Semarang (ANTARA) - Pengamat pendidikan Universitas PGRI Semarang (Upgris) Ngasbun Egar menilai penerapan kembali ujian nasional (UN) boleh saja, tetapi jangan membawa sistem yang lama.
"UN bisa saja dilaksanakan lagi, tapi jangan mengulang kelemahan UN lalu," katanya di Semarang, menanggapi wacana penerapan kembali UN oleh KementerianPendidikan Dasar dan menengah (Kemendikdasmen), Jumat.
Menurut dia, pemerintah sebagai pengambil kebijakan berhak untuk melakukan evaluasi sistem pendidikan yang berjalan, termasuk melalui pelaksanaan UN.
Namun, kata dia, harus diingat bahwa sistem penyelenggaraan UN dulu memiliki sejumlah kelemahan yang kemudian disikapi dengan penghapusan UN.
Kalaupun mau diterapkan lagi, mantan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Semarang itu mengatakan tentunya harus ada kajian untuk memastikan kelemahan-kelemahan sistem yang dulu tidak terulang.
"Pertama, jangan menjadikan UN sebagai penentu utama kelulusan siswa. Kalaupun jadi salah satu penentu boleh saja, tetapi persentasenya kecil," katanya.
Kedua, kata dia, UN jangan hanya menjadi ujian untuk mengukur sebagian dari kompetensi siswa, yakni kognitif atau pengetahuan, melainkan harus kompetensi secara utuh dan menyeluruh.
"Kompetensi siswa kan ada tiga, yakni pengetahuan atau kognitif, kepribadian atau sikap, dan keterampilan. Nah, UN kan selama ini hanya mengukur kognitifnya saja," katanya.
Apabila UN hanya sebatas mengukur aspek kognitif, kata Ngasbun, tujuan penyelenggaraan pendidikan menjadi dikerdilkan, sehingga UN harus mampu mengukur secara menyeluruh.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti mengatakan bahwa wacana pengembalian pelaksanaan UN di tingkat sekolah dasar dan menengah masih dalam tahap pengkajian hingga menjelang awal tahun ajaran.
Menurut dia, pihaknya tidak mungkin melakukan perubahan di tengah tahun ajaran yang sedang berjalan, sehingga meminta masyarakat untuk sabar menunggu hingga menjelang awal tahun ajaran.
Ia mengatakan pihaknya juga akan mendengarkan terlebih dahulu masukan dan aspirasi dari kalangan pemerintah daerah, masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan sekaligus pengguna jasa layanan pendidikan, pakar, bahkan para jurnalis terkait kelebihan dan kekurangan kebijakan tersebut.
Selain wacana pengembalian pelaksanaan UN, kata dia, kebijakan lain yang juga masih dalam tahap pengkajian adalah mengenai sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan jalur zonasi, serta keberlanjutan Kurikulum Merdeka Belajar.
Baca juga: Pegiat Figurmas: Standardisasi pendidikan tidak bisa melalui UN
"UN bisa saja dilaksanakan lagi, tapi jangan mengulang kelemahan UN lalu," katanya di Semarang, menanggapi wacana penerapan kembali UN oleh KementerianPendidikan Dasar dan menengah (Kemendikdasmen), Jumat.
Menurut dia, pemerintah sebagai pengambil kebijakan berhak untuk melakukan evaluasi sistem pendidikan yang berjalan, termasuk melalui pelaksanaan UN.
Namun, kata dia, harus diingat bahwa sistem penyelenggaraan UN dulu memiliki sejumlah kelemahan yang kemudian disikapi dengan penghapusan UN.
Kalaupun mau diterapkan lagi, mantan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Semarang itu mengatakan tentunya harus ada kajian untuk memastikan kelemahan-kelemahan sistem yang dulu tidak terulang.
"Pertama, jangan menjadikan UN sebagai penentu utama kelulusan siswa. Kalaupun jadi salah satu penentu boleh saja, tetapi persentasenya kecil," katanya.
Kedua, kata dia, UN jangan hanya menjadi ujian untuk mengukur sebagian dari kompetensi siswa, yakni kognitif atau pengetahuan, melainkan harus kompetensi secara utuh dan menyeluruh.
"Kompetensi siswa kan ada tiga, yakni pengetahuan atau kognitif, kepribadian atau sikap, dan keterampilan. Nah, UN kan selama ini hanya mengukur kognitifnya saja," katanya.
Apabila UN hanya sebatas mengukur aspek kognitif, kata Ngasbun, tujuan penyelenggaraan pendidikan menjadi dikerdilkan, sehingga UN harus mampu mengukur secara menyeluruh.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti mengatakan bahwa wacana pengembalian pelaksanaan UN di tingkat sekolah dasar dan menengah masih dalam tahap pengkajian hingga menjelang awal tahun ajaran.
Menurut dia, pihaknya tidak mungkin melakukan perubahan di tengah tahun ajaran yang sedang berjalan, sehingga meminta masyarakat untuk sabar menunggu hingga menjelang awal tahun ajaran.
Ia mengatakan pihaknya juga akan mendengarkan terlebih dahulu masukan dan aspirasi dari kalangan pemerintah daerah, masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan sekaligus pengguna jasa layanan pendidikan, pakar, bahkan para jurnalis terkait kelebihan dan kekurangan kebijakan tersebut.
Selain wacana pengembalian pelaksanaan UN, kata dia, kebijakan lain yang juga masih dalam tahap pengkajian adalah mengenai sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan jalur zonasi, serta keberlanjutan Kurikulum Merdeka Belajar.
Baca juga: Pegiat Figurmas: Standardisasi pendidikan tidak bisa melalui UN