Klaten (ANTARA) -
Memet, yang saat ini aktif bermusik bersama kelompok musik etnik-kontemporer Gangsadewa, membunyikan air dengan berbagai cara. Semakin sederhana media yang digunakan, maka semakin canggih alat dan audio yang diperlukan.
Acara tersebut diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk mau sama-sama menjaga alam. Yusuf Mudani dari Petani Muda Klaten berharap kegiatan tersebut mampu mengajak anak muda di Klaten untuk menjadi petani milenial.
Musisi asal Yogyakarta Memet Chairul Slamet membawakan aransemen yang dia sebut musik air saat tampil di Klaten Etno Jazz Sawah 2024 di Umbul Besuki, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Minggu.
"Bidang saya penciptaan, saya juga di musik environmental. Saya punya musik batu, musik api, dan musik air," kata Memet, yang saat ini sudah pensiun sebagai pengajar ISI Yogyakarta.
"Bidang saya penciptaan, saya juga di musik environmental. Saya punya musik batu, musik api, dan musik air," kata Memet, yang saat ini sudah pensiun sebagai pengajar ISI Yogyakarta.
Memet, yang saat ini aktif bermusik bersama kelompok musik etnik-kontemporer Gangsadewa, membunyikan air dengan berbagai cara. Semakin sederhana media yang digunakan, maka semakin canggih alat dan audio yang diperlukan.
"Saya main air di situ. Yang saya tekankan bagaimana media air itu, bagaimana membunyikan air dengan berbagai siasat," kata Memet.
Memet melakukan rekayasa artistik sehingga air bisa membuat bunyi dan ritme yang alamiah.
"Jadi, ada rekayasa artistik yang saya tampilkan. Lahir istilah instalasi musik air, salah satunya menggunakan alat infus untuk meneteskan air, dengan infus kita bisa menghasilkan tetesan yang berbeda sehingga terbentuklah sebuah ritme secara alamiah dari air," kata Memet menjelaskan.
Air, kata Memet, mengandung filosofi.
Memet melakukan rekayasa artistik sehingga air bisa membuat bunyi dan ritme yang alamiah.
"Jadi, ada rekayasa artistik yang saya tampilkan. Lahir istilah instalasi musik air, salah satunya menggunakan alat infus untuk meneteskan air, dengan infus kita bisa menghasilkan tetesan yang berbeda sehingga terbentuklah sebuah ritme secara alamiah dari air," kata Memet menjelaskan.
Air, kata Memet, mengandung filosofi.
"Bagaimana kita menghargai air, terus kadang di situasi politik, air memberikan pesan kesejukan, air itu mengalir bahwa orang hidup itu juga mengalir," kata dia.
Ketua Penyelenggara Klaten Etno Jazz Sawah 2024 Agus Setiawan Basuni mengatakan kegiatan tersebut merupakan sebuah konsep kolaborasi antara Warta Jazz dengan Petani Muda Klaten, Desa Wisata Ponggok, dan Seroja Indonesia untuk artistik. Kolaborasi tersebut menghasilkan sebuah konsep yang memadukan harmoni alam dan harmoni musik dengan sawah.
Acara tersebut diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk mau sama-sama menjaga alam. Yusuf Mudani dari Petani Muda Klaten berharap kegiatan tersebut mampu mengajak anak muda di Klaten untuk menjadi petani milenial.
"Visi kami adalah mengajak 1.000 petani muda Klaten untuk kembali bertani, maka kita menggunakan berbagai macam cara. Tawaran dari Mas Agus kami sambut dengan baik. Ini nyambung, jazz identik dengan improvisasi, petani juga sama," kata Yusuf.
Klaten Etno Jazz Sawah 2024 juga menampilkan pertunjukan dari berbagai musisi, antara lain Trie Utami, Vertigong with Silir Wangi, Smara Tantra, Keroncong Jazz Lastarua, Komunitas Jazz Indonesia, dan Gejok Lesung Sekar Melati.
Klaten Etno Jazz Sawah 2024 juga menampilkan pertunjukan dari berbagai musisi, antara lain Trie Utami, Vertigong with Silir Wangi, Smara Tantra, Keroncong Jazz Lastarua, Komunitas Jazz Indonesia, dan Gejok Lesung Sekar Melati.