Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberdayakan potensi pangan lokal di masyarakat sebagai salah satu upaya mengurangi ketergantungan terhadap beras dan gandum.
“Kami terus memberdayakan potensi pangan lokal. Beragam upaya dilakukan, mulai imbauan yang pro dengan olahan lokal seperti penggunaan kudapan dari bahan mocaf, jagung, dan sebagainya hingga menyelenggarakan festival pangan,” kata Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Jateng Sujarwanto Dwiatmoko di Semarang, Selasa.
Ia mengungkapkan, tingkat konsumsi beras warga Jateng sebagai pangan pokok pada 2022 mencapai 87,9 kilogram per kapita per tahun, sedangkan impor gandum Indonesia mencapai 9,3 juta ton.
“Angka konsumsi umbi-umbian 14,6 kilogram per kapita per tahun, hanya seperenam dari beras, padahal Indonesia adalah produsen singkong terbesar keenam sedunia. Produksi singkong di Jateng mencapai 1,3 juta ton,” ujarnya.
Dengan potensi tersebut, dirinya menilai ada peluang pemberdayaan ekonomi petani singkong dan melalui penganekaragaman produk, diharapkan bisa memicu ketertarikan pasar terhadap umbi-umbian seperti mengubah singkong menjadi tepung singkong atau modified casava flour (mocaf).
“Ini bisa digunakan sebagai pengganti tepung terigu dan bisa disimpan dalam waktu lama. Harga singkong sekarang Rp500-Rp1.000 per kilogram, kalau dijadikan mocaf bisa sampai Rp16 ribu-Rp20 ribu per kilogram. Artinya ada nilai tambah ekonomi bagi petani,” katanya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jateng Dyah Lukisari menambahkan, penganekaragaman pangan lokal dilakukan secara sistematis dan pihaknya telah melakukan beberapa kegiatan untuk mempromosikan pangan lokal.
“Bahkan untuk cadangan pangan pemerintah, pihaknya menganggarkan Rp420 juta untuk pembelian mi mocaf serta membantu penyediaan alat pengolah beras analog bagi gabungan kelompok tani,” ujarnya.
“Kami terus memberdayakan potensi pangan lokal. Beragam upaya dilakukan, mulai imbauan yang pro dengan olahan lokal seperti penggunaan kudapan dari bahan mocaf, jagung, dan sebagainya hingga menyelenggarakan festival pangan,” kata Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Jateng Sujarwanto Dwiatmoko di Semarang, Selasa.
Ia mengungkapkan, tingkat konsumsi beras warga Jateng sebagai pangan pokok pada 2022 mencapai 87,9 kilogram per kapita per tahun, sedangkan impor gandum Indonesia mencapai 9,3 juta ton.
“Angka konsumsi umbi-umbian 14,6 kilogram per kapita per tahun, hanya seperenam dari beras, padahal Indonesia adalah produsen singkong terbesar keenam sedunia. Produksi singkong di Jateng mencapai 1,3 juta ton,” ujarnya.
Dengan potensi tersebut, dirinya menilai ada peluang pemberdayaan ekonomi petani singkong dan melalui penganekaragaman produk, diharapkan bisa memicu ketertarikan pasar terhadap umbi-umbian seperti mengubah singkong menjadi tepung singkong atau modified casava flour (mocaf).
“Ini bisa digunakan sebagai pengganti tepung terigu dan bisa disimpan dalam waktu lama. Harga singkong sekarang Rp500-Rp1.000 per kilogram, kalau dijadikan mocaf bisa sampai Rp16 ribu-Rp20 ribu per kilogram. Artinya ada nilai tambah ekonomi bagi petani,” katanya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jateng Dyah Lukisari menambahkan, penganekaragaman pangan lokal dilakukan secara sistematis dan pihaknya telah melakukan beberapa kegiatan untuk mempromosikan pangan lokal.
“Bahkan untuk cadangan pangan pemerintah, pihaknya menganggarkan Rp420 juta untuk pembelian mi mocaf serta membantu penyediaan alat pengolah beras analog bagi gabungan kelompok tani,” ujarnya.