Semarang (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang menegaskan bahwa retribusi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) perlu ditertibkan kembali untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
"Rusunawa ini persoalannya agak kompleks ya. Yang menempati atau tinggal di sana adalah mereka yang tingkat ekonominya rendah," kata Ketua DPRD Kota Semarang Kadarlusman di Semarang, Kamis.
Menurut Pilus, sapaan akrabnya, rusunawa memang dibangun pemerintah untuk membantu kebutuhan tempat tinggal bagi warga yang tidak mampu melalui sistem sewa.
"Mungkin banyak mereka beranggapan, 'Ini rumah punya pemerintah dan kami warga enggak mampu. Mereka berkeinginan 'nek iso enggak bayar'. Ada juga yang punya harapan seperti itu, kan repot juga," katanya.
Meski fasilitas pemerintah untuk masyarakat tidak mampu, kata dia, rusunawa tetap membutuhkan retribusi untuk pengelolaan dan perawatan demi kelangsungan fasilitas tersebut.
"Dari Dewan mendorong supaya ditertibkan dan ditegaskan lagi. Kewajiban mereka sebagai penghuni rusunawa, ya, harus bayar (retribusi, red.)," katanya.
Sebelumnya, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang mencatat tunggakan sewa atau retribusi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) hingga saat ini mencapai Rp2 miliar.
Sekretaris Disperkim Kota Semarang Murni Ediati menyebutkan bahwa tunggakan sewa rusunawa tersebut terjadi sejak 2010 hingga 2023 yang semula berjumlah Rp5 miliar.
"Tunggakannya dari Rp5 miliar, sampai tahun ini (ada yang) sudah dibayarkan. Totalnya sekarang Rp2 miliar. Harapannya, tahun ini 'clear' ya," kata Pipik, sapaan akrabnya.
Menurut dia, tunggakan sewa rusunawa itu merupakan persoalan yang sudah berlangsung turun temurun dan sedemikian kompleks sehingga membutuhkan waktu untuk menertibkan administrasi.
"(Permasalahannya) Kompleks ya. Makanya, dari Bu Wali Kota coba untuk menata kembali. Ibu (Wali kota) kan dhawuhnya (memerintahkan) itu 'zero' temuan," katanya.
Sejak lima tahun lalu mulai dilakukan penataan dan penertiban administrasi rusunawa di Kota Semarang yang totalnya berjumlah delapan rusunawa, yakni Rusunawa Plamongansari, Karangroto, Bandarharjo, Pekunden, Kaligawe, Kudu, Jrakah, dan Sawah Besar.
"Rusunawa ini persoalannya agak kompleks ya. Yang menempati atau tinggal di sana adalah mereka yang tingkat ekonominya rendah," kata Ketua DPRD Kota Semarang Kadarlusman di Semarang, Kamis.
Menurut Pilus, sapaan akrabnya, rusunawa memang dibangun pemerintah untuk membantu kebutuhan tempat tinggal bagi warga yang tidak mampu melalui sistem sewa.
"Mungkin banyak mereka beranggapan, 'Ini rumah punya pemerintah dan kami warga enggak mampu. Mereka berkeinginan 'nek iso enggak bayar'. Ada juga yang punya harapan seperti itu, kan repot juga," katanya.
Meski fasilitas pemerintah untuk masyarakat tidak mampu, kata dia, rusunawa tetap membutuhkan retribusi untuk pengelolaan dan perawatan demi kelangsungan fasilitas tersebut.
"Dari Dewan mendorong supaya ditertibkan dan ditegaskan lagi. Kewajiban mereka sebagai penghuni rusunawa, ya, harus bayar (retribusi, red.)," katanya.
Sebelumnya, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang mencatat tunggakan sewa atau retribusi rumah susun sederhana sewa (rusunawa) hingga saat ini mencapai Rp2 miliar.
Sekretaris Disperkim Kota Semarang Murni Ediati menyebutkan bahwa tunggakan sewa rusunawa tersebut terjadi sejak 2010 hingga 2023 yang semula berjumlah Rp5 miliar.
"Tunggakannya dari Rp5 miliar, sampai tahun ini (ada yang) sudah dibayarkan. Totalnya sekarang Rp2 miliar. Harapannya, tahun ini 'clear' ya," kata Pipik, sapaan akrabnya.
Menurut dia, tunggakan sewa rusunawa itu merupakan persoalan yang sudah berlangsung turun temurun dan sedemikian kompleks sehingga membutuhkan waktu untuk menertibkan administrasi.
"(Permasalahannya) Kompleks ya. Makanya, dari Bu Wali Kota coba untuk menata kembali. Ibu (Wali kota) kan dhawuhnya (memerintahkan) itu 'zero' temuan," katanya.
Sejak lima tahun lalu mulai dilakukan penataan dan penertiban administrasi rusunawa di Kota Semarang yang totalnya berjumlah delapan rusunawa, yakni Rusunawa Plamongansari, Karangroto, Bandarharjo, Pekunden, Kaligawe, Kudu, Jrakah, dan Sawah Besar.