"Kami amat memprihatinkan makin gampangnya massa tersulut gosip dan makin permisifnya masyarakat terhadap kekerasan hingga berdampak penghilangan nyawa," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPR RI, Eva Kusuma Sundari, melalui perangkat komunikasi kepada ANTARA di Semarang, Selasa malam.

Kehadiran provokator-provokator di tengah masyarakat itu, menurut dia, seharusnya sudah diantisipasi pihak kepolisian setempat apabila konsep "Polsek Kuat Polri", termasuk keberadaan babinkamtibmas/desa dijalankan secara konsisten.

"Perhatian khusus Mabes Polri sepatutnya memprioritaskan Jawa Barat sebagai provinsi yang tingkat frekuensi kekerasan anarkis berlatar belakang agama paling tinggi di Indonesia," kata Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan) DPR RI.

Sementara itu, lanjut dia, keberadaan aliran-aliran yang tidak "mainstream" sepatutnya menjadi perhatian pembinaan ormas besar, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, agar membina komunikasi (tabayun) sehingga dapat menghindarkan keberadaan mereka menjadi sasaran kelompok garis keras yang melihat persoalan dari kacamata kuda.

"Hal itu juga menjadi sinyal adanya hubungan yang berjarak antara pimpinan agama dan umat sehingga rentan disabot oleh kelompok-kelompok anarkis," katanya menandaskan.

Selain meminta penegakan hukum atas insiden atas Tarekat At Tijaniyah Mutlak, FPDIP menuntut Menkopolhukam menyikapi serius dengan membuat kebijakan dan tindakan khusus atas keberadaan ormas-ormas yang sering bertindak sebagai provokator tindakan anarkisme.

Fraksi PDIP berharap "trend" (kecenderungan) tindakan anarkisme berlatar belakang agama segera dihentikan sehingga tidak menodai upaya membangun RI yang demokratis berdasar Pancasila yang sejalan dengan nilai-nilai Islam yang moderat.

Pewarta : -
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024