"Pada 2010, ada tiga fakta yang saya sampaikan yaitu yang saya dengar, saya alami dan saya lihat, tapi tim investigasi saat itu hanya memilih satu saja yaitu apa yang saya lihat sendiri," kata Refly di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Tim tersebut terdiri atas dirinya sebagai ketua tim investigasi, dengan anggota tim, Bambang Widjajanto, Adnan Buyung Nasution, Bambang Harymurti, dan Saldi Isra.

"Hasil dari tim investigasi, terkonfirmasi ada uang Rp1 miliar, tapi apakah jadi diberikan kepada Pak Akil Mochtar itu belum terkonfirmasi, jadi kasus ini kami serahkan ke KPK, tapi memang selama tiga tahun belum juga naik ke penyidikan sampai Pak Akil kemarin tertangkap tangan," kata Refly.

Ketua sekaligus hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar ditangkap penyidik KPK pada Kamis (2/10) malam di kediamannya di kompleks Widya Chandra no 7 bersama dengan anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelius.

Selain tiga orang itu, ditangkap pula bupati Gunung Mas Kalimantan Tengah Hambit Bintih dan seorang pengusaha bernama Dhani di satu hotel di Jakarta Pusat.

"Saya tidak ada persoalan pribadi denga Pak Akil, dan saya juga pernah menjadi bagian dari MK, tapi pada laporan saya yang lalu, saya langsung dibenturkan dengan Pak Akil," tambah Refly.

Refly memerikan salinan laporannya mengenai dugaan pemerasan yang dilakukan hakim MK yaitu Akil Mochtar pada 2010.

Refly saat itu menjadi kuasa hukum calon Butapi Simalungun Jopinus Ramli Saragih yang menangani perkara perselisihan hasil pemilukada kabupaten Simalungun 2010 di Mahkamah Konstitusi.

Jopinus mengatakan ia sudah bertemu dengan hakim konstitusi Akil Mochtar sebagai ketua panel hakim dan dua hakim konstitusi lain Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim.

Menurut Jopinus ia sudah sepakat untuk memberikan uang senilai Rp1 miliar kepada Akil Mochtar karena bila uang tidak diberikan, permohonan salah satu pasangan calon akan dikabulkan yang berakibat adanya pemungutan suara ulang.

Jopinus bahkan diperlihatkan rancangan putusan yang mengabulkan permohonan salah satu pemohon. Skenarionya pasangan calon pemenang nomor dua akan digugurkan karena terkait dugaan ijazah palsu lalu diperintahkan pemungutan suara ulang.

Awalnya menurut Jopinus, Akil Mochtar bahkan meminta Rp3 miliar tapi setelah dinegosiasikan disepakati Rp1 miliar.

Pertemuan Refly dan Jopinus tersebut terjadi pada 21 Septermber 2010. Jopinus bahkan membuka tas dan memperlihatkan kepada Refly dan rekannya yang lain sebagai kuasa hukum Mahewswara yang berisi dalam pecahan uang dolar AS yang menurut Jopinus berjumlah Rp1 miliar.

Jopinus bahkan membocorkan dua putusan MK yang akan dibacakan yaitu putusan pengajuan UU yang diajukan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan mantan Kabareskrim Susno Duadji.

Menurut Jopinus permohonan Yusril dikabulkan dan permohonan Susno ditolak, Akil Mochtar sendiri yang membocorkan putusan itu ke Jopinus.

Benar saja, permohonan Yusril yang dibacakan beberapa jam kemudian dikabulkan sedangkan perkara Susno ditolak, kesimpulannya Jopinus tidak bohong.

Refly dan Maheswara sebagai kuasa hukum akhirnya sepakat memotong "success fee" karena tidak ada gunanya menuntut "success fee" karena kemenangan tidak ditentukan oleh kuasa hukum meski fakta persidangan posisi Jopinus sangat kuat.

Jopinus bercerita bahwa selain dirinya ada juga kasus pemilukada di Kalimantan dengan Akil meminta Rp4 miliar dan baru Rp2 miliar yang dibayar dan terus ditagih oleh Akil melalui supirnya.

Ternyata pada 24 September 2010 keputusan dibacakan dan Jopinus memenangkan gugatan.

Pada 19 Oktober, Ketua MK saat itu Mahfud MD menyatakan MK bersih 100 persen, baru pada 21 Oktober 2010 Refly membuat tulisan "MK Masih Bersih?" yang dimuat pada 25 Oktober 2010.

Tulisan itu kemudian ditanggapi Mahfud dengan membujuk Refly sebagai ketua tim investigasi dengan mengumumkan ke publik sehingga mengundang kontroversi.


Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024