Hasil panen tembakau ternyata tidak hanya dinikmati oleh para petani tembakau saja, tetapi hampir segala bidang usaha di daerah tersebut dapat merasakan kenikmatan tembakau, dari perajin keranjang hingga para pedagang besar.
Peluang usaha bidang pertembakauan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh seorang lulusan STM (SMK) dokter Sutomo Temanggung, Triyanto, warga Desa Tlahab, RT 08/RW 01, Kecamatan Kledung, Temanggung, untuk membuat mesin perajang daun tembakau.
Dengan ilmu dan keterampilan yang diperoleh di Jurusan Mesin di sekolah tersebut, dia membuat mesin perajang tembakau untuk meringankan kerja para petani tembakau yang sebelumnya masih menggunakan cara konvensional dalam merajang daun tembakau.
Usaha yang telah mengantar kesuksesan bapak dua anak ini melalui perjalanan panjang yang dirintis sejak tahun 1995.
Triyanto yang lulus dari STM dokter Sutomo Temanggung tahun 1994 tersebut untuk mewujudkan impiannya membuat mesin perajang tembakau diawali dengan mengumpulkan modal dengan menjual ayam yang diternaknya.
"Kami mulai dari nol, karena belum punya apa-apa, untuk mendapatkan kredit dari perbankan juga sulit," katanya.
Setelah terkumpul sedikit modal dari menjual ayam, dia mulai membeli bahan baku berupa besi untuk dirangkai menjadi alat perajang tembakau.
"Dengan permodalan yang minim, saya membawa potongan-potongan besi itu ke bengkel las untuk mewujudkan impian saya," katanya.
Ia menuturkan pertama kali mesin perajang tembakau yang dihasilkan kurang layak jika disebut mesin, karena sebagian penutup mesin masih menggunakan triplek, meskipun bisa digunakan untuk merajang tembakau.
Pria berpenampilan kalem ini mengatakan, karena keterbatasan modal tidak mampu membeli motor listrik untuk menggerakkan mesin pertama hasil karyanya.
"Mesin perajang tembakau buatan pertama saya laku dua setengah juta, padahal belum ada motor listriknya," katanya.
Melihat hasil karyanya diminati masyarakat, membuat dia semakin bersemangat untuk terus menyempurnakan hasil karyanya, dari semula berukuran besar, kini bentuk mesin perajang tembakau itu sudah ramping dan praktis.
Di bengkel "Bina Usaha" miliknya di jalan raya Temanggung-Wonosobo kini tersedia empat model dengan harga Rp4,5 juta hingga Rp8 juta perunit.
"Mesin buatan saya sengaja dibuat dengan berbagai variasi untuk membedakan mesin produk kami dengan bengkel lain," katanya.
Permintaan mesin perajang tembakau dengan label "Bina Usaha" tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat. Meskipun pada tahun pertama hanya bisa membuat 12 buah mesin, kini bisa mencapai 500 hingga 1.000 unit mesin per tahun.
Ia menyebutkan pada tahun 2011 pesanan mesin perajang tembakau sangat banyak, bahkan sampai menolak 150 unit pesanan.
"Kebetulan harga tembakau tahun 2011 cukup bagus. Selama 2011, kami membuat sekitar 1.000 unit bahkan kami terpaksa menolak order karena waktunya tidak memungkinkan," kata pengusaha yang kini memiliki 25 karyawan ini.
Menurut dia permintaan mesin perajang tembakau tidak stabil karena tergantung masa tanam tembakau.
"Memasuki masa tanam tembakau seperti sekarang ini banyak pesanan, tetapi sekitar bulan Januari pesanan sepi. Saat pesanan sepi kami gunakan untuk membuat kerangka mesin," katanya.
Mesin perajang tembakau hasil karyanya tidak saja diminati petani di wilayah Kabupaten Temanggung saja, tetapi telah menyebar ke sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Jawa Timur, Jawa Barat, Lombok, Aceh, dan Sulawesi.
Ia mengatakan dengan menggunakan mesin sangat membantu pekerjaan petani dalam merajang daun tembakau akan lebih cepat.
Kapasitas produksi dengan menggunakan mesin perajang dengan motor listrik sekitar empat kuintal perjam, sedangkan dengan motor berbahan bakar premium kapasitasnya bisa lebih besar hingga enam kuintal perjam.
Suami dari Retno Ristiani ini selain memproduksi mesin perajang tembakau, terus berkreasi untuk membuat mesin lain guna meringankan dan meningkatkan produktifitas bidang pertanian.
Saat ini bengkelnya juga memproduksi alat pembuat pupuk organik (apo) dan alat pemotong rumput gajah (coper) dengan harga relatif terjangkau petani.