Semarang (ANTARA) - Sebanyak 23 tenaga kerja disabilitas menerima pelatihan enterpreneurship (kewirausahaan) return to work (RTW) dan pendampingan selama tiga bulan, yang digelar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Jateng DIY, Kamis (12/12).
Mereka adalah pekerja yang mengalami kecelakaan kerja sehingga mengalami disabilitas permanen, dengan tingkat yang berbeda-beda mulai ringan, sedang, hingga berat.
Pada pelatihan yang diadakan di Po Hotel Semarang, peserta mendapatkan berbagai materi mengenai kewirausahaan, antara lain membangun mindset memulai usaha dan berbisnis, pemetaan masalah dan strategi perencanaan usaha, mengisi business model canvas, menghitung harga pokok penjualan dan harga jual, implementasi usaha, marketing dan branding, costumer relation sales, permodalan, sampai perlindungan usaha dalam jaminan sosial ketenagakerjaan.
Deputi Direktur Bidang Kebijakan Pelayanan Program BPJS Ketenagakerjaan Woro Ariyandini yang membuka acara tersebut mengungkapkan, kepada pekerja disabilitas akibat kecelakaan kerja tersebut, selama ini diberi pendampingan oleh case manager (manajer kasus) BPJS Ketenagakerjaan, untuk memantau dan memberi pendampingan bagi keberlangsungan hidupnya, agar para pekerja bisa tetap produktif di kondisi mereka setelah mengalami kecelakaan kerja dengan cacat permanen.
Ada beberapa kondisi yang bisa dijalani, yaitu mereka bisa tetap bekerja di perusahaan semula dengan bidang tugas yang tetap sama, atau disesuaikan dengan kondisi pasca mengalami disabilitas yaitu ditempatkan di bidang lain.
Opsi lain, mereka diterima bekerja di perusahaan lain dengan bidang kerja sesuai kemampuan ketika sebelum mengalami disabilitas, atau bisa juga ditempatkan di bidang yang sesuai dengan kondisi mereka setelah mengalami disabilitas.
"Atau, jika sudah tidak lagi bekerja di perusahaan, maka harus dipastikan mereka memiliki ketrampilan berwirausaha. Oleh karena itulah, para pekerja disabilitas ini diberi pelatihan enterpreneurship. Ini merupakan bagian dari program BPJS Ketenagakerjaan," kata Woro, di sela-sela acara.
Ia menjelaskan pada pekerja formal dan informal harus memiliki jaminan sosial, khusus JKK memberikan perlindungan ketika mengalami kecelakaan kerja, yang mana perlu mendapatkan penanganan medis segera agar dapat meminimalisir kecacatan dan bagaimana pekerja itu bisa produktif kembali.
"Jadi kami bekerja sama dengan perusahaan, agar perusahaan ini bisa diakses oleh pekerja disabilitas, dan diadakan pendampingan, supaya mereka bisa bekerja kembali. Jika perlu dapat pelatihan vokasi sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang bersangkutan," kata Woro.
Dengan demikian, apakah mereka bekerja kembali di perusahaan atau kah akan berwirausaha, yang penting mereka sudah mendapatkan pembekalan enterpreneurship. Bisa juga mereka masih tetap bekerja di perusahaan, namun mereka juga memiliki ketrampilan enterpreunership, sehingga bisa dipadukan dengan kebutuhan perusahaan. Misalnya mereka masih menjadi karyawan, tapi sekaligus juga juga memiliki usaha sampingan bidang kuliner atau yang lainnya.
"Prinsipnya supaya mereka kembali produktif. Kalau dia punya passion di usaha kecil, misalnya dia trauma atas kejadian kecelakaan, maka kita bantu supaya mandiri lagi di bidangnya yang baru," kata Woro.
Secara nasional, kata dia, dari jumlah kasus kecelakaan kerja yang mencapai 174.585 tenaga kerja, sebesar 2 persennya berakibat disabilitas dengan berbagai tingkatan, mulai ringan, sedang, hingga berat.
Wakil Kepala Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY Bidang Pelayanan Budi Santoso menambahkan pemberian pelatihan merupakan kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan perusahaan.
"RTW Ini merupakan program rutin, koordinasi dan kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan perusahaan. Untuk pelatihan kali ini ada 23 peserta. Mereka ini mengalami kecelakaan kemudian mengalami disabilitas. Jadi dari tenaga kerja bersedia mengikuti menjadi peserta RTW dan dari perusahaan juga ada kesediaan untuk mempekerjakan mereka kembali," kata Budi Santoso.
Elvina Wulan, seorang pekerja penyandang disabilitas mengaku keikutsertaan pada Program Pelatihan enterpreunership RTW BPJS Ketenagakerjaan, dimaksudkan ingin menimba ilmu kewirausahaan.
"Supaya saya bisa punya side job, ketrampilan tambahan," kata karyawati PT BPR BKK Ungaran Kabupaten Semarang.
Hal yang sama disampaikan Zanubah, karyawati sebuah perusahaan di Kota Salatiga. Dia ingin memperdalam ilmu kewirausahaan pasca mengalami kecelakaan lalu lintas saat perjalanan ke perusahaan.
"Saya karyawati, di pelatihan ini ingin memperdalam ketrampilan untuk mengembangkan usaha sampingan di rumah, yaitu usaha macam-macam keripik. Ada keripik singkong, keripik tempe, dan lainnya," kata Zanubah.
Mereka adalah pekerja yang mengalami kecelakaan kerja sehingga mengalami disabilitas permanen, dengan tingkat yang berbeda-beda mulai ringan, sedang, hingga berat.
Pada pelatihan yang diadakan di Po Hotel Semarang, peserta mendapatkan berbagai materi mengenai kewirausahaan, antara lain membangun mindset memulai usaha dan berbisnis, pemetaan masalah dan strategi perencanaan usaha, mengisi business model canvas, menghitung harga pokok penjualan dan harga jual, implementasi usaha, marketing dan branding, costumer relation sales, permodalan, sampai perlindungan usaha dalam jaminan sosial ketenagakerjaan.
Deputi Direktur Bidang Kebijakan Pelayanan Program BPJS Ketenagakerjaan Woro Ariyandini yang membuka acara tersebut mengungkapkan, kepada pekerja disabilitas akibat kecelakaan kerja tersebut, selama ini diberi pendampingan oleh case manager (manajer kasus) BPJS Ketenagakerjaan, untuk memantau dan memberi pendampingan bagi keberlangsungan hidupnya, agar para pekerja bisa tetap produktif di kondisi mereka setelah mengalami kecelakaan kerja dengan cacat permanen.
Ada beberapa kondisi yang bisa dijalani, yaitu mereka bisa tetap bekerja di perusahaan semula dengan bidang tugas yang tetap sama, atau disesuaikan dengan kondisi pasca mengalami disabilitas yaitu ditempatkan di bidang lain.
Opsi lain, mereka diterima bekerja di perusahaan lain dengan bidang kerja sesuai kemampuan ketika sebelum mengalami disabilitas, atau bisa juga ditempatkan di bidang yang sesuai dengan kondisi mereka setelah mengalami disabilitas.
"Atau, jika sudah tidak lagi bekerja di perusahaan, maka harus dipastikan mereka memiliki ketrampilan berwirausaha. Oleh karena itulah, para pekerja disabilitas ini diberi pelatihan enterpreneurship. Ini merupakan bagian dari program BPJS Ketenagakerjaan," kata Woro, di sela-sela acara.
Ia menjelaskan pada pekerja formal dan informal harus memiliki jaminan sosial, khusus JKK memberikan perlindungan ketika mengalami kecelakaan kerja, yang mana perlu mendapatkan penanganan medis segera agar dapat meminimalisir kecacatan dan bagaimana pekerja itu bisa produktif kembali.
"Jadi kami bekerja sama dengan perusahaan, agar perusahaan ini bisa diakses oleh pekerja disabilitas, dan diadakan pendampingan, supaya mereka bisa bekerja kembali. Jika perlu dapat pelatihan vokasi sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang bersangkutan," kata Woro.
Dengan demikian, apakah mereka bekerja kembali di perusahaan atau kah akan berwirausaha, yang penting mereka sudah mendapatkan pembekalan enterpreneurship. Bisa juga mereka masih tetap bekerja di perusahaan, namun mereka juga memiliki ketrampilan enterpreunership, sehingga bisa dipadukan dengan kebutuhan perusahaan. Misalnya mereka masih menjadi karyawan, tapi sekaligus juga juga memiliki usaha sampingan bidang kuliner atau yang lainnya.
"Prinsipnya supaya mereka kembali produktif. Kalau dia punya passion di usaha kecil, misalnya dia trauma atas kejadian kecelakaan, maka kita bantu supaya mandiri lagi di bidangnya yang baru," kata Woro.
Secara nasional, kata dia, dari jumlah kasus kecelakaan kerja yang mencapai 174.585 tenaga kerja, sebesar 2 persennya berakibat disabilitas dengan berbagai tingkatan, mulai ringan, sedang, hingga berat.
Wakil Kepala Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY Bidang Pelayanan Budi Santoso menambahkan pemberian pelatihan merupakan kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan perusahaan.
"RTW Ini merupakan program rutin, koordinasi dan kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan perusahaan. Untuk pelatihan kali ini ada 23 peserta. Mereka ini mengalami kecelakaan kemudian mengalami disabilitas. Jadi dari tenaga kerja bersedia mengikuti menjadi peserta RTW dan dari perusahaan juga ada kesediaan untuk mempekerjakan mereka kembali," kata Budi Santoso.
Elvina Wulan, seorang pekerja penyandang disabilitas mengaku keikutsertaan pada Program Pelatihan enterpreunership RTW BPJS Ketenagakerjaan, dimaksudkan ingin menimba ilmu kewirausahaan.
"Supaya saya bisa punya side job, ketrampilan tambahan," kata karyawati PT BPR BKK Ungaran Kabupaten Semarang.
Hal yang sama disampaikan Zanubah, karyawati sebuah perusahaan di Kota Salatiga. Dia ingin memperdalam ilmu kewirausahaan pasca mengalami kecelakaan lalu lintas saat perjalanan ke perusahaan.
"Saya karyawati, di pelatihan ini ingin memperdalam ketrampilan untuk mengembangkan usaha sampingan di rumah, yaitu usaha macam-macam keripik. Ada keripik singkong, keripik tempe, dan lainnya," kata Zanubah.