Kudus (ANTARA) -
Sebanyak enam fasilitas kesehatan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, memiliki tujuh alat tes cepat molekuler (TCM) untuk mendeteksi penyakit tuberkulosis (TBC), sehingga bisa dimanfaatkan untuk deteksi dini TBC.
"Dari keenam fasilitas kesehatan tersebut, meliputi RSUD Loekmono Hadi Kudus yang memiliki dua alat TCM, kemudian Puskesmas Rejosari, Gribig, Jekulo, Kaliwungu, dan UPTD Laboratorium Kesehatan Kudus masing-masing memiliki satu alat TCM," kata Kepala Dinas Kesehatan Andini Aridewi di Kudus, Kamis.
Ia mengungkapkan dengan adanya alat TCM tersebut, maka upaya pemberantasan TBC bisa maksimal karena warga yang diduga terserang TBC untuk memastikan diagnosis maka harus dilakukan pemeriksaan dahak melalui TCM tersebut.
Dengan demikian, kata dia, akses di Kabupaten Kudus tidak menjadi kendala untuk gold standard atau standar emas pakai alat TCM.
Untuk itu, dia meminta kepada masyarakat yang merasakan gejala penyakit TBC untuk tidak ragu melakukan pemeriksaan TCM karena gratis.
Beberapa gejala yang bisa diketahui, yakni batuk berkepanjangan atau lebih dari dua minggu, demam, nafsu makan turun, dan malam hari sering keluar keringat dingin.
"Karena penyakit TBC adalah penyakit yang menular melalui droplet, maka kami imbau agar yang memiliki gejala seperti itu segera memeriksakan diri. Sedangkan kontak eratnya juga perlu diedukasi," ujarnya.
Penderita TBC, kata dia, juga diminta untuk memakai masker dan batuk dengan cara yang benar untuk menghindari penularan.
Upaya lain untuk pencegahan, yakni memenuhi kebutuhan gizi seimbang setiap harinya, dan penderita TBC juga tidak berganti alat makan.
Kasus TBC di Kabupaten Kudus hingga saat ini mencapai 1.986 kasus dari target sebanyak 2.648 kasus.
"Alasan pemerintah memasang target kasus TBC, dengan harapan tidak terjadi fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi sedikit, tetapi kenyataan kasusnya cukup banyak," ujarnya.
Padahal, kata dia, TBC merupakan penyakit menular yang perlu ditangani secepatnya agar kasusnya tidak semakin bertambah.
Warga yang dinyatakan positif TBC, katanya, akan menjalani masa pengobatan dengan meminum obat selama enam bulan secara rutin tanpa boleh terhenti, karena sekali terhenti akan mengulang kembali.
Untuk itulah, kata dia, perlu ada satuan petugas desa untuk memberikan pendampingan terhadap para penderita untuk mengingatkan penderita agar taat meminum obat.
Selain itu, juga perlu ada upaya aktif melakukan pendeteksian secara dini di setiap desa, sehingga upaya menekan kasus TBC bisa lebih efektif, terutama investigasi kontak erat agar tidak terjadi temuan kasus baru.
Baca juga: DPRD Kudus desak penyelesaian renovasi gedung sekolah
Baca juga: DPRD Kudus desak penyelesaian renovasi gedung sekolah