Semarang (ANTARA) - Kemenkominfo menggelar kegiatan Literasi Digital untuk menekankan bahaya hoaks sebagai salah satu implikasi nyata penyalahgunaan internet, terlebih lagi di tengah arus modernisasi yang memudahkan perkembangan teknologi, internet membawa banyak potensi.
"Internet mempunyai dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif, kita harus
memperbanyak konten- konten positif untuk mengimbangi konten- konten negatif di internet," kata Ketua Tim Literasi Digital sektor Pendidikan Bambang Tri Santoso.
Bambang mengimbau seluruh peserta untuk turut berkontribusi di ruang digital dengan
menciptakan konten-konten positif sebagai bentuk memerangi berita hoaks yang beredar di internet.
“Harapannya kegiatan Literasi Digital yang terselenggara bersama Universitas Tdulako ini dapat memberikan pemahaman praktis kepada peserta agar tidak lagi terdapat penyalahgunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari,” lanjutnya.
Bambang turut menyampaikan perihal empat pilar literasi digital yang dinilai penting untuk
disampaikan kepada para peserta, sehingga pemahamannya semakin meningkat ke arah yang lebih baik.
Menyambung pernyataan Bambang, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tadulako Ahmad
Herman membuka paparan Digital Ethics dengan pernyataan dualisme teknologi dan menurutnya teknologi adalah “way of life” namun dapat juga menjadi senjata yang berbalik bagi penggunanya, salah satunya adalah kemunculan hoaks.
“Hoaks muncul dari penyalahgunaan teknologi dan informasi. Gencar dan tidak dapat dihentikan 100 persen tapi yang mampu kita lakukan adalah menekan kemunculannya agar tidak berkembang menjadi masif dan menimbulkan gejolak sosial,” kata Ahmad.
Ahmad melanjutkan, terdapat beberapa cara untuk kebal terhadap hoaks, antara lain adalah, baca keseluruhan isi berita, berpikir kritis, check dan recheck, kurangin baper terhadap informasi yang sensitif, tahan jempol sebelum sharing, lapang dada toleran dan sabar dalam interaksi serta melatih integritas, dengan selalu jujur, dan adil terhadap berita yang benar.
Kiat-kiat juga turut disampaikan oleh Pandu Digital Badge Hitam, Fajar Eri Dianto untuk
mendekonstruksi informasi yang didapatkan pengguna internet, utamanya para mahasiswa Universitas Tadulako. Sedari awal, menurut Eri, mahasiswa harus kritis dengan
beragam analisis.
“Contoh-contoh kiat-kiat tersebut bisa dimulai dari pemikiran untuk dapat memahami kontradiksi dalam makna sebuah info,sehingga dapat mengubah teks dan merumuskan pemaknaan yang sesuai dan sengaja disembunyikan,” jelas Eri.
Setelah memahami makna terselubung, mahasiswa diminta untuk menyusun ulang informasi yang yang didapat, dan merumuskan makna yang sebenarnya, sehingga terungkap makna terselubung dalam kabar tersebut. Kemudian berani untuk mengungkapkan makna yang terselubung tadi dengan benar.
"Internet mempunyai dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif, kita harus
memperbanyak konten- konten positif untuk mengimbangi konten- konten negatif di internet," kata Ketua Tim Literasi Digital sektor Pendidikan Bambang Tri Santoso.
Bambang mengimbau seluruh peserta untuk turut berkontribusi di ruang digital dengan
menciptakan konten-konten positif sebagai bentuk memerangi berita hoaks yang beredar di internet.
“Harapannya kegiatan Literasi Digital yang terselenggara bersama Universitas Tdulako ini dapat memberikan pemahaman praktis kepada peserta agar tidak lagi terdapat penyalahgunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari,” lanjutnya.
Bambang turut menyampaikan perihal empat pilar literasi digital yang dinilai penting untuk
disampaikan kepada para peserta, sehingga pemahamannya semakin meningkat ke arah yang lebih baik.
Menyambung pernyataan Bambang, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tadulako Ahmad
Herman membuka paparan Digital Ethics dengan pernyataan dualisme teknologi dan menurutnya teknologi adalah “way of life” namun dapat juga menjadi senjata yang berbalik bagi penggunanya, salah satunya adalah kemunculan hoaks.
“Hoaks muncul dari penyalahgunaan teknologi dan informasi. Gencar dan tidak dapat dihentikan 100 persen tapi yang mampu kita lakukan adalah menekan kemunculannya agar tidak berkembang menjadi masif dan menimbulkan gejolak sosial,” kata Ahmad.
Ahmad melanjutkan, terdapat beberapa cara untuk kebal terhadap hoaks, antara lain adalah, baca keseluruhan isi berita, berpikir kritis, check dan recheck, kurangin baper terhadap informasi yang sensitif, tahan jempol sebelum sharing, lapang dada toleran dan sabar dalam interaksi serta melatih integritas, dengan selalu jujur, dan adil terhadap berita yang benar.
Kiat-kiat juga turut disampaikan oleh Pandu Digital Badge Hitam, Fajar Eri Dianto untuk
mendekonstruksi informasi yang didapatkan pengguna internet, utamanya para mahasiswa Universitas Tadulako. Sedari awal, menurut Eri, mahasiswa harus kritis dengan
beragam analisis.
“Contoh-contoh kiat-kiat tersebut bisa dimulai dari pemikiran untuk dapat memahami kontradiksi dalam makna sebuah info,sehingga dapat mengubah teks dan merumuskan pemaknaan yang sesuai dan sengaja disembunyikan,” jelas Eri.
Setelah memahami makna terselubung, mahasiswa diminta untuk menyusun ulang informasi yang yang didapat, dan merumuskan makna yang sebenarnya, sehingga terungkap makna terselubung dalam kabar tersebut. Kemudian berani untuk mengungkapkan makna yang terselubung tadi dengan benar.