Pekalongan (ANTARA) - Pemerintah Kota Pekalongan, Jawa Tengah, membangun pemecah gelombang dan bangunan penunjang ekowisata sebagai upaya mendorong ketahanan masyarakat yang berada di wilayah pesisir.
Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid di Pekalongan, Selasa, mengatakan bahwa pemecah gelombang tersebut dibangun dua unit yaitu berukuran panjang 150 meter, lebar 19 meter, serta ketinggian 3 meter yang nantinya bertujuan untuk penguatan ekosistem mangrove dalam upaya mendukung pengembangan ekowisata.
"Mengingat, Kota Pekalongan merupakan satu dari sekian wilayah pesisir di Indonesia yang merasakan dampak perubahan iklim paling nyata dan bersifat multi sektor maka saya tekankan pada anak-anak muda terutama penggiat lingkungan, sukarelawan, dan masyarakat agar bisa peduli dengan hal itu," katanya.
Menurut dia, pembangunan pemecah gelombang dan bangunan penunjang ekowisata tersebut dibangun di Pusat Informasi Mangrove Kecamatan Pekalongan Utara.
"Penanganan dampak perubahan iklim ini tidak hanya bergantung pada peran pemerintah saja namun keterlibatan peran masyarakat juga sangat penting untuk bersama-sama mencegah dan mengurangi dampak tersebut secara signifikan," katanya.
Direktur Eksekutif Kemitraan Indonesia Laode Syarif mengatakan proyek pembangunan infrastruktur kerja sama Program Adaptation Fund berupa pemecah gelombang karena di wilayah pesisir banyak pohon mangrove yang sudah besar pun mati.
"Bangunan pemecah gelombang itu sebagai upaya penahan sedimen. Kalau naik dari laut ketika kembali ke laut sebagian sedimen bisa tertahan, dimana diharapkan akan berkurang arus gelombang air sehingga mangrove yang ada bisa tetap bertahan," katanya.
Menurut dia, pembangunan pemecah gelombang tersebut ditargetkan bisa selesai Juli 2024.
"Selain membangun pemecah gelombang, Kemitraan Indonesia juga akan memfasilitasi peningkatan pembaharuan maupun rehabilitasi MCK bagi warga serta berupaya memfasilitasi program dari sisi sektor perikanan dan pertanian," katanya.
Baca juga: Masyarakat Klaten komitmen garap desa ekowisata
Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid di Pekalongan, Selasa, mengatakan bahwa pemecah gelombang tersebut dibangun dua unit yaitu berukuran panjang 150 meter, lebar 19 meter, serta ketinggian 3 meter yang nantinya bertujuan untuk penguatan ekosistem mangrove dalam upaya mendukung pengembangan ekowisata.
"Mengingat, Kota Pekalongan merupakan satu dari sekian wilayah pesisir di Indonesia yang merasakan dampak perubahan iklim paling nyata dan bersifat multi sektor maka saya tekankan pada anak-anak muda terutama penggiat lingkungan, sukarelawan, dan masyarakat agar bisa peduli dengan hal itu," katanya.
Menurut dia, pembangunan pemecah gelombang dan bangunan penunjang ekowisata tersebut dibangun di Pusat Informasi Mangrove Kecamatan Pekalongan Utara.
"Penanganan dampak perubahan iklim ini tidak hanya bergantung pada peran pemerintah saja namun keterlibatan peran masyarakat juga sangat penting untuk bersama-sama mencegah dan mengurangi dampak tersebut secara signifikan," katanya.
Direktur Eksekutif Kemitraan Indonesia Laode Syarif mengatakan proyek pembangunan infrastruktur kerja sama Program Adaptation Fund berupa pemecah gelombang karena di wilayah pesisir banyak pohon mangrove yang sudah besar pun mati.
"Bangunan pemecah gelombang itu sebagai upaya penahan sedimen. Kalau naik dari laut ketika kembali ke laut sebagian sedimen bisa tertahan, dimana diharapkan akan berkurang arus gelombang air sehingga mangrove yang ada bisa tetap bertahan," katanya.
Menurut dia, pembangunan pemecah gelombang tersebut ditargetkan bisa selesai Juli 2024.
"Selain membangun pemecah gelombang, Kemitraan Indonesia juga akan memfasilitasi peningkatan pembaharuan maupun rehabilitasi MCK bagi warga serta berupaya memfasilitasi program dari sisi sektor perikanan dan pertanian," katanya.
Baca juga: Masyarakat Klaten komitmen garap desa ekowisata