Purwokerto (ANTARA) - Tim dosen dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang diketuai Prof Tamad mendampingi petani di dua kabupaten, yakni Banyumas dan Kendal, Jawa Tengah, untuk mengembangkan pertanian ramah lingkungan.
Juru bicara tim dosen Unsoed, Okti Herliana di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa, mengatakan pendampingan tersebut dilakukan terhadap petani di Desa Sokaraja Tengah dan Kaliori, Banyumas, serta Desa Kangkung dan Kalirejo, Kendal.
"Kami berupaya menyelesaikan permasalahan di bidang budi daya pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang dihadapi oleh kelompok tani di wilayah tersebut," katanya.
Ia mengatakan permasalahan yang dihadapi petani di antaranya kesulitan mengakses air karena wilayah tersebut memiliki tipikal lahan kering, kesuburan tanah menurun karena penggunaan pupuk kimia sintetis secara terus-menerus, dan ketergantungan terhadap penggunaan pestisida dalam mengatasi hama penyakit tanaman.
Menurut dia, praktik budi daya konvensional tersebut dapat menimbulkan dampak negatif seperti menurunkan kesuburan tanah dan dampak lebih lanjut bisa terjadi degradasi lahan.
"Selain itu, populasi mikroorganisme tanah berkurang atau banyak yang mati, struktur tanah menjadi keras, daya sanggah tanah untuk menahan air berkurang, dan tanah miskin hara serta terjadinya pencemaran terhadap tanah," katanya.
Dia mengatakan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut berupa pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati, penggunaan agensi hayati sebagai pestisida organik, dan pendampingan intensif terhadap proses konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik.
Menurut dia, masing-masing dosen dengan kepakarannya secara berkesinambungan memberikan materi pelatihan, praktik, dan sekaligus memantau kegiatan.
"Tim dosen yang diketuai Prof Tamad dari Jurusan Agroteknologi itu beranggotakan Prof Loekas Soesanto, Ni Wayan Anik Leana, Ahmad Fauzi, dan saya Okti Herliana. Kami juga berkolaborasi dengan PT Pegadaian melalui program TJSL (Tanggung Jawab Sosial Lingkungan) bidang pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian," katanya menjelaskan.
Salah seorang petani di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Agus mengaku sangat terbantu dengan adanya pendampingan dan fasilitasi alat pendukung pertanian tersebut.
Menurut dia, petani di Kaliori selama ini susah mendapatkan air karena tipikal tanah di desa itu merupakan lahan kering.
"Oleh karena itu, sumur bor berenergi listrik yang dipasang di area persawahan sangat membantu petani dalam mendapatkan air," katanya.
Ia mengatakan limbah pertanian berupa jerami, batang tanaman jagung, dan batang tanaman kacang tanah yang cukup melimpah, selama ini belum termanfaatkan.
Akan tetapi sejak adanya pelatihan dan pendampingan dari para akademisi, kata dia, limbah pertanian tersebut tidak lagi dibakar melainkan diolah menjadi kompos.
"Demikian pula dalam pengendalian hama penyakit tanaman seperti wereng dan kresek, sejak adanya pelatihan pembuatan pestisida organik berbahan metabolit sekunder dari jamur Trichoderma sp., maka pestisida kimia tidak lagi digunakan," katanya.
Ia mengatakan demonstrasi plot (demplot) pada pertanaman padi organik menunjukkan hasil lebih tinggi 20 persen dibanding dengan petakan padi yang masih dibudidayakan secara konvensional.
Salah seorang anggota Tim TJSL PT Pegadaian, Reggy Nouvan mengapresiasi tim dosen Unsoed yang berhasil mengajak petani beralih ke pertanian organik.
Menurut dia, kegiatan itu sejalan dengan program The Gade Environment yang dicanangkan oleh perusahaan tersebut bahwasanya kelestarian lingkungan harus tetap dijaga agar tetap memberikan daya dukung yang baik terhadap kegiatan pertanian.
"Kesuburan tanah dan kualitas produksi pertanian yang lebih baik diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesehatan masyarakat khususnya petani," katanya.
Baca juga: Pakar: Hari Pangan Sedunia momentum wujudkan swasembada pangan
Juru bicara tim dosen Unsoed, Okti Herliana di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa, mengatakan pendampingan tersebut dilakukan terhadap petani di Desa Sokaraja Tengah dan Kaliori, Banyumas, serta Desa Kangkung dan Kalirejo, Kendal.
"Kami berupaya menyelesaikan permasalahan di bidang budi daya pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang dihadapi oleh kelompok tani di wilayah tersebut," katanya.
Ia mengatakan permasalahan yang dihadapi petani di antaranya kesulitan mengakses air karena wilayah tersebut memiliki tipikal lahan kering, kesuburan tanah menurun karena penggunaan pupuk kimia sintetis secara terus-menerus, dan ketergantungan terhadap penggunaan pestisida dalam mengatasi hama penyakit tanaman.
Menurut dia, praktik budi daya konvensional tersebut dapat menimbulkan dampak negatif seperti menurunkan kesuburan tanah dan dampak lebih lanjut bisa terjadi degradasi lahan.
"Selain itu, populasi mikroorganisme tanah berkurang atau banyak yang mati, struktur tanah menjadi keras, daya sanggah tanah untuk menahan air berkurang, dan tanah miskin hara serta terjadinya pencemaran terhadap tanah," katanya.
Dia mengatakan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut berupa pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati, penggunaan agensi hayati sebagai pestisida organik, dan pendampingan intensif terhadap proses konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik.
Menurut dia, masing-masing dosen dengan kepakarannya secara berkesinambungan memberikan materi pelatihan, praktik, dan sekaligus memantau kegiatan.
"Tim dosen yang diketuai Prof Tamad dari Jurusan Agroteknologi itu beranggotakan Prof Loekas Soesanto, Ni Wayan Anik Leana, Ahmad Fauzi, dan saya Okti Herliana. Kami juga berkolaborasi dengan PT Pegadaian melalui program TJSL (Tanggung Jawab Sosial Lingkungan) bidang pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian," katanya menjelaskan.
Salah seorang petani di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Agus mengaku sangat terbantu dengan adanya pendampingan dan fasilitasi alat pendukung pertanian tersebut.
Menurut dia, petani di Kaliori selama ini susah mendapatkan air karena tipikal tanah di desa itu merupakan lahan kering.
"Oleh karena itu, sumur bor berenergi listrik yang dipasang di area persawahan sangat membantu petani dalam mendapatkan air," katanya.
Ia mengatakan limbah pertanian berupa jerami, batang tanaman jagung, dan batang tanaman kacang tanah yang cukup melimpah, selama ini belum termanfaatkan.
Akan tetapi sejak adanya pelatihan dan pendampingan dari para akademisi, kata dia, limbah pertanian tersebut tidak lagi dibakar melainkan diolah menjadi kompos.
"Demikian pula dalam pengendalian hama penyakit tanaman seperti wereng dan kresek, sejak adanya pelatihan pembuatan pestisida organik berbahan metabolit sekunder dari jamur Trichoderma sp., maka pestisida kimia tidak lagi digunakan," katanya.
Ia mengatakan demonstrasi plot (demplot) pada pertanaman padi organik menunjukkan hasil lebih tinggi 20 persen dibanding dengan petakan padi yang masih dibudidayakan secara konvensional.
Salah seorang anggota Tim TJSL PT Pegadaian, Reggy Nouvan mengapresiasi tim dosen Unsoed yang berhasil mengajak petani beralih ke pertanian organik.
Menurut dia, kegiatan itu sejalan dengan program The Gade Environment yang dicanangkan oleh perusahaan tersebut bahwasanya kelestarian lingkungan harus tetap dijaga agar tetap memberikan daya dukung yang baik terhadap kegiatan pertanian.
"Kesuburan tanah dan kualitas produksi pertanian yang lebih baik diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan kesehatan masyarakat khususnya petani," katanya.
Baca juga: Pakar: Hari Pangan Sedunia momentum wujudkan swasembada pangan