Mendung tebal memang menyelimuti langit di atas kawasan stupa puncak bangunan bercorak Buddha yang didirikan sekitar abad ke-8 masa Dinasti Syailendra itu.
Jubah para biksu berbagai dewan sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) basah meskipun tidak kuyup sejak prosesi perarakan mereka bersama umat Buddha menjelang masuk kompleks Candi Borobudur.
Hamparan karpet di pelataran candi itu basah karena diterpa air hujan. Umat tak menempati karpet itu untuk duduk, sebagian memilih berdiri dan lainnya duduk di kursi lipat di bagian tepi pelataran itu selama ritual peletakkan sarana puja Waisak di altar Candi Borobudur.
Mereka yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri itu menjalani prosesi Waisak 2012 dengan berjalan kaki dari Candi Mendut melewati Candi Pawon untuk menuju Candi Agung Borobudur, sepanjang sekitar tiga kilometer.
Saat peserta prosesi berangkat dari Candi Mendut sekitar pukul 13.00 memang belum turun hujan, sedangkan air hujan mulai turun sekitar pukul 14.00 WIB ketika mereka melintasi 500 meter lagi menuju candi agung tersebut.
Ratusan ribu warga yang menyaksikan di sepanjang tepi kanan dan kiri jalan yang dilalui para biksu dengan umat Buddha menyingkir dari tempatnya untuk menghindari guyuran hujan.
Sebagian umat dan biksu mengepakkan payung untuk melindungi diri dari hujan sambil tetap menjalani laku ritual tersebut yang antara lain mengusung tandu berisi api berkah dan api dharma Waisak, kitab suci, danreplika Sang Buddha.
Setiap umat Buddha memegang bunga sedap malam selama menjalani prosesi jalan kaki menuju Candi Agung Borobudur.
Sejumlah biksu khususnya yang berusia tua menjalani prosesi itu dengan menaiki mobil berhias membentuk replika kapal. Beberapa umat yang mendampingi di mobil hias itu menebarkan bunga mawar merah putih di sepanjang jalur prosesi.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Walubi Siti Hartati Murdaya berjalan paling depan dengan membawa bendera organisasi keagamaan Buddha itu.
Peserta prosesi lainnya adalah barisan pembawa bendera Merah Putih, bendera para dewan sangha Walubi, pemakai pakaian adat berbagai daerah di Indonesia sebagai lambang Bhinneka Tunggal Ika.
Lainnya para pengusung sejumlah tandu yang antara lain berisi gunungan buah-buahan dan palawija, serta properti "dharmacakramudra".
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Walubi Jawa Tengah David Hermanjaya menyebut antara enam ribu hingga tujuh ribu umat bersama para biksu menjalani prosesi jalan kaki dari Candi Mendut menuju Borobudur.
Mereka berangkat dari pelataran Candi Mendut berbelok kiri di pertinggaan depan Museum Haji Widayat, melewati Jembatan Kali Progo menuju ke Jalan Balaputera Dewa.
Peserta prosesi lalu masuk ke kompleks Taman Wisata Candi Borobudur melalui Pintu VII kemudian melewati depan Hotel Manohara, berbelok ke kanan melewati jalan di dekat panggung terbuka Aksobya dan Taman Lumbini, serta naik ke pelataran Candi Borobudur melewati "Pintu Kenari".
Sebagian kecil umat Buddha telah berada di pelataran candi yang terletak di antara alur Kali Elo dengan Progo tersebut.
Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Tanah Suci Indonesia, Biksu Sapta Virya, mengatakan, hujan tidak menjadi penghalang umat dalam menjalani rangkaian perayaan Tri Suci Waisak.
Tri Suci Waisak dirayakan umat Buddha setiap tahun untuk mengenang tiga peristiwa penting dalam ajaran agama itu yakni kelahiran Sidarta Gautama, pencapaian kesempurnaan Sidarta sebagai Sang Buddha, dan mangkat Sang Buddha Gautama.
"Hujan justru memberikan semangat, bukan menghalangi, tetapi menjadikan umat bersyukur kepada Tuhan atas alam yang dilimpahkan. Hujan menjadi lambang semangat umat menjalani kehidupan," kata Biksu Sapta yang setiap hari tinggal di Wihara Avalokitesvara Jakarta Barat.
Hujan mengguyur pelataran candi yang dibangun Raja Samaratungga dengan arsitek Gunadarma dari sekitar dua juta batu andesit itu, mulai pukul 14.09 WIB, sedangkan rombongan prosesi tiba di tempat itu pukul 14.35 WIB.
Sejumlah petinggi Walubi dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Joko Wuryanto yang mengenakan pakaian serba warna putih meletakkan obor api darma di altar megah di sisi barat laut Candi Borobudur.
Para pimpinan dewan sangha Walubi menyulut hio di beberapa tempat di altar candi tersebut untuk kemudian mendaraskan doa-doa, membacakan mantra, parita, dan sutra.
Dirjen Bimas Buddha Joko Wuryanto mengajak umat melakukan refleksi dan introspeksi pada momentum Waisak untuk mengembangkan sikap cinta kasih dan welas asih yang menjadi tema besar perayaan tersebut pada 2012.
"Perjalanan Pangeran Sidarta hingga mencapai pencerahan sejati tentulah tidak mudah. Berkat keteguhan dan tekat yang kuat dapat menemukan pembebasan akhir yakni nirwana," katanya.
Ia mengajak umat untuk membebaskan diri dari belenggu keakuan dan hawa nafsu serta mengedepankan sinergi antara kecerdasan, wawasan luas dengan keluhuran batin sebagaimana telah dijalani Guru Agung Sang Buddha Gautama dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Sepanjang prosesi agung Waisak dari Candi Mendut menuju Borobudur dengan melewati terpaan air hujan siang itu, rupanya menjadikan mereka menguatkan sikap bijaknya terhadap sapaan alam raya.