Solo (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof Dr Anton Agus Setyawan SE MSi menyatakan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 membawa dampak baik bagi Indonesia.
"Dari sisi kegiatan tentu dengan kedatangan tamu internasional di level kepala negara, dampaknya tentu positif bagi pemulihan wisata kita," katanya di Solo, Selasa.
Selain itu, keputusan maupun rekomendasi yang muncul pada pertemuan G20 diharapkan relevan dengan kekhawatiran terhadap perekonomian global tahun depan yang terancam resesi.
"Sayangnya salah satu faktor pemicu resesi, yakni konflik Rusia dan Ukraina tidak akan diselesaikan pada forum tersebut karena masing-masing kepala negara tidak datang," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, posisi Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 secara politis akan menaikkan nilai tawar dalam geopolitik global. Sedangkan secara makro ekonomi kondisi ini dapat menjadi titik terang dalam perekonomian dunia.
"Apalagi kan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III terbukti mampu mencapai 5 persen. Ini tertinggi di kawasan Asia maupun global. Bagi ekonomi makro kesepakatan bisa jadi acuan atau arah bagi perencanaan makro ekonomi pemerintah kita," katanya.
Menurut dia, yang tidak kalah penting adalah bagaimana arah pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19 mereda.
"Banyak negara terlalu proteksionis melindungi perekonomian dalam negeri. Ini tidak begitu menguntungkan jika negara agak menutup diri terhadap perdagangan internasional. Mudah-mudahan ada kesepakatan untuk buka diri agar ekonomi membaik seperti sebelum COVID-19," katanya.
Sebagai tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pemerintah usai pelaksanaan G20, ada dua hal yang perlu dilakukan, yakni menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri dan mengoptimalkan peran Indonesia pada ekonomi kawasan di Asia Tenggara.
"Sejauh ini pemerintah sudah melakukan kebijakan on the track. Memang menaikkan suku bunga agak memukul dunia usaha, namun ini terkait monetery policy supaya rupiah tidak makin melemah," katanya.
Ia mengatakan jika suku bunga tidak segera dinaikkan maka surat berharga di Indonesia tidak begitu menarik bagi investor.
"Dampak bagi dalam negeri, investasi itu yang utama. Selain itu, prinsip kehati-hatian Kementerian Keuangan agar penyerapan APBN makin meningkat, kemudahan berusaha itu sudah benar," katanya.
"Dari sisi kegiatan tentu dengan kedatangan tamu internasional di level kepala negara, dampaknya tentu positif bagi pemulihan wisata kita," katanya di Solo, Selasa.
Selain itu, keputusan maupun rekomendasi yang muncul pada pertemuan G20 diharapkan relevan dengan kekhawatiran terhadap perekonomian global tahun depan yang terancam resesi.
"Sayangnya salah satu faktor pemicu resesi, yakni konflik Rusia dan Ukraina tidak akan diselesaikan pada forum tersebut karena masing-masing kepala negara tidak datang," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, posisi Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 secara politis akan menaikkan nilai tawar dalam geopolitik global. Sedangkan secara makro ekonomi kondisi ini dapat menjadi titik terang dalam perekonomian dunia.
"Apalagi kan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III terbukti mampu mencapai 5 persen. Ini tertinggi di kawasan Asia maupun global. Bagi ekonomi makro kesepakatan bisa jadi acuan atau arah bagi perencanaan makro ekonomi pemerintah kita," katanya.
Menurut dia, yang tidak kalah penting adalah bagaimana arah pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19 mereda.
"Banyak negara terlalu proteksionis melindungi perekonomian dalam negeri. Ini tidak begitu menguntungkan jika negara agak menutup diri terhadap perdagangan internasional. Mudah-mudahan ada kesepakatan untuk buka diri agar ekonomi membaik seperti sebelum COVID-19," katanya.
Sebagai tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pemerintah usai pelaksanaan G20, ada dua hal yang perlu dilakukan, yakni menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri dan mengoptimalkan peran Indonesia pada ekonomi kawasan di Asia Tenggara.
"Sejauh ini pemerintah sudah melakukan kebijakan on the track. Memang menaikkan suku bunga agak memukul dunia usaha, namun ini terkait monetery policy supaya rupiah tidak makin melemah," katanya.
Ia mengatakan jika suku bunga tidak segera dinaikkan maka surat berharga di Indonesia tidak begitu menarik bagi investor.
"Dampak bagi dalam negeri, investasi itu yang utama. Selain itu, prinsip kehati-hatian Kementerian Keuangan agar penyerapan APBN makin meningkat, kemudahan berusaha itu sudah benar," katanya.