"Sejak masuk ke Indonesia 15 tahun lalu, Jateng merupakan terbaik untuk pemasaran QNet. Kontribusinya paling besar, 50 persen sendiri," kata General Manager QNet Bangun Simbolon di Semarang, Kamis.
        Menurut dia, beberapa provinsi lain juga menyusul Jateng dalam kontribusi pemasaran produk QNet, yakni Jawa Timur dan Bali, sementara Indonesia menjadi pasar potensial ke tiga dari pemasaran di seluruh dunia.
        Ia mengungkapkan pertumbuhan pasar QNet selalu naik dari tahun ke tahun mencapai sekitar 10-20 persen dengan konsumen aktif jaringan yang telah mencapai 600.000 orang dan 200.000 konsumen di antaranya dari Indonesia.
        "Kalau total anggota yang masuk jaringan QNet secara internasional saat ini telah mencapai enam jutaan orang," kataya.
        Meski penjualan produknya dihitung dalam satuan dolar AS, Bangun mengatakan kenaikan kurs dolar terhadap rupiah yang terjadi tidak terlalu berpengaruh dengan penjualan produk-produk QNet tersebut.
        "Memang ada penurunan dua persen dari penjualan, namun itu belum terlalu berpengaruh. Ya, memang bonus dari penjualan produk-produk ini memang diberikan dalam bentuk satuan mata uang dolar AS," katanya.
        Bisnis QNet yang berpusat di Hongkong itu sudah menjelajah pemasaran ke berbagai benua, mulai Asia, Afrika, hingga Eropa dengan target penjualan produk pada tahun ini mencapai 1 miliar dolar AS.
        "Memang QNet ini bisnis potensial, namun kami berharap tetap ada dukungan dari pemerintah. Salah satunya dengan melakukan pengawalan bisnis ini," katanya.
        Di sejumlah negara, kata Bangun, seperti Malaysia, bisnis yang dibangun dengan sistem jaringan itu sudah dijalankan seperti halnya perbankan dengan regulasi yang jelas dan tentunya juga dilindungi.
        Sementara itu, Corporate Communication QNet Wita Dahlan menuturkan bahwa QNet merupakan jaringan bisnis yang mungkin belum banyak dipahami masyarakat, padahal potensinya sangat besar dalam perkembangannya ke depan.