Semarang (ANTARA) - Sebanyak 30 kabupaten/kota di Jawa Tengah telah menetapkan status tanggap darurat bencana, salah satunya terkait siaga bencana kekeringan dan kebakaran hutan atau lahan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, di Semarang, Selasa, menyebutkan bahwa saat ini ada 30 kabupaten/kota di Jateng yang telah menetapkan status siaga bencana.
"Kami berkumpul seluruh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di Jateng. Per hari ini sudah ada 30 kabupaten/kota se-Jateng yang menetapkan status siaga darurat untuk menghadapi bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan," katanya.
Hal tersebut disampaikannya saat Rapat Koordinasi Penanganan Siaga Darurat Kekeringan di Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang.
Ia menyebutkan, beberapa daerah di Jateng yang rawan bencana kekeringan, di antaranya Kabupaten Wonogiri, Klaten, dan Cilacap.
Namun, kata dia, pemerintah daerah setempat bersama BPBD telah menyiapkan beberapa solusi, seperti pendistribusian air bersih, antara lain di Wonogiri dan Klaten.
"BNPB pun akan membantu untuk pendistribusian air hingga ke masyarakat," katanya.
Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada minggu ketiga di bulan Juli 2024 curah hujan di Provinsi Jateng hanya 50 milimeter sehingga Jateng sudah akan masuk musim kemarau.
"Kendati demikian prediksi BMKG kemarau tahun 2024 tidak akan sebesar tahun 2023. Karena di 2023 ada El Nino, di tahun 2024 tidak ada El Nino," imbuhnya.
Akan tetapi, Suharyanto mengingatkan masyarakat tetap harus waspada karena bencana kekeringan di Jateng masih berpotensi terjadi meski tidak terdampak El Nino.
"BNPB mencatat meskipun di awal tahun sampai pertengahan tahun (2024, red.) Jawa Tengah, bencana tidak banyak, relatif aman, kita tetap harus waspada," katanya.
Selain itu, kata dia, BNPB juga mengimbau kepada seluruh BPBD kabupaten/kota untuk memantau beberapa gunung serta tempat pembuangan sampah (TPS).
Menurut dia, tempat tersebut rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan sehingga kejadian kebakaran di beberapa gunung dan TPS pada tahun 2023 tidak terulang kembali.
"Kejadian seperti tahun 2023 di Jateng, terjadi kebakaran beberapa gunung dan tempat pembuangan sampah. Kami sudah sepakat seluruh aparat juga tadi Pak Pj (Penjabat) Gubernur Jateng juga memberikan penekanan agar di 2024 tidak terjadi," katanya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Jateng Nama Sudjana mengatakan bahwa lima kabupaten/kota belum menetapkan status tanggap darurat karena kondisinya masih aman, terutama dari bencana kekeringan.
Sesuai data per 22 Juli 2024, kata dia, upaya distribusi air bersih sudah dilakukan di 10 kabupaten/kota yang tersebar di 25 kecamatan dan 33 desa terdampak kekeringan, dengan total penerima air bersih sejumlah 8.637 kepala keluarga (KK)/26.725 jiwa.
Berdasarkan prakiraan BMKG, kata dia, musim kemarau tahun ini akan lebih basah dan pendek dibandingkan kemarau tahun 2023, dan puncak kemarau berada di bulan Juli 2024.
Meski demikian, Pemprov Jateng tetap mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi bencana kekeringan tersebut, meliputi penerbitan surat edaran tentang antisipasi bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla), rapat koordinasi, serta melakukan pendataan kesiapan sarana dan prasarana wilayah kabupaten/kota.
"Tiap tahun menghadapi kekeringan dan musim hujan. Dalam menyikapi ancaman kekeringan, maka kami lakukan rapat koordinasi ini untuk persiapan lebih dini," kata Nana.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, di Semarang, Selasa, menyebutkan bahwa saat ini ada 30 kabupaten/kota di Jateng yang telah menetapkan status siaga bencana.
"Kami berkumpul seluruh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di Jateng. Per hari ini sudah ada 30 kabupaten/kota se-Jateng yang menetapkan status siaga darurat untuk menghadapi bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan," katanya.
Hal tersebut disampaikannya saat Rapat Koordinasi Penanganan Siaga Darurat Kekeringan di Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang.
Ia menyebutkan, beberapa daerah di Jateng yang rawan bencana kekeringan, di antaranya Kabupaten Wonogiri, Klaten, dan Cilacap.
Namun, kata dia, pemerintah daerah setempat bersama BPBD telah menyiapkan beberapa solusi, seperti pendistribusian air bersih, antara lain di Wonogiri dan Klaten.
"BNPB pun akan membantu untuk pendistribusian air hingga ke masyarakat," katanya.
Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada minggu ketiga di bulan Juli 2024 curah hujan di Provinsi Jateng hanya 50 milimeter sehingga Jateng sudah akan masuk musim kemarau.
"Kendati demikian prediksi BMKG kemarau tahun 2024 tidak akan sebesar tahun 2023. Karena di 2023 ada El Nino, di tahun 2024 tidak ada El Nino," imbuhnya.
Akan tetapi, Suharyanto mengingatkan masyarakat tetap harus waspada karena bencana kekeringan di Jateng masih berpotensi terjadi meski tidak terdampak El Nino.
"BNPB mencatat meskipun di awal tahun sampai pertengahan tahun (2024, red.) Jawa Tengah, bencana tidak banyak, relatif aman, kita tetap harus waspada," katanya.
Selain itu, kata dia, BNPB juga mengimbau kepada seluruh BPBD kabupaten/kota untuk memantau beberapa gunung serta tempat pembuangan sampah (TPS).
Menurut dia, tempat tersebut rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan sehingga kejadian kebakaran di beberapa gunung dan TPS pada tahun 2023 tidak terulang kembali.
"Kejadian seperti tahun 2023 di Jateng, terjadi kebakaran beberapa gunung dan tempat pembuangan sampah. Kami sudah sepakat seluruh aparat juga tadi Pak Pj (Penjabat) Gubernur Jateng juga memberikan penekanan agar di 2024 tidak terjadi," katanya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Jateng Nama Sudjana mengatakan bahwa lima kabupaten/kota belum menetapkan status tanggap darurat karena kondisinya masih aman, terutama dari bencana kekeringan.
Sesuai data per 22 Juli 2024, kata dia, upaya distribusi air bersih sudah dilakukan di 10 kabupaten/kota yang tersebar di 25 kecamatan dan 33 desa terdampak kekeringan, dengan total penerima air bersih sejumlah 8.637 kepala keluarga (KK)/26.725 jiwa.
Berdasarkan prakiraan BMKG, kata dia, musim kemarau tahun ini akan lebih basah dan pendek dibandingkan kemarau tahun 2023, dan puncak kemarau berada di bulan Juli 2024.
Meski demikian, Pemprov Jateng tetap mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi bencana kekeringan tersebut, meliputi penerbitan surat edaran tentang antisipasi bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla), rapat koordinasi, serta melakukan pendataan kesiapan sarana dan prasarana wilayah kabupaten/kota.
"Tiap tahun menghadapi kekeringan dan musim hujan. Dalam menyikapi ancaman kekeringan, maka kami lakukan rapat koordinasi ini untuk persiapan lebih dini," kata Nana.