Semarang (ANTARA) - Sukses penyelenggaraan Pemilu 2024, yang antara lain diwujudkan dengan terpilihnya pemimpin yang amanah, menjadi dambaan masyarakat Indonesia.

Selain amanah, menurut Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Jawa Tengah Amir Machmud NS, pemimpin hasil dari Pemilu 2024 harus adil dan jujur sehingga mereka mampu menyejahterakan masyarakat.

Demikian keterangan tertulis yang diterima dari MUI Jateng di Semarang, Sabtu malam.

Ditegaskan, demi suksesnya agenda nasional tersebut maka media massa dan media sosial di Tanah Air harus bersikap arif dalam pemberitaan Pemilu 2024.

“Tanpa sikap arif yang mengedepankan nurani dari kalangan media massa dan media sosial, rasanya sulit untuk mewujudkan pemilu damai berkeadilan yang saat ini didambakan masyarakat,” papar Amir pada Halaqoh Ulama yang diselenggarakan MUI Jateng bekerja sama dengan Badan Kesbangpol Jateng di Convention Hall, Masjid Agung Jawa Tengah, Sabtu (6/5/2023).

Halaqoh Ulama Seri II yang digagas MUI Jateng tersebut dibuka oleh Ketum MUI Jateng Dr. KH Ahmad Darodji dengan mengetengahkan tema "Peran MUI dalam Penguatan Pemilu Damai" dengan subtema "Menemukan Pemimpin dan Politisi Santun."

Pada Jumat (5/5) malam tampil tiga narasumber sekaligus secara panel, yakni Komisioner KPU Jawa Tengah, Ikhwanudin, mengetengahkan tema "Syarat Calon Pemimpin Politik: Penekanan dan Catatan atas Persyaratan dalam Peraturan Pemilu"; Rektor UIN Walisongo, Semarang, Prof. Dr. H. Imam Taufiq dengan tema "Panduan Ajaran Islam dalam Menemukan Pemimpin Politik yang Santun: Fatwa - Fatwa MUI Terkait", serta Ketua Bidang Fatwa MUI Jateng KH Kharis Shodaqoh.

Amir Machmud yang berbicara pada sesi akhir halakah, menegaskan bahwa mewujudkan kearifan media untuk berpegang teguh kepada idealisme jurnalistik, yang ter-cover dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, diperkuat dalam Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan, rasanya menjadi tantangan berat di tengah arus industrialisasi media digital saat ini.

Fenomenanya, idealisme jurnalistik arus utama atau mainstream kini sedang dalam kondisi tidak kuat menghadapi arus disrupsi digital, bahkan ada kecenderungan yang ikut arus.

“Yang memprihatinkan, setiap hari informasi yang tersaji di media sosial mencerminkan jurnalisme 'iblis' yang penuh nuansa hoaks, bukan jurnalisme 'malaikat' yang didambakan publik. Hal ini sebagai bukti pengaruh kuatnya arus informasi di media sosial yang belum memberi nilai kesantunan, pencerahan, dan pemberdayaan. Isu-isu yang diviralkan banyak yang sesungguhnya tidak patut untuk konsumsi publik,” ujarnya.

Ketua PWI Jawa Tengah ini mengajak kalangan media massa dan pegiat media sosial kembali pada fitrahnya, menjalankan fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Dalam konteks menuju Pemilu 2024, agar mampu memberi warna sebagai media yang jernih, mengawal pemilu agar terselenggara secara jujur, adil, berkualitas, serta mampu membangkitkan partisipasi pemilih yang tinggi.

“Kita berharap media mampu menjadi wadah bagi terlaksananya pendidikan politik yang positif kepada khalayak. Peran ini yang kita tunggu. Dari pemberitaan media, publik agar menjadi paham kapan pemilu diselenggarakan, apakah sudah terdaftar sebagai pemilih, siapa saja mencalonkan dan yang akan dipilih sesuai nurani. Publik paham pula tentang hak dan tanggung jawab dalam Pemilu,” harapnya.

Amir menyatakan respek tinggi atas inisiasi yang dibangun MUI Jawa Tengah menyelenggara Halaqoh Ulama sehingga akan mampu membangun wanaca yang positif untuk suksesnya Pemilu 2024.

Sementara itu, Kiai Kharis Shodaqoh pada hari pertama halakah menyampaikan, sulthon (pemimpin negara) memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan.

Pengasuh Pondok Pesantren AlItqon Bugen Kota Semarang itu mengibaratkan, ketika seorang ulama melihat ada perjudian, kemudian membacakan ayat Al Quran tentang haramnya judi, tentu belum tentu bisa membubarkan perjudian tersebut.

“Tapi kalau polisi yang datang, pasti langsung bubar perjudiannya. Penjudinya lari semua. Maka penting sekali sinergi ulama dengan umara,” katanya.

Menurut dia, dalam politik tidak ada istilah santun. Dia setuju MUI berada di tengah-tengah, sebab jika mendorong atau mendukung calon, tentu tidak tepat. ***

Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024