Semarang (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menyebutkan perekonomian Jawa Tengah tetap tumbuh solid dan positif hingga triwulan III 2023 meski terdapat perlambatan di sejumlah sektor, seperti ekspor dan pertanian.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Jateng Rahmat Dwisaputra, di Semarang, Rabu, menyampaikan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi Jateng terbesar pada sisi pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT).
Dari sisi pengeluaran, kata dia, konsumsi rumah tangga memiliki andil terbesar terhadap ekonomi Jateng, yakni sebesar 3,49 persen dan tumbuh sebesar 5,97 persen (year on year).
Pertumbuhan positif konsumsi rumah tangga sejalan dengan daya beli masyarakat yang mulai stabil akibat inflasi yang terkendali pada triwulan III 2023, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada pada level optimis yakni 126,8 (di atas 100).
Ia menjelaskan komponen konsumsi LNPRT juga tumbuh tinggi sebesar 7,14 persen (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas kegiatan menjelang Pemilihan Umum 2024.
Sedangkan dari sisi lapangan usaha, kata dia, sumber pertumbuhan ekonomi Jateng berasal dari sektor industri pengolahan memiliki andil sebesar 1,61 persen, dengan pertumbuhan sebesar 4,96 persen (yoy), seiring dengan permintaan domestik yang masih kuat.
Sektor informasi dan komunikasi juga tumbuh kuat sebesar 12,60 persen, sejalan dengan jasa layanan komunikasi yang naik sebesar 4,1 persen.
Meski demikian, terdapat beberapa komponen yang menahan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, yaitu investasi dan net ekspor luar negeri. Pada Triwulan III 2023, komponen investasi terkontraksi 0,78 persen (yoy).
Selain karena beberapa proyek investasi sudah terealisasi pada semester I 2023, terdapat kendala pembangunan PSN Jalan Tol Semarang-Demak Seksi I akibat pembebasan lahan dan perlambatan pembangunan pelabuhan Jetty di KIT Batang, antara lain karena faktor perizinan.
Rahmat menyebutkan bahwa kinerja ekspor pada triwulan berjalan juga masih menghambat laju pertumbuhan ekonomi Jateng lebih tinggi, dengan catatan masih terkontraksi sebesar 0,42 persen (yoy).
Hal tersebut disebabkan oleh kinerja ekspor luar negeri yang masih terkontraksi (-11,85 persen; yoy), seiring dengan perlambatan permintaan barang ekspor dari mitra dagang utama, yakni Amerika Serikat dan Eropa).
Sejalan dengan hal itu, impor Jateng juga masih terkontraksi pada triwulan III 2023 (-4,02 persen; yoy) yang disebabkan oleh penurunan impor bahan baku dan barang modal meski impor barang konsumsi meningkat.
Sektor pertanian tumbuh melambat sebesar 1,78 persen (yoy) disebabkan produksi padi yang terkontraksi sebesar 3,40 persen (yoy), atau lebih dari triwulan lalu sebesar -1,72 persen (yoy).
Penurunan produksi padi tersebut seiring dengan penurunan luas panen padi sebesar -4,67 persen (yoy) pada triwulan III 2023, akibat dampak El Nino dan pengalihan jenis tanaman dari padi ke jagung atau holtikultura.
Ke depan, kata Rahmat, pemulihan ekonomi Jateng diperkirakan terus berlanjut dengan perbaikan dari sisi domestik, khususnya investasi dengan adanya kawasan industri terpadu yang menjadi daya tarik bagi investor.
Sementara peningkatan sisi ekspor luar negeri diperkirakan masih terkendala oleh moderasi perekonomian global akibat inflasi global yang masih tinggi dan "heatwave" yang berdampak pada peningkatan harga komoditas, terutama pangan.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Jateng Rahmat Dwisaputra, di Semarang, Rabu, menyampaikan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi Jateng terbesar pada sisi pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT).
Dari sisi pengeluaran, kata dia, konsumsi rumah tangga memiliki andil terbesar terhadap ekonomi Jateng, yakni sebesar 3,49 persen dan tumbuh sebesar 5,97 persen (year on year).
Pertumbuhan positif konsumsi rumah tangga sejalan dengan daya beli masyarakat yang mulai stabil akibat inflasi yang terkendali pada triwulan III 2023, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada pada level optimis yakni 126,8 (di atas 100).
Ia menjelaskan komponen konsumsi LNPRT juga tumbuh tinggi sebesar 7,14 persen (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas kegiatan menjelang Pemilihan Umum 2024.
Sedangkan dari sisi lapangan usaha, kata dia, sumber pertumbuhan ekonomi Jateng berasal dari sektor industri pengolahan memiliki andil sebesar 1,61 persen, dengan pertumbuhan sebesar 4,96 persen (yoy), seiring dengan permintaan domestik yang masih kuat.
Sektor informasi dan komunikasi juga tumbuh kuat sebesar 12,60 persen, sejalan dengan jasa layanan komunikasi yang naik sebesar 4,1 persen.
Meski demikian, terdapat beberapa komponen yang menahan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, yaitu investasi dan net ekspor luar negeri. Pada Triwulan III 2023, komponen investasi terkontraksi 0,78 persen (yoy).
Selain karena beberapa proyek investasi sudah terealisasi pada semester I 2023, terdapat kendala pembangunan PSN Jalan Tol Semarang-Demak Seksi I akibat pembebasan lahan dan perlambatan pembangunan pelabuhan Jetty di KIT Batang, antara lain karena faktor perizinan.
Rahmat menyebutkan bahwa kinerja ekspor pada triwulan berjalan juga masih menghambat laju pertumbuhan ekonomi Jateng lebih tinggi, dengan catatan masih terkontraksi sebesar 0,42 persen (yoy).
Hal tersebut disebabkan oleh kinerja ekspor luar negeri yang masih terkontraksi (-11,85 persen; yoy), seiring dengan perlambatan permintaan barang ekspor dari mitra dagang utama, yakni Amerika Serikat dan Eropa).
Sejalan dengan hal itu, impor Jateng juga masih terkontraksi pada triwulan III 2023 (-4,02 persen; yoy) yang disebabkan oleh penurunan impor bahan baku dan barang modal meski impor barang konsumsi meningkat.
Sektor pertanian tumbuh melambat sebesar 1,78 persen (yoy) disebabkan produksi padi yang terkontraksi sebesar 3,40 persen (yoy), atau lebih dari triwulan lalu sebesar -1,72 persen (yoy).
Penurunan produksi padi tersebut seiring dengan penurunan luas panen padi sebesar -4,67 persen (yoy) pada triwulan III 2023, akibat dampak El Nino dan pengalihan jenis tanaman dari padi ke jagung atau holtikultura.
Ke depan, kata Rahmat, pemulihan ekonomi Jateng diperkirakan terus berlanjut dengan perbaikan dari sisi domestik, khususnya investasi dengan adanya kawasan industri terpadu yang menjadi daya tarik bagi investor.
Sementara peningkatan sisi ekspor luar negeri diperkirakan masih terkendala oleh moderasi perekonomian global akibat inflasi global yang masih tinggi dan "heatwave" yang berdampak pada peningkatan harga komoditas, terutama pangan.