Pekalongan (ANTARA) - Pemerintah Kota Pekalongan belum merumuskan usulan Upah Minimum Kota (UMK) 2023 yang nantinya dikirim ke Gubernur Jawa Tengah karena masih dalam tahap pembahasan dengan pihak terkait.

Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid di Pekalongan, Rabu, mengatakan pembahasan finalisasi UMK 2023 ini telah melibatkan semua pihak baik dari unsur buruh, Apindo, dewan pengupahan, dan akademisi.

"Semuanya membicarakan angka yang akan diusulkan. Akan tetapi, dalam pembahasan itu belum terjadi kesepakatan antara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dengan Apindo," katanya.

Penetapan UMK pada 2021 menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, tetapi karena imbas adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) maka Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

Pada Peraturan Kementerian Tenaga Kerja Nomor 18 tahun 2022 itu terdapat usulan kenaikan UMK minimal 0,1 persen dan maksimal 0,3 persen.

"Tentunya, para buruh akan minta kenaikan UMK sebesar 0,3 persen dan Apindo 0,1 persen. Akan tetapi, keputusan amannya adalah tengah-tengah," katanya.

Afzan Arslan mengatakan sebenarnya UMK Kota Pekalongan pada 2022 dinilai sudah cukup tinggi yaitu sebesar Rp2.156.213 dibanding dengan kabupaten/kota lain di Jateng, kecuali Kota Semarang dan Demak.

"Oleh karena itu, kami berharap apa pun hasil pembahasan UMK 2023 harus mengutamakan kondusivitas. Kami tak bisa berpihak kepada salah satu, baik buruh maupun Apindo," katanya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kota Pekalongan Sri Budi Santosa mengatakan sudah melakukan sidang pengupahan untuk dikirim ke Pemprov Jateng

"Masih kami rumuskan karena belum ada kesepakatan bulat dari buruh dengan pengusaha, Kami akan mencarikan solusi dan segera mengajukan usul UMK 2023 ke Gubernur Jateng paling lambat 1 Desember 2022," katanya.

 

Pewarta : Kutnadi
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024