Pati (ANTARA) - Festival Muria Raya 2024 di kawasan Gunung Muria, Dusun Dombyang, Desa Jepalo, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati menghidupkan energi warga untuk menghidupi kebudayaan desa, kata budayawan yang juga perintis Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Sutanto Mendut.
"Melalui festival ini melahirkan dan melahirkan kembali energi kebudayaan dan berkesenian warga dusun dan desa," katanya di Pati, Minggu (15/9) menjelang tengah malam.
Festival Muria Raya tahun ini berlangsung di kawasan timur Gunung Muria selama 8-15 September 2024 dengan tema "Gamelan Total Kaca (Gatotkaca)". Dusun tempat festival yang berpenduduk sekitar 100 keluarga itu, relatif jauh dari keramaian kota. Wilayah geografis Gunung Muria meliputi Kabupaten Pati, Jepara, dan Kudus.
Festival Muria Raya yang dimulai pada 2020 itu, terinspirasi penyelenggaraan setiap tahun, Festival Lima Gunung, oleh Komunias Lima Gunung sejak 2002 yang mengedepankan keterlibatan warga dusun. Sebutan lima gunung untuk nama komunitas itu meliputi Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh yang mengelilingi Kabupaten Magelang.
Berbagai kegiatan seni dan budaya meramaikan Festival Muria Raya dengan panggung utama dibuat dalam warna instalasi seni berbahan alam. Salah satu instalasi itu berupa sosok wayang Gatotkaca ukuran raksasa dibuat dari anyaman bilah-bilah bambu, diletakkan di pojok depan panggung.
Berbagai kegiatan itu, antara lain lokakarya pembuatan gamelan kaca untuk warga setempat sejak Maret lalu, latihan menabuh gamelan, pameran seni rupa, mendongeng untuk anak, pencak silat tradisional, pentas seni tari, musik, dan performa seni, diskusi kebudayaan gunung, pidato kebudayaan, dan kirab budaya.
Para pengisi acara selain beberapa grup kesenian dusun-dusun setempat juga dari luar Kabupaten Pati, seperti Magelang, Bandung, dan Singapura. Sutanto Mendut hadir dalam festival itu mendampingi sejumlah grup seniman Komunitas Lima Gunung mementaskan tanpa jeda tarian "Solah Kiprah", "Topeng Ireng", "Kuda Lumping", "Soreng", dan "Musik Truntung" dengan sekitar 70 pemain.
Pementasan musik "Gamelan Total Kaca (Gatotkaca)" pada puncak Festival Muria Raya IV/2024 di kawasan timur Gunung Muria Dusun Dombyang, Desa Jepalo, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Minggu (15/9/2024) malam. ANTARA/Hari Atmoko
Ia mengemukakan pentingnya menjaga nilai-nilai kebudayaan desa karena memiliki peranan penting bagi kehidupan bersama warga dalam semangat kekeluargaan.
"Terlebih dalam era baru ini, kehidupan bersama dalam semangat kekeluargaan dan persaudaraan beroleh tantangan baru yang harus dihadapi secara arif dan bijaksana. Perlunya menggali dan memperkuat kearifan lokal untuk hidup bersama tetap terjaga," ujarnya di sela hari puncak Festival Muria Raya itu.
Ia menilai semangat warga setempat menjalani Festival Muria Raya yang tahun ini melahirkan gamelan total kaca (Gatotkaca) sebagai tanda penting bahwa energi kebudayaan itu sebagai realitas warga desa.
Pada kesempatan itu, Tanto Mendut, mengapreasi penyelenggaraan Festival Muria Raya dengan pilihan lokasi dusun di kawasan gunung yang relatif jauh dari kawasan perkotaan, dengan mengedepankan keterlibatan warga setempat.
Direktur Festival Muria Raya Brian Trinanda K Adi mengemukakan adanya tindak lanjut aktivitas kebudayaan dan berkesenian melalui karya warga desa setempat tahun ini berupa gamelan kaca tersebut, pascafestival tahun ini.
"Selain warga akan terus berlatih memainkan gamelan kaca, juga mengembangkan karya itu dengan harapan nantinya bisa menjadi ikon Kabupaten Pati," katanya.
Ia mengharapkan pengembangan kesenian gamelan itu juga melahirkan berbagai wujud kesenian rakyat setempat lainnya sehingga desa menjadi kental warna nilai-nilai kebudayaan.
Pada kesempatan itu, ia menilai warga setempat antusias menjalani lokakarya terkait dengan pembuatan gamelan kaca yang memiliki perbedaan khas dengan karya serupa dari sejumlah daerah.
Antusiasme warga, ujarnya, juga terlihat saat mereka berlatih untuk menabuh "Gatotkaca". Mereka mementaskan karya itu pada puncak Festival Muria Raya 2024.
"Melalui festival ini melahirkan dan melahirkan kembali energi kebudayaan dan berkesenian warga dusun dan desa," katanya di Pati, Minggu (15/9) menjelang tengah malam.
Festival Muria Raya tahun ini berlangsung di kawasan timur Gunung Muria selama 8-15 September 2024 dengan tema "Gamelan Total Kaca (Gatotkaca)". Dusun tempat festival yang berpenduduk sekitar 100 keluarga itu, relatif jauh dari keramaian kota. Wilayah geografis Gunung Muria meliputi Kabupaten Pati, Jepara, dan Kudus.
Festival Muria Raya yang dimulai pada 2020 itu, terinspirasi penyelenggaraan setiap tahun, Festival Lima Gunung, oleh Komunias Lima Gunung sejak 2002 yang mengedepankan keterlibatan warga dusun. Sebutan lima gunung untuk nama komunitas itu meliputi Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh yang mengelilingi Kabupaten Magelang.
Berbagai kegiatan seni dan budaya meramaikan Festival Muria Raya dengan panggung utama dibuat dalam warna instalasi seni berbahan alam. Salah satu instalasi itu berupa sosok wayang Gatotkaca ukuran raksasa dibuat dari anyaman bilah-bilah bambu, diletakkan di pojok depan panggung.
Berbagai kegiatan itu, antara lain lokakarya pembuatan gamelan kaca untuk warga setempat sejak Maret lalu, latihan menabuh gamelan, pameran seni rupa, mendongeng untuk anak, pencak silat tradisional, pentas seni tari, musik, dan performa seni, diskusi kebudayaan gunung, pidato kebudayaan, dan kirab budaya.
Para pengisi acara selain beberapa grup kesenian dusun-dusun setempat juga dari luar Kabupaten Pati, seperti Magelang, Bandung, dan Singapura. Sutanto Mendut hadir dalam festival itu mendampingi sejumlah grup seniman Komunitas Lima Gunung mementaskan tanpa jeda tarian "Solah Kiprah", "Topeng Ireng", "Kuda Lumping", "Soreng", dan "Musik Truntung" dengan sekitar 70 pemain.
Ia mengemukakan pentingnya menjaga nilai-nilai kebudayaan desa karena memiliki peranan penting bagi kehidupan bersama warga dalam semangat kekeluargaan.
"Terlebih dalam era baru ini, kehidupan bersama dalam semangat kekeluargaan dan persaudaraan beroleh tantangan baru yang harus dihadapi secara arif dan bijaksana. Perlunya menggali dan memperkuat kearifan lokal untuk hidup bersama tetap terjaga," ujarnya di sela hari puncak Festival Muria Raya itu.
Ia menilai semangat warga setempat menjalani Festival Muria Raya yang tahun ini melahirkan gamelan total kaca (Gatotkaca) sebagai tanda penting bahwa energi kebudayaan itu sebagai realitas warga desa.
Pada kesempatan itu, Tanto Mendut, mengapreasi penyelenggaraan Festival Muria Raya dengan pilihan lokasi dusun di kawasan gunung yang relatif jauh dari kawasan perkotaan, dengan mengedepankan keterlibatan warga setempat.
Direktur Festival Muria Raya Brian Trinanda K Adi mengemukakan adanya tindak lanjut aktivitas kebudayaan dan berkesenian melalui karya warga desa setempat tahun ini berupa gamelan kaca tersebut, pascafestival tahun ini.
"Selain warga akan terus berlatih memainkan gamelan kaca, juga mengembangkan karya itu dengan harapan nantinya bisa menjadi ikon Kabupaten Pati," katanya.
Ia mengharapkan pengembangan kesenian gamelan itu juga melahirkan berbagai wujud kesenian rakyat setempat lainnya sehingga desa menjadi kental warna nilai-nilai kebudayaan.
Pada kesempatan itu, ia menilai warga setempat antusias menjalani lokakarya terkait dengan pembuatan gamelan kaca yang memiliki perbedaan khas dengan karya serupa dari sejumlah daerah.
Antusiasme warga, ujarnya, juga terlihat saat mereka berlatih untuk menabuh "Gatotkaca". Mereka mementaskan karya itu pada puncak Festival Muria Raya 2024.