Semarang (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati memberikan perhatian khusus kepada seorang ibu muda berinisial S (32) asal Bekasi, Jawa Barat, yang menuntut hak asuh anaknya setelah proses perceraian.

Setelah mendengar langsung curahan hati S usai malam Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 di Kota Semarang beberapa waktu lalu, Menteri Bintang dengan lembut namun tegas memanggil dua pejabat penting yang turut hadir dalam kegiatan itu.

Kedua pejabat itu adalah Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar dan Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto.
Keduanya diminta turut mengawal kasus tersebut yang sudah dilaporkan ke Polda Kepri dan Polda Lampung.

Kasus itu kini menjadi prioritas dan perhatian Kementerian PPPA dan Kompolnas agar keadilan dan kepentingan anak bisa diberikan.
"Kasus ibu sudah menjadi prioritas kami. Kompolnas sudah bantu dan akan bantu untuk keadilan ibu dan anak," tegasnya.

Pernyataan Menteri Bintang tersebut menjadi angin segar bagi S untuk kembali mendapatkan hak asuh anak agar buah hati segera kembali ke pelukannya.
Dirinya menuntut polisi bertindak tegas terhadap dugaan pidana KDRT yang dilakukan DM.

“Saya memohon komitmen nyata untuk perlindungan korban dari Kementerian PPPA dan Kompolnas untuk turut mengawal kasus dugaan pidana KDRT di Polda Kepri dan dugaan pidana keterangan palsu di Polda Lampung berkaitan dengan paspor anak EGP. Kedua laporan sudah naik tersangka dan saya menanti kapan ada tindakan nyata untuk penahanan atas tersangka?,” ujarnya.
Sudah hampir satu tahun, S dipisahkan dari anaknya EGP yang saat ini berusia 2 tahun 3 bulan.

EGP dipisahkan dari ibunya saat berusia 1 tahun 4 bulan yang mestinya masih harus mengonsumsi air susu ibu.
Anak itu disebut dibawa oleh ayahnya berinisial DM tanpa izin akibatnya S saat ini juga tidak mengetahui kondisi buah hatinya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 41, disimpulkan bahwa kedua orang tua memiliki kewajiban yang sama untuk memelihara dan mendidik anaknya.
Aturan terkait pemegang hak asuh anak dituangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam Pasal 105 KHI, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun merupakan hak ibunya.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975 menyatakan “Berdasarkan yurisprudensi mengenai perwalian anak, patokannya ialah bahwa ibu kandung yang diutamakan, khususnya bagi anak-anak yang masih kecil, karena kepentingan anak yang menjadi kriterium, kecuali kalau terbukti bahwa ibu tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya”.

Sama seperti Putusan Mahkamah Agung RI No. 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 yang menyatakan bahwa “Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu ibu.


Pewarta : Wisnu A.N
Editor : Wisnu Adhi Nugroho
Copyright © ANTARA 2024