Pekalongan (ANTARA) - Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Pekalongan, Jawa Tengah memberikan pelatihan kepada narapidana warga binaan tentang cara pengembangan budi daya cacing tanah putih sebagai bekal usaha setelah mereka selesai menjalani hukuman.
Kepala Rutan Kelas II A Pekalongan Anggit Yongki Setiawan, di Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu, mengatakan bahwa cacing tanah putih memiliki nilai jual tinggi untuk dijadikan pakan ternak unggas, ikan, dan bahan obat bahkan kosmetik.
"Budi daya cacing dipilih karena perawatannya terhitung mudah dan murah, yaitu pakan akan menggunakan sisa bahan makanan dan sayuran yang bisa diperoleh dari sisa makanan dapur rutan," katanya.
Menurut dia, pengembangan budi daya cacang putih ini pada awalnya dengan mencari bibit indukan yang ada di tanah sekitar rutan dan menggunakan media berupa boks dengan alas karung yang berfungsi untuk menjaga kelembapan.
Kemudian, kata dia lagi, media itu diberi tanah yang telah diberi nutrisi dan pupuk kompos yang berasal dari bantuan Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan.
Anggit yang didampingi Kasubsi Bimbingan Kegiatan Rutan Eko Kurniawan menjelaskan, setiap boks diberi dua cacing indukan (jantan dan betina) yang sudah siap untuk diternakkan dan ditunggu selama 40 hari.
"Setelah berumur 40 hari, cacing sudah bisa siap dipanen. Untuk pakan cacing, kami memanfaatkan limbah sisa makanan dan sayuran dari dapur rutan," katanya pula.
Ia menyebut, pemasaran hasil budi daya cacing tanah putih ini, saat ini sementara baru bisa dijual kepada para penjual pakan ternak unggas dan para pemancing ikan.
"Adapun harga cacing tanah ini dijual bisa mencapai Rp65 ribu per kilogram. Karena masih skala kecil, maka untuk sekali panen kami biasanya mendapatkan hasil 2-4 kilogram cacing," kata dia lagi.
Baca juga: UNS komitmen dampingi UMKM naik kelas melalui MBKM
Kepala Rutan Kelas II A Pekalongan Anggit Yongki Setiawan, di Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu, mengatakan bahwa cacing tanah putih memiliki nilai jual tinggi untuk dijadikan pakan ternak unggas, ikan, dan bahan obat bahkan kosmetik.
"Budi daya cacing dipilih karena perawatannya terhitung mudah dan murah, yaitu pakan akan menggunakan sisa bahan makanan dan sayuran yang bisa diperoleh dari sisa makanan dapur rutan," katanya.
Menurut dia, pengembangan budi daya cacang putih ini pada awalnya dengan mencari bibit indukan yang ada di tanah sekitar rutan dan menggunakan media berupa boks dengan alas karung yang berfungsi untuk menjaga kelembapan.
Kemudian, kata dia lagi, media itu diberi tanah yang telah diberi nutrisi dan pupuk kompos yang berasal dari bantuan Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan.
Anggit yang didampingi Kasubsi Bimbingan Kegiatan Rutan Eko Kurniawan menjelaskan, setiap boks diberi dua cacing indukan (jantan dan betina) yang sudah siap untuk diternakkan dan ditunggu selama 40 hari.
"Setelah berumur 40 hari, cacing sudah bisa siap dipanen. Untuk pakan cacing, kami memanfaatkan limbah sisa makanan dan sayuran dari dapur rutan," katanya pula.
Ia menyebut, pemasaran hasil budi daya cacing tanah putih ini, saat ini sementara baru bisa dijual kepada para penjual pakan ternak unggas dan para pemancing ikan.
"Adapun harga cacing tanah ini dijual bisa mencapai Rp65 ribu per kilogram. Karena masih skala kecil, maka untuk sekali panen kami biasanya mendapatkan hasil 2-4 kilogram cacing," kata dia lagi.
Baca juga: UNS komitmen dampingi UMKM naik kelas melalui MBKM