Cilacap (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) optimistis program deradikalisasi terhadap narapidana kasus terorisme di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) Pulau Nusakambangan dan Lapas Cilacap berjalan dengan baik.
"Total napi kasus terorisme di Nusakambangan dan Cilacap sebanyak 168 orang, yakni 166 orang di Nusakambangan dan 2 orang di Lapas Cilacap," kata Koordinator Wilayah Pemasyaratan Nusakambangan-Cilacap Kemenkumham Mardi Santoso di Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan hal itu usai pembukaan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion/FGD" dengan tema "Sinergisitas Stakeholder Dalam Program Deradikalisasi Narapidana Teroris di Lapas Nusakambangan" yang diselenggarakan Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Jawa Tengah berkolaborasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya di Wisma Sari, Lapas Kelas I Batu, Nusakambangan.
Diskusi tersebut ditujukan sebagai sarana berbagi informasi tentang ancaman radikalisme dan terorisme serta koordinasi dan sinergisitas pemangku kepentingan (kementerian/lembaga dan pemerintah daerah) dalam penanggulangan terorisme, khususnya terkait keberadaan narapidana terorisme di Nusakambangan,
Lebih lanjut, Mardi mengakui dengan adanya pola pendekatan dan asesmen terhadap risiko pengulangan tindak pidana narapidana, hingga saat ini sudah banyak napi teroris yang pemahaman tentang radikalisme mengalami penurunan sehingga mereka bersedia ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Jadi narapidana yang masih di lapas 'high risk' (berisiko tinggi) berarti dia belum setia NKRI. Sementara narapidana yang sudah di lapas maksimum, lapas medium, itu berarti dia sudah menyatakan setia kepada NKRI," jelas Kepala Lapas Kelas I Batu itu.
Ia mengaku terbantu oleh kehadiran BNPT, Densus, dan BIN karena pihaknya ada parameter-parameter untuk mengukur tingkat pemahaman napi kasus terorisme terhadap paham radikalisme karena di Nusakambangan juga ada Balai Pemasyarakatan yang melakukan asesmen terhadap perilaku warga binaan atau napi kasus terorisme.
Sementara itu, Penjabat Bupati Cilacap Yunita Dyah Suminar mengatakan tugas pemerintah daerah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme itu dilakukan sejak sebelum adanya radikalisme, saat pelaku radikalisme masuk dan menjalani pembinaan di lapas, serta setelah keluar dari lapas.
Terkait dengan sebelum ada radikalisme, kata dia, tentu masyarakat harus dibiasakan untuk toleran terhadap orang lain, kemudian menumbuhkan kultur Indonesia yang beragam termasuk agama dan bahasanya, sehingga dapat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bisa hidup harmonis walaupun berbeda-beda.
"Jadi intinya di sana, dimulai dari mana, ya dari kecil, dari keluarga, karena keluarga-keluarga itu yang nantinya akan mendidik dan kemudian menjadikan dia seorang yang radikal atau tidak radikal selain adanya pengaruh-pengaruh luar," katanya.
Ia mengakui saat sekarang dengan teknologi luar biasa, pengaruh ideologi luar yang mungkin mereka tidak pahami bahwa tidak ada ideologi yang sebagus ideologi bangsa Indonesia.
"Itu yang utama, jadi kita harus hadir, negara harus hadir dari sebelum, pada saat, dan setelah dilakukan pembinaan," tegasnya.
Lebih lanjut, Bupati mengatakan asimilasi juga menjadi persoalan karena masyarakat mungkin masih was-was dan napi yang menjalani asimilasi maupun sudah bebas dari hukuman masih merasa canggung.
Menurut dia, napi asimilasi maupun yang sudah bebas itu perlu didekati serta difasilitasi karena tidak menutup kemungkinan mereka ingin membuka usaha, membutuhkan layanan kesehatan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah Kabupaten Cilacap melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik setempat mempunyai program-program bagi napi kasus terorisme yang baru keluar dari lapas.
Kapolresta Cilacap Kombes Pol Fannky Ani Sugiharto mengatakan hingga saat ini deradikalisasi di wilayah Cilacap masih bisa dipantau.
"Tapi yang jelas, kami sinergi dengan pemkab untuk memonitor tentang ini karena sekarang mungkin akan ada pergeseran-pergeseran, mengingat situasi politik juga yang perlu kita waspadai," tegasnya.
Ia mengatakan banyak kegiatan yang dilaksanakan seperti akan melaksanakan Polisi RW sebagai salah satu bentuk pendekatan Polresta Cilacap untuk mendatakan masyarakat, sehingga bisa melakukan upaya pencegahan.
Dalam paparan Direktur Kontra Terorisme Deputi Bidang Kontra Intelejen BIN disebutkan bahwa terorisme adalah ancaman terhadap negara karena terorisme muncul dari intoleran dengan kekerasan, sehingga pihaknya akan melakukan evaluasi bersama pihak-pihak terkait.
Salah satu evaluasi yang akan dilakukan adalah meningkatkan asesmen yang lebih mendalam, terkait motivasi napi terorisme dalam melaksanakan ikrar kembali ke NKRI, apakah ikrar dilakukan dengan benar-benar atau hanya sebuah alasan mereka ingin cepat keluar dari dalam tahanan.
Selain itu, peserta diskusi diimbau untuk selalu berhati-hati dan tidak lengah terhadap pertumbuhan terorisme yang saat ini terlihat mulai mereda atau landai, namun bisa saja para teroris ini tengah menyiapkan strategi.
"Total napi kasus terorisme di Nusakambangan dan Cilacap sebanyak 168 orang, yakni 166 orang di Nusakambangan dan 2 orang di Lapas Cilacap," kata Koordinator Wilayah Pemasyaratan Nusakambangan-Cilacap Kemenkumham Mardi Santoso di Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan hal itu usai pembukaan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion/FGD" dengan tema "Sinergisitas Stakeholder Dalam Program Deradikalisasi Narapidana Teroris di Lapas Nusakambangan" yang diselenggarakan Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Jawa Tengah berkolaborasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya di Wisma Sari, Lapas Kelas I Batu, Nusakambangan.
Diskusi tersebut ditujukan sebagai sarana berbagi informasi tentang ancaman radikalisme dan terorisme serta koordinasi dan sinergisitas pemangku kepentingan (kementerian/lembaga dan pemerintah daerah) dalam penanggulangan terorisme, khususnya terkait keberadaan narapidana terorisme di Nusakambangan,
Lebih lanjut, Mardi mengakui dengan adanya pola pendekatan dan asesmen terhadap risiko pengulangan tindak pidana narapidana, hingga saat ini sudah banyak napi teroris yang pemahaman tentang radikalisme mengalami penurunan sehingga mereka bersedia ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Jadi narapidana yang masih di lapas 'high risk' (berisiko tinggi) berarti dia belum setia NKRI. Sementara narapidana yang sudah di lapas maksimum, lapas medium, itu berarti dia sudah menyatakan setia kepada NKRI," jelas Kepala Lapas Kelas I Batu itu.
Ia mengaku terbantu oleh kehadiran BNPT, Densus, dan BIN karena pihaknya ada parameter-parameter untuk mengukur tingkat pemahaman napi kasus terorisme terhadap paham radikalisme karena di Nusakambangan juga ada Balai Pemasyarakatan yang melakukan asesmen terhadap perilaku warga binaan atau napi kasus terorisme.
Sementara itu, Penjabat Bupati Cilacap Yunita Dyah Suminar mengatakan tugas pemerintah daerah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme itu dilakukan sejak sebelum adanya radikalisme, saat pelaku radikalisme masuk dan menjalani pembinaan di lapas, serta setelah keluar dari lapas.
Terkait dengan sebelum ada radikalisme, kata dia, tentu masyarakat harus dibiasakan untuk toleran terhadap orang lain, kemudian menumbuhkan kultur Indonesia yang beragam termasuk agama dan bahasanya, sehingga dapat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bisa hidup harmonis walaupun berbeda-beda.
"Jadi intinya di sana, dimulai dari mana, ya dari kecil, dari keluarga, karena keluarga-keluarga itu yang nantinya akan mendidik dan kemudian menjadikan dia seorang yang radikal atau tidak radikal selain adanya pengaruh-pengaruh luar," katanya.
Ia mengakui saat sekarang dengan teknologi luar biasa, pengaruh ideologi luar yang mungkin mereka tidak pahami bahwa tidak ada ideologi yang sebagus ideologi bangsa Indonesia.
"Itu yang utama, jadi kita harus hadir, negara harus hadir dari sebelum, pada saat, dan setelah dilakukan pembinaan," tegasnya.
Lebih lanjut, Bupati mengatakan asimilasi juga menjadi persoalan karena masyarakat mungkin masih was-was dan napi yang menjalani asimilasi maupun sudah bebas dari hukuman masih merasa canggung.
Menurut dia, napi asimilasi maupun yang sudah bebas itu perlu didekati serta difasilitasi karena tidak menutup kemungkinan mereka ingin membuka usaha, membutuhkan layanan kesehatan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah Kabupaten Cilacap melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik setempat mempunyai program-program bagi napi kasus terorisme yang baru keluar dari lapas.
Kapolresta Cilacap Kombes Pol Fannky Ani Sugiharto mengatakan hingga saat ini deradikalisasi di wilayah Cilacap masih bisa dipantau.
"Tapi yang jelas, kami sinergi dengan pemkab untuk memonitor tentang ini karena sekarang mungkin akan ada pergeseran-pergeseran, mengingat situasi politik juga yang perlu kita waspadai," tegasnya.
Ia mengatakan banyak kegiatan yang dilaksanakan seperti akan melaksanakan Polisi RW sebagai salah satu bentuk pendekatan Polresta Cilacap untuk mendatakan masyarakat, sehingga bisa melakukan upaya pencegahan.
Dalam paparan Direktur Kontra Terorisme Deputi Bidang Kontra Intelejen BIN disebutkan bahwa terorisme adalah ancaman terhadap negara karena terorisme muncul dari intoleran dengan kekerasan, sehingga pihaknya akan melakukan evaluasi bersama pihak-pihak terkait.
Salah satu evaluasi yang akan dilakukan adalah meningkatkan asesmen yang lebih mendalam, terkait motivasi napi terorisme dalam melaksanakan ikrar kembali ke NKRI, apakah ikrar dilakukan dengan benar-benar atau hanya sebuah alasan mereka ingin cepat keluar dari dalam tahanan.
Selain itu, peserta diskusi diimbau untuk selalu berhati-hati dan tidak lengah terhadap pertumbuhan terorisme yang saat ini terlihat mulai mereda atau landai, namun bisa saja para teroris ini tengah menyiapkan strategi.