Semarang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Semarang menyebutkan bahwa penyebab terbesar penyakit diabetes melitus (DM) karena pola hidup yang tidak sehat, tidak terkontrol, dan kurangnya aktivitas fisik.
"Kalau DM yang dari keturunan paling tidak sampai 5 persen. Paling tinggi ya pola hidup, di dalamnya ada pola makan dan aktivitas fisik," kata Kepala Dinkes Kota Semarang dr Abdul Hakam di Semarang, Selasa.
Ia menjelaskan pola makan yang tidak terkontrol dan kurangnya aktivitas fisik cenderung akan menjadikan orang mengalami obesitas dan nantinya akan mengakibatkan diabetes.
Menurut dia, sejauh ini penderita DM memang paling banyak dari kalangan lansia, tetapi untuk masyarakat usia produktif, termasuk muda tetap harus mewaspadai penyakit DM.
"Sekarang ini, kasus DM cenderung lebih cepat terjadi pada usia lebih muda. Kalau dulu, yang DM biasanya di atas 50 tahun ya, tetapi sekarang ini usia di bawah 40 tahun sudah ada yang terkena diabetes," jelasnya.
"Kalau dulu ada ya, istilah cut off masuk 40 tahun waspada (menjaga pola hidup sehat), sekarang ini 30 tahun sudah harus waspada," katanya.
Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk lebih cerdas dalam memilah makanan yang dikonsumsi dan disesuaikan dengan aktivitas fisik keseharian.
"Makan tiga kali sehari tetap, tapi karbohidratnya harus benar. Disesuaikan dengan aktivitas fisik. Kalau aktivitas fisik banyak, karbohidrat banyak tidak masalah," katanya.
Ia menyebutkan makanan yang mengandung karbohidrat banyak, mulai nasi, jagung, kentang, dan ketela yang memang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi dalam takaran yang seimbang.
"Tubuh tetap butuh karbohidrat. Kalau yang paling banyak protein, yang akan bermasalah ginjalnya, kerjanya jadi tambah kenceng. Jadi, semua sudah ada porsinya," katanya.
Pada tahun ini, Hakam menyebutkan kasus DM di Semarang yang tidak tergantung insulin tercatat sebanyak 5.836 kasus, sedangkan yang tergantung insulin 186 kasus.
"Kalau dilihat petanya banyak perempuan, karena lansia di Kota Semarang paling banyak memang perempuan. Paling banyak ya di daerah padat penduduk, seperti Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, dan Ngaliyan," kata Hakam.
"Kalau DM yang dari keturunan paling tidak sampai 5 persen. Paling tinggi ya pola hidup, di dalamnya ada pola makan dan aktivitas fisik," kata Kepala Dinkes Kota Semarang dr Abdul Hakam di Semarang, Selasa.
Ia menjelaskan pola makan yang tidak terkontrol dan kurangnya aktivitas fisik cenderung akan menjadikan orang mengalami obesitas dan nantinya akan mengakibatkan diabetes.
Menurut dia, sejauh ini penderita DM memang paling banyak dari kalangan lansia, tetapi untuk masyarakat usia produktif, termasuk muda tetap harus mewaspadai penyakit DM.
"Sekarang ini, kasus DM cenderung lebih cepat terjadi pada usia lebih muda. Kalau dulu, yang DM biasanya di atas 50 tahun ya, tetapi sekarang ini usia di bawah 40 tahun sudah ada yang terkena diabetes," jelasnya.
"Kalau dulu ada ya, istilah cut off masuk 40 tahun waspada (menjaga pola hidup sehat), sekarang ini 30 tahun sudah harus waspada," katanya.
Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk lebih cerdas dalam memilah makanan yang dikonsumsi dan disesuaikan dengan aktivitas fisik keseharian.
"Makan tiga kali sehari tetap, tapi karbohidratnya harus benar. Disesuaikan dengan aktivitas fisik. Kalau aktivitas fisik banyak, karbohidrat banyak tidak masalah," katanya.
Ia menyebutkan makanan yang mengandung karbohidrat banyak, mulai nasi, jagung, kentang, dan ketela yang memang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi dalam takaran yang seimbang.
"Tubuh tetap butuh karbohidrat. Kalau yang paling banyak protein, yang akan bermasalah ginjalnya, kerjanya jadi tambah kenceng. Jadi, semua sudah ada porsinya," katanya.
Pada tahun ini, Hakam menyebutkan kasus DM di Semarang yang tidak tergantung insulin tercatat sebanyak 5.836 kasus, sedangkan yang tergantung insulin 186 kasus.
"Kalau dilihat petanya banyak perempuan, karena lansia di Kota Semarang paling banyak memang perempuan. Paling banyak ya di daerah padat penduduk, seperti Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, dan Ngaliyan," kata Hakam.