Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Prof.Dr. Mardiasmo mengemukakan hal itu pada Diskusi Pakar di BAKN, Jakarta, Kamis.
Dalam kesempatan itu Mardiasmo mengusulkan BAKN tidak saja menindaklanjuti laporan audit BPK, tetapi juga mengawasi akuntabilitas perencanaan anggaran kementerian/lembaga untuk memastikan K/L mengintegrasikan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP).
"Kami berharap peran pengawasan di hulu ini dapat menekan kecurangan sekaligus mencegah kerugian negara sebagaimana dilakukan oleh BAKN parlemen Inggris," katanya.
Sementara itu, Prof. Bambang Sudibyo, menyambut gembira keberadaan BAKN. Dia pun berharap alat kelengkapan DPR RI ini dapat bersinergi dengan Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) Republik Indonesia dalam memperbaiki akuntabilitas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kaitan dengan hal itu, Dr. Hasan Bisri mendukung recana BAKN yang akan menjadikan BPK sebagai "counterpart" BAKN (saat ini dengan Komisi XI DPR RI) karena faktanya BPK perlu kerja sama lebih intensif dengan DPR demi percepatan perbaikan akuntabilitas keuangan negara.
Sama seperti alat kelengkapan yang lain, keterbatasan BAKN adalah tenaga ahli yang hanya lima orang untuk menelaah laporan audit BPK yang kompleks.
Doktor Hasan Bisri mengingatkan agar BAKN menambah tambahan anggaran di bidang ekonomi makro, kebijakan publik, keuangan/moneter untuk mengantisipasi kebijakan baru BPK yang akan memperbanyak audit kinerja daripada audit keuangan.
Sebaliknya, mantan Ketua Tim Penyusun Paket UU Keuangan, Siswo Sujanto, berharap tugas pengawasan DPR, termasuk BAKN, tetap di dalam koridor politik dengan tidak melaksanakan tugas-tugas teknis operasional.
Untuk menjaga objektivitas BAKN, Eva Kusuma Sundari (anggota BAKN dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI) menegaskan perlunya penentuan jumlah anggota BAKN yang merata tiap fraksi dan tidak mengikuti logika proporsional demi menghindarkan politisasi kerja-kerja pengawasan BAKN.