Semarang (ANTARA) - Bank milik pemerintah di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang dibobol sekitar Rp7,7 miliar dengan modus kredit fiktif yang macet tersebut sebagai bagian dari kerugian perusahaan, kata Budiyono Saputro selaku saksi.

Budiyono, pimpinan cabang bank pemerintah tersebut, di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Senin, mengungkapkan bahwa pembobolan oleh terdakwa Anggoro Bagus Pamuji baru tahu setelah hasil audit khusus pada tahun 2021.

"Setelah saya mencari informasi, ternyata ada hampir 50 nasabah dengan kredit bermasalah," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi.

Perincian puluhan nasabah bermasalah tersebut, antara lain, lima nasabah yang sudah meninggal, tetapi klaim asuransinya tidak dilaporkan. Sebanyak 37 nasabah yang telah melunasi pinjaman, tetapi tidak dilunaskan pada laporan keuangan bank.

"Akhirnya, kami mengajukan penutupan kerugian ke direksi agar masuk dalam mekanisme kerugian bank," katanya.

Terhadap terdakwa, kata dia, telah mengembalikan sebagian kerugian negara sebesar Rp329,5 juta yang berasal dari hasil penjualan mobil, rumah, perhiasan, serta pencairan dana pensiun.

Saksi menambahkan bahwa mekanisme penutupan kerugian negara yang menjadi tanggungan perusahaan tersebut bertujuan untuk membantu para nasabah agar tidak lagi terikat dalam kewajiban pinjaman yang sebenarnya telah dilunasi.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Semarang mengadili Kepala Unit Pemasaran sebuah bank pemerintah di Kota Semarang, Anggoro Bagus Pamuji, atas tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp7,7 miliar.

Modus yang digunakan terdakwa dalam tindak pidana tersebut, yakni dengan menggelapkan uang klaim asuransi pinjaman serta mencairkan kredit dari debitur yang sudah meninggal dunia dalam kurun waktu 2019—2021.

Pewarta : Immanuel Citra Senjaya
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024