Wonosobo (ANTARA) - Staf Khusus Wakil Presiden RI Imam Azis apresiasi apa yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo terkait pengelolaan greenbelt atau sabuk hijau di Bendungan Bener.
Imam Azis di Wonosobo, Jateng, Kamis, mengatakan apa yang dilakukan Ganjar Pranowo akan jadi prototipe pembangunan di masa yang akan datang.
Ia menyampaikan hal tersebut usai menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja sama BBWS Serayu Opak dan pemerintah desa untuk pengelolaan sabuk hijau Bendungan Bener, di Balai Desa Gadingrejo, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo.
Menurut dia pola pengelolaan sabuk hijau yang dilakukan Ganjar, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWS-SO) bersama masyarakat Wonosobo adalah yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Di mana masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan lahan proyek strategis nasional yang sudah dibebaskan.
“Saya selalu aktif (melaporkan) pada Pak Wapres, karena ini merupakan salah satu dan satu-satunya pola di mana proyek strategis nasional melibatkan masyarakat untuk pengelolaan lahan yang sudah dibebaskan. Ini akan jadi prototipe pola pembangunan di masa yang akan datang," katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mendorong warga di tiga desa terdampak Bendungan Bener untuk aktif di Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto agar mereka bisa mendapatkan manfaat maksimal dari keberadaan koperasi tersebut.
Tiga desa yang turut dalam perjanjian kerja sama (PKS) itu adalah Desa Gadingrejo, Desa Burat, dan Desa Bener di Kecamatan Kepil. PKS antara BBWS-SO dan pemerintah desa kemudian diserahkan pada Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto.
Ganjar mengaku senang atas tercapainya kerja sama itu. Menurut dia, masyarakat di sekitar Bendungan Bener bisa memanfaatkan dan mengakses daerah aliran sungainya.
"Nanti dari koperasi yang akan mengelola, dikasih bantuan tanaman, ada juga inisiatif masyarakat," katanya.
Ganjar juga mendorong agar manajemen koperasinya disiapkan sebaik mungkin. Dengan demikian, semua masyarakat bisa terlibat dalam pengelolaannya. Area-area yang selama ini tidak dimanfaatkan dengan baik, bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga.
Ganjar menuturkan total lahan terdampak sabuk hijau Bendungan Bener untuk wilayah Wonosobo mencapai 50 hektare. Sementara di Purworejo, yang terdampak sabuk hijau sekitar 33 hektare.
Model pengelolaan serupa nantinya juga akan diterapkan di Purworejo. Dengan demikian, selain merasakan manfaat keberadaan Bendungan Bener, masyarakat juga akan punya rasa memiliki terhadap bendungan tersebut.
"Kami harapkan lebih banyak lagi dan manfaatnya dapat dilihat dengan kasat mata. Ini lho, contohnya di Wonosobo," katanya.
Warga Gadingrejo yang tanahnya terdampak Bendungan Bener, Suwasno mengaku senang dengan adanya kerja sama tersebut.
Ia berharap sabuk hijau di kawasan tersebut dikelola dengan baik mungkin. Salah satunya dengan pengelolaan satu jenis tanaman secara maksimal. "Pengalaman kan durian, duku, itu butuh waktu lama. Ya nanti sambil jalan usul (ke koperasi)," katanya.
Sedangkan Ketua Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto, Komarudin mengatakan, saat ini jumlah anggota aktif koperasi sebanyak 282 orang. Setelah penandatanganan ini, perencanaan pengelolaan segera dilakukan.
"Unit usaha, salah satunya pengelolaan buah-buahan. Saat ini sudah ada hasil dari tanaman yang di lokasi, tapi belum berani kami kelola. Nanti bisa dikelola setelah ada PKS," kata Komarudin.
Baca juga: Warga Purworejo terima ganti untung pelepasan lahan untuk proyek Bendungan Bener
Imam Azis di Wonosobo, Jateng, Kamis, mengatakan apa yang dilakukan Ganjar Pranowo akan jadi prototipe pembangunan di masa yang akan datang.
Ia menyampaikan hal tersebut usai menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja sama BBWS Serayu Opak dan pemerintah desa untuk pengelolaan sabuk hijau Bendungan Bener, di Balai Desa Gadingrejo, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo.
Menurut dia pola pengelolaan sabuk hijau yang dilakukan Ganjar, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWS-SO) bersama masyarakat Wonosobo adalah yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Di mana masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan lahan proyek strategis nasional yang sudah dibebaskan.
“Saya selalu aktif (melaporkan) pada Pak Wapres, karena ini merupakan salah satu dan satu-satunya pola di mana proyek strategis nasional melibatkan masyarakat untuk pengelolaan lahan yang sudah dibebaskan. Ini akan jadi prototipe pola pembangunan di masa yang akan datang," katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mendorong warga di tiga desa terdampak Bendungan Bener untuk aktif di Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto agar mereka bisa mendapatkan manfaat maksimal dari keberadaan koperasi tersebut.
Tiga desa yang turut dalam perjanjian kerja sama (PKS) itu adalah Desa Gadingrejo, Desa Burat, dan Desa Bener di Kecamatan Kepil. PKS antara BBWS-SO dan pemerintah desa kemudian diserahkan pada Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto.
Ganjar mengaku senang atas tercapainya kerja sama itu. Menurut dia, masyarakat di sekitar Bendungan Bener bisa memanfaatkan dan mengakses daerah aliran sungainya.
"Nanti dari koperasi yang akan mengelola, dikasih bantuan tanaman, ada juga inisiatif masyarakat," katanya.
Ganjar juga mendorong agar manajemen koperasinya disiapkan sebaik mungkin. Dengan demikian, semua masyarakat bisa terlibat dalam pengelolaannya. Area-area yang selama ini tidak dimanfaatkan dengan baik, bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga.
Ganjar menuturkan total lahan terdampak sabuk hijau Bendungan Bener untuk wilayah Wonosobo mencapai 50 hektare. Sementara di Purworejo, yang terdampak sabuk hijau sekitar 33 hektare.
Model pengelolaan serupa nantinya juga akan diterapkan di Purworejo. Dengan demikian, selain merasakan manfaat keberadaan Bendungan Bener, masyarakat juga akan punya rasa memiliki terhadap bendungan tersebut.
"Kami harapkan lebih banyak lagi dan manfaatnya dapat dilihat dengan kasat mata. Ini lho, contohnya di Wonosobo," katanya.
Warga Gadingrejo yang tanahnya terdampak Bendungan Bener, Suwasno mengaku senang dengan adanya kerja sama tersebut.
Ia berharap sabuk hijau di kawasan tersebut dikelola dengan baik mungkin. Salah satunya dengan pengelolaan satu jenis tanaman secara maksimal. "Pengalaman kan durian, duku, itu butuh waktu lama. Ya nanti sambil jalan usul (ke koperasi)," katanya.
Sedangkan Ketua Koperasi Tirto Mulyo Bogowonto, Komarudin mengatakan, saat ini jumlah anggota aktif koperasi sebanyak 282 orang. Setelah penandatanganan ini, perencanaan pengelolaan segera dilakukan.
"Unit usaha, salah satunya pengelolaan buah-buahan. Saat ini sudah ada hasil dari tanaman yang di lokasi, tapi belum berani kami kelola. Nanti bisa dikelola setelah ada PKS," kata Komarudin.
Baca juga: Warga Purworejo terima ganti untung pelepasan lahan untuk proyek Bendungan Bener