Semarang (ANTARA) -
"Sebenarnya, usulan Gapasdap menaikkan tarif akibat adanya kenaikan BBM adalah hanya sebesar 7-10 persen, tapi yang besar adalah adanya kekurangan pada saat penetapan tarif sebelumnya yang dihitung mulai tahun 2018, dimana kekurangan tersebut mencapai 35,4 persen," katanya.
Menurut dia yang sebenarnya sesuai ketentuan harus dilakukan evaluasi atau penyesuaian setiap enam bulan, tapi hal ini tidak dilakukan sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum.
Apalagi ditambah dengan pengaruh kenaikan BBM sebesar 32 persen yang berdampak kekurangan sebesar 7 -10 persen sehingga seharusnya kenaikan tarif sebesar 43 persen.
Dirinya mengaku heran sebab di satu sisi Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, akan tetapi kenapa menetapkan tarif yang bertolak belakang dengan keselamatan sehingga ini seakan-akan pihaknya dijebak pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan ataupun standar pelayanan minimum yang kurang.
"Kami sebagai asosiasi pengusaha angkutan penyeberangan tidak bisa menerima tuntutan untuk keselamatan dari pemerintah sehingga keselamatan bukan menjadi tanggung jawab operator/pengusaha lagi, tapi merupakan tanggung jawab dari Kemenhub karena kondisi pentarifan yang sangat minim," ujarnya.
Ketika terjadi kekurangan dalam penetapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan atau tidak paham terhadap transportasi dimana keselamatan merupakan prioritas utama yang harus dijamin.
"Bila terjadi kecelakaan, maka menteri yang harus bertanggung jawab. Keselamatan janganlah dipolitisasi karena keselamatan nilainya mutlak," tegasnya.
Selain berpengaruh pada faktor keselamatan, kurangnya tarif juga akan dikhawatirkan juga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan yang selama ini sudah terganggu dalam pembayaran gajinya.
Dengan gaji yang tidak cukup akan menyebabkan konsentrasi kerja karyawan berkurang dan akhirnya akan berpengaruh pada keselamatan pelayaran.
"Selama ini sudah banyak perusahaan yang tidak mampu membayar gaji tepat waktu dan bahkan beberapa perusahaan besar sudah gulung tikar. Gapasdap punya tanggung jawab untuk menjaga iklim usaha tetap kondusif dan keselamatan nyawa publik, serta barang publik tetap terjaga," ujarnya.
Khoiri menilai pemberlakuan KM 184 tahun 2022 diatas membatalkan KM 172 tahun 2022 mengenai penyesuaian tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi yang ditetapkan pada 15 September 2022 tersebut dengan istilah "layu sebelum berkembang" yaitu tidak pernah berlaku tanpa adanya kejelasan dan juga tidak ada pencabutan walaupun telah melewati batas waktu pemberlakuannya yaitu 19 September 2022.
"Sebagai perbandingan, untuk kenaikan tarif yang terjadi pada moda transportasi yang merupakan pasar dari angkutan penyeberangan yaitu Organda sudah mengalami kenaikan antara 35-45 persen dan Aptrindo 40 persen, sebelum terjadinya kenaikan tarif angkutan penyeberangan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo menyebut penetapan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan sebesar 11 persen sebagaimana Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 184 Tahun 2022, tidak sesuai dengan usulan pihaknya.
"Sebenarnya, usulan Gapasdap menaikkan tarif akibat adanya kenaikan BBM adalah hanya sebesar 7-10 persen, tapi yang besar adalah adanya kekurangan pada saat penetapan tarif sebelumnya yang dihitung mulai tahun 2018, dimana kekurangan tersebut mencapai 35,4 persen," katanya.
Menurut dia yang sebenarnya sesuai ketentuan harus dilakukan evaluasi atau penyesuaian setiap enam bulan, tapi hal ini tidak dilakukan sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum.
Apalagi ditambah dengan pengaruh kenaikan BBM sebesar 32 persen yang berdampak kekurangan sebesar 7 -10 persen sehingga seharusnya kenaikan tarif sebesar 43 persen.
Dirinya mengaku heran sebab di satu sisi Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, akan tetapi kenapa menetapkan tarif yang bertolak belakang dengan keselamatan sehingga ini seakan-akan pihaknya dijebak pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan ataupun standar pelayanan minimum yang kurang.
"Kami sebagai asosiasi pengusaha angkutan penyeberangan tidak bisa menerima tuntutan untuk keselamatan dari pemerintah sehingga keselamatan bukan menjadi tanggung jawab operator/pengusaha lagi, tapi merupakan tanggung jawab dari Kemenhub karena kondisi pentarifan yang sangat minim," ujarnya.
Ketika terjadi kekurangan dalam penetapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan atau tidak paham terhadap transportasi dimana keselamatan merupakan prioritas utama yang harus dijamin.
"Bila terjadi kecelakaan, maka menteri yang harus bertanggung jawab. Keselamatan janganlah dipolitisasi karena keselamatan nilainya mutlak," tegasnya.
Selain berpengaruh pada faktor keselamatan, kurangnya tarif juga akan dikhawatirkan juga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan yang selama ini sudah terganggu dalam pembayaran gajinya.
Dengan gaji yang tidak cukup akan menyebabkan konsentrasi kerja karyawan berkurang dan akhirnya akan berpengaruh pada keselamatan pelayaran.
"Selama ini sudah banyak perusahaan yang tidak mampu membayar gaji tepat waktu dan bahkan beberapa perusahaan besar sudah gulung tikar. Gapasdap punya tanggung jawab untuk menjaga iklim usaha tetap kondusif dan keselamatan nyawa publik, serta barang publik tetap terjaga," ujarnya.
Khoiri menilai pemberlakuan KM 184 tahun 2022 diatas membatalkan KM 172 tahun 2022 mengenai penyesuaian tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi yang ditetapkan pada 15 September 2022 tersebut dengan istilah "layu sebelum berkembang" yaitu tidak pernah berlaku tanpa adanya kejelasan dan juga tidak ada pencabutan walaupun telah melewati batas waktu pemberlakuannya yaitu 19 September 2022.
"Sebagai perbandingan, untuk kenaikan tarif yang terjadi pada moda transportasi yang merupakan pasar dari angkutan penyeberangan yaitu Organda sudah mengalami kenaikan antara 35-45 persen dan Aptrindo 40 persen, sebelum terjadinya kenaikan tarif angkutan penyeberangan.