Salah satu aparat penegak hukum ini memiliki tanggung jawab besar dan harus menjadi teladan bagi masyarakat umum, namun sebagai manusia biasa, polisi juga tidak luput dari kesalahan dan kenakalan yang dilakukannya.

Oleh karena itu, polisi menjadi sosok yang disegani sekaligus dibenci dan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat memang diharapkan, namun terkadang juga meresahkan.

Banyak tudingan miring di masyarakat tentang polisi, seperti kehidupan polisi yang tidak jauh dari narkotika dan obat-obatan terlarang serta polisi yang dianggap arogan karena mempunyai pangkat yang tinggi sehingga bertindak sewenang-wenang.

Tudingan miring tersebut memang masih menjadi pekerjaan rumah bagi lembaga negara ini untuk selalu berbenah diri dalam institusi, sebab hal itu bukan tanpa alasan, karena masih banyak ditemukan polisi yang melakukan pelanggaran hukum dan melanggar disiplin serta kode etik sebagai anggota Polri.

Hal ini terlihat dari masih banyaknya oknum anggota kepolisian yang terlibat penyalahgunaan narkoba.

Di wilayah Polda Jawa Tengah, misalnya, hingga Juni 2012 ini sudah ada 12 anggota kepolisian yang ditangkap karena menggkonsumsi barang haram tersebut.

Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya dengan sepuluh oknum polisi terkena sanksi akibat narkoba dan tahun 2010 sebanyak 25 anggota polisi.

Keterlibatan polisi dalam penyalahgunaan narkoba memang ditemukan setiap tahun meski pihak kepolisian mengaku akan menegakkan aturan secara tegas terhadap polisi yang melakukan pelanggaran.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Didiek Sutomo Triwidodo menegaskan seluruh anggota polisi yang terlibat narkoba sudah ditindak sesuai dengan prosedur yang berlaku sebagai bentuk penegakan hukum tanpa terkecuali.

Menurut Kapolda, kasus penyalahgunaan narkoba di masyarakat baik sipil maupun anggota polri bagai fenomena gunung es yang jika dilihat dari permukaan tampak kecil ujungnya.

Padahal dibalik semua itu masih tersimpan hal yang cukup besar yakni dari penanggulangan sejak dini serta disiplin bagi masing-masing pribadi.

"Terkait dengan hal tersebut, kepolisian terus melakukan upaya-upaya pencegahan di semua lapisan masyarakat mengenai bahaya narkoba," katanya.

Direktur Reserse Narkotika dan Obat-obatan Terlarang Polda Jateng Kombes John Turman Panjaitan menambahkan seluruh oknum polisi yang terlibat penyalahgunaan narkoba sebagian besar pada jenis ganja dan sabu.

"Selain ditangkap oleh Polda Jateng, mereka juga ditengkap oleh masing-masing wilayah kepolisian," ujarnya.

Menurut dia, hal ini menjadi salah satu wujud komitmen polri untuk terus berbenah diri dengan terus menekan kasus penyalahgunaan narkoba di tubuh polri.

Bukan hanya mencoreng satuan polri dengan narkoba, ada juga oknum kepolisian yang berbuat onar ditengah masyarakat dan menjadi perhatian.

Seperti yang dilakukan oknum polisi bernama Bripka Sudomo yang bertugas di Unit Satwa Satuan Sabhara Kepolisian Resor Kota Besar Semarang yang tanpa diketahui sebabnya, ia mengamuk di tengah Jalan Pamularsih Semarang, Selasa (12/6), sekitar pukul 14.00 WIB dengan membawa senjata api jenis colt 38.

Bukan hanya mengamuk, polisi yang mengenakan kaos seragam kepolisian, celana PDL 1 A, bersepatu PDH, dan mengendarai sepeda motor "trail" tersebut jugamenghentikan sejumlah kendaraan yang melintas di jalan tersebut.

Diduga Bripka Sudomo dalam kondisi mabuk minuman keras saat mengamuk dan mengalami depresi, namun aksi arogan oknum polisi ini kemudian berhasil diredam seorang anggota intelijen satuan Brigade Mobil Polda Jateng yang kebetulan melintas.

Selain melumpuhkan oknum polisi yang mengamuk tersebut, anggota intel yang tidak bersedia disebutkan namanya itu juga mengamankan senjata api yang dibawa pelaku untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Seorang pengemudi bus PO Sabila jurusan Terboyo-Cangkiran, Taufik Umar, mengaku, bus yang dikemudikannya sempat dihentikan oleh pelaku.

"Setelah dihentikan, saya sempat diminta menunjukkan surat-surat kendaraan oleh polisi yang berteriak-teriak di tengah jalan tersebut," katanya.

Menurut dia, oknum polisi yang mengamuk tersebut juga menghentikan beberapa kendaraan mobil pribadi dan sepeda motor sehingga menyebabkan kemacetan arus lalu lintas.


Terancam sanksi
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Djihartono, menyatakan bahwa oknum polisi yang mengamuk ditengah jalan itu terancam sanksi disiplin karena telah melanggar kode etik profesi kepolisian, sedangkan senjata api yang digunakan oknum polisi tersebut akan ditarik.

Ia menjelaskan, anggota Polri diizinkan memegang senjata api dilihat dari kepangkatan yakni minimal harus berpangkat brigadir satu dengan masa dinas selama empat tahun dan dinyatakan lolos serangkaian tes yang cukup ketat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Serangkaian tes yang diujikan untuk anggota kepolisian sebelum diizinkan memegang senjata api tersebut antara lain, tes psikologi, tes kejiwaan, dan tes emosional," ujarnya.

Meski begitu, kondisi lingkungan dan psikologis seseorang bisa berubah setiap saat.

Anggota polisi juga merupakan manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan. Namun, perbaikan diri mulai dari diri sendiri dan institusi memang perlu dijaga dan dipelihara.

Tercatat sepanjang 2011 lalu, Polda Jawa Tengah telah memecat 16 anggota polisi yang terbukti nakal sedangkan satu orang diberhentikan dengan hormat, sedangkan pada 2010 terdapat 30 anggota polri dari Polda Jateng diberhentikan dengan tidak hormat karena melakukan berbagai pelanggaran disiplin dan tindak pidana.

Terkait hal tersebut, Kapolda mengakui jumlah polisi yang ada saat ini memang belum ideal dengan komposisi jumlah penduduk di provinsi setempat yang mecapai sekitar 32 juta jiwa.

Menurut Kapolda, jumlah polisi sendiri yakni 35 ribu personel dan jumlah ideal yakni sebanyak 49 ribu personel dan dengan jumlah polisi yang terbatas itu, rasio polisi, idealnya adalah satu anggota untuk 400 penduduk, sedangkan rasio saat ini satu personel untuk 1.200 orang.

"Meski personel terbatas, polisi terus menekan terjadinya tindak kejahatan, yang pada 2011, setiap 28 menit selalu terdapat satu kejadian kriminal," katanya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengharapkan petinggi Polri terus mendorong reformasi kepolisian secara konsistendengan penakanan pada sistem kontrol yang kuat dan tegas.

"Sudah bukan saatnya lagi melindungi secara membabi-buta polisi-polisi yang melakukan sejumlah pelanggaran. Polisi yang terbukti bersalah harus dipecat tanpa terkecuali," ujarnya.

Ia juga mengharapkan pemerintah membangun lembaga pengawas eksternal agar Polri tidak "kebablasan" dalam menjalankan reformasinya, namun pemerintah harus tetap memperhatikan fasilitas, dana operasional, dan kesejahteraan anggota Polri.

"Kinerja anggota Polri itu hampir 24 jam penuh dan di lapangan sering berhadapan dengan maut saat memburu pelaku tindak kriminal sehingga sangat tidak adil jika gajinya disamakan dengan pegawai negeri sipil," katanya.

Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : M Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025