konsorsium Alasthom Power, walaupun Pirooz tidak efektif dalam pelaksanaan konsultasi tapi Pirooz tetap dibayar dengan nilai 1 persen dari kontrak, sehingga terdakwa sudah menerima 423.000 dolar AS berikut bunganya dari PT ANU, maka terdakwa terbukti sebagai anggota DPR Komisi VIII telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa menerima uang barang dan jasa dari pihak lain sehingga pasal 12 huruf b terpenuhi," jelas hakim Afiantara.
Namun karena tiga hakim lainnya berpendapat dakwaan yang memenuhi adalah alternatif kedua, maka amar putusan menyatakan Emir bersalah berdasarkan pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Hal-hal yang memberatkan adalah tindakan terdakwa tidak mendukung program pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak menguntungkan kultur bebas korupsi kolusi dan nepotisme bagi penyelenggara negara dan PNS, sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, berbakti menjadi anggota DPR selama 3 periode, masih punya tanggungan keluarga dan mengalami sakit yaitu sakit jantung," ungkap Matheus.
Atas putusan tersebut, Emir menyatakan masih akan mempelajarinya.
"Kami akan pelajari lebih dulu putasan itu, tapi yang penting bukan waktu hukuman melainkan kebenaran itu sendiri dan kedaulatan hukum kita atas intervensi asing itu yang lebih penting," kata Emir.
Sementara jaksa penuntut umum KPK juga menyatakan pikir-pikir.