Purwokerto (ANTARA) - Keluarga Jakam meminta Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas, Jawa Tengah, mengusut tuntas kasus kematian anaknya, OK (26), di dalam tahanan.
OK ditangkap atas dugaan kasus pencurian.
"Saya tidak terima anak saya meninggal dunia dalam kondisi seperti itu. Saya ingin pelakunya dihukum," kata Jakam (51) di rumahnya, Desa Purwasari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Senin, dengan didampingi penasihat hukumnya, Silvia Devi Soembarto.
Lebih lanjut mengenai kronologi penangkapan terhadap anak Jakam, Silvia Devi Soembarto mengatakan bahwa OK dijemput di rumahnya oleh enam orang yang mengaku dari kepolisian pada hari Rabu (17/5) pukul 21.30 WIB.
"Memang ada bukti video penangkapan. Itu hanya terlihat tiga orang (polisi) saja," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Relawan Jokowi Bersatu (RJB) itu.
Saat dijemput, kata dia, OK dalam kondisi sehat dan bugar seperti yang terlihat dalam video penangkapan tersebut.
Akan tetapi, saat OK dijemput polisi, lanjut dia, keluarga Jakam tidak mendapatkan surat penangkapan dan surat tersebut baru diberikan 3 hari setelahnya.
"Pada tanggal yang sama juga, ada surat penahanan dengan tanggal yang sama," jelasnya.
Surat itu menyebutkan bahwa selama 20 hari ke depan OK tidak boleh dibesuk. Sejak saat itu, pihak keluarga tidak mengetahui keberadaan OK.
Hingga akhirnya OK dipulangkan ke rumah keluarganya pada Jumat (2/6) siang dengan diantar ambulans dalam kondisi meninggal dunia.
Berdasarkan informasi dari polisi yang mengantarkan jenazah, OK terlalu banyak mengonsumsi minuman beralkohol sehingga kadar alkoholnya tinggi dan ada gagal ginjal.
"Keluarga pun ingin melihat mayatnya, akhirnya tutup pintu segala macam dan difotokan di rumah duka pada hari itu juga sebelum dikubur," kata Silvia.
Setelah kain kafan yang menutupi tubuh almarhum dibuka, kata dia, diketahui pada tubuh OK banyak terdapat luka seperti di sekitar pinggang, punggung, betis, lutut, dan pergelangan kaki.
Secara kebetulan, lanjut dia, salah seorang sepupu OK merupakan anggota LBH RJB menginformasikan bahwa keluarga Jakam keberatan atas kondisi jenazah anaknya.
"Beliau melaporkan kepada staf saya, kemudian saya datang ke sini mengumpulkan semua bukti. Akhirnya saya bertemu dengan Pak Kasatreskrim kemarin," tegasnya.
Saat bertemu Kasatreskrim Polresta Banyumas Kompol Agus Supriadi Siswanto, pihaknya mendapat informasi jika memang benar OK ditangkap oleh anggota Polresta Banyumas.
Akan tetapi, penanganan selanjutnya, kata dia, didisposisikan atau dilimpahkan ke Polsek Baturraden
"Asumsinya, entah itu ditahan di Polsek Baturraden atau ditahan di Polresta Banyumas karena kami masih asumsi, tidak ada jawaban yang jelas. Kemarin, saya juga sampaikan kepada Kasatreskrim untuk autopsi," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya bersama keluarga Jakam mengajukan tiga permintaan, yakni pertama berupa pengusutan tuntas terhadap kasus tersebut dan pelakunya harus dihukum.
"Saya minta usut tuntas dan pelaku harus dihukum. Saya tidak bisa berasumsi siapa pelakunya, tetapi wajib dihukum," tegasnya.
Permintaan kedua, kata dia, Polresta Banyumas harus mengadakan konferensi pers sebagai transparansi dan keterbukaan kepada masyarakat
Permintaan ketiga, lanjut dia, pihak keluarga meminta ganti rugi karena nyawa tidak bisa disamakan dengan uang, benda, atau barang.
Saat dihubungi wartawan, Kasatreskrim Polresta Banyumas Kompol Agus Supriadi Siswanto mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
Baca juga: Masa tahanan Bupati Pemalang nonaktif diperpanjang
OK ditangkap atas dugaan kasus pencurian.
"Saya tidak terima anak saya meninggal dunia dalam kondisi seperti itu. Saya ingin pelakunya dihukum," kata Jakam (51) di rumahnya, Desa Purwasari, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Senin, dengan didampingi penasihat hukumnya, Silvia Devi Soembarto.
Lebih lanjut mengenai kronologi penangkapan terhadap anak Jakam, Silvia Devi Soembarto mengatakan bahwa OK dijemput di rumahnya oleh enam orang yang mengaku dari kepolisian pada hari Rabu (17/5) pukul 21.30 WIB.
"Memang ada bukti video penangkapan. Itu hanya terlihat tiga orang (polisi) saja," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Relawan Jokowi Bersatu (RJB) itu.
Saat dijemput, kata dia, OK dalam kondisi sehat dan bugar seperti yang terlihat dalam video penangkapan tersebut.
Akan tetapi, saat OK dijemput polisi, lanjut dia, keluarga Jakam tidak mendapatkan surat penangkapan dan surat tersebut baru diberikan 3 hari setelahnya.
"Pada tanggal yang sama juga, ada surat penahanan dengan tanggal yang sama," jelasnya.
Surat itu menyebutkan bahwa selama 20 hari ke depan OK tidak boleh dibesuk. Sejak saat itu, pihak keluarga tidak mengetahui keberadaan OK.
Hingga akhirnya OK dipulangkan ke rumah keluarganya pada Jumat (2/6) siang dengan diantar ambulans dalam kondisi meninggal dunia.
Berdasarkan informasi dari polisi yang mengantarkan jenazah, OK terlalu banyak mengonsumsi minuman beralkohol sehingga kadar alkoholnya tinggi dan ada gagal ginjal.
"Keluarga pun ingin melihat mayatnya, akhirnya tutup pintu segala macam dan difotokan di rumah duka pada hari itu juga sebelum dikubur," kata Silvia.
Setelah kain kafan yang menutupi tubuh almarhum dibuka, kata dia, diketahui pada tubuh OK banyak terdapat luka seperti di sekitar pinggang, punggung, betis, lutut, dan pergelangan kaki.
Secara kebetulan, lanjut dia, salah seorang sepupu OK merupakan anggota LBH RJB menginformasikan bahwa keluarga Jakam keberatan atas kondisi jenazah anaknya.
"Beliau melaporkan kepada staf saya, kemudian saya datang ke sini mengumpulkan semua bukti. Akhirnya saya bertemu dengan Pak Kasatreskrim kemarin," tegasnya.
Saat bertemu Kasatreskrim Polresta Banyumas Kompol Agus Supriadi Siswanto, pihaknya mendapat informasi jika memang benar OK ditangkap oleh anggota Polresta Banyumas.
Akan tetapi, penanganan selanjutnya, kata dia, didisposisikan atau dilimpahkan ke Polsek Baturraden
"Asumsinya, entah itu ditahan di Polsek Baturraden atau ditahan di Polresta Banyumas karena kami masih asumsi, tidak ada jawaban yang jelas. Kemarin, saya juga sampaikan kepada Kasatreskrim untuk autopsi," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya bersama keluarga Jakam mengajukan tiga permintaan, yakni pertama berupa pengusutan tuntas terhadap kasus tersebut dan pelakunya harus dihukum.
"Saya minta usut tuntas dan pelaku harus dihukum. Saya tidak bisa berasumsi siapa pelakunya, tetapi wajib dihukum," tegasnya.
Permintaan kedua, kata dia, Polresta Banyumas harus mengadakan konferensi pers sebagai transparansi dan keterbukaan kepada masyarakat
Permintaan ketiga, lanjut dia, pihak keluarga meminta ganti rugi karena nyawa tidak bisa disamakan dengan uang, benda, atau barang.
Saat dihubungi wartawan, Kasatreskrim Polresta Banyumas Kompol Agus Supriadi Siswanto mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
Baca juga: Masa tahanan Bupati Pemalang nonaktif diperpanjang