Banyumas (ANTARA) -
"Ada komunitasnya, banyak komunitasnya, kepeduliannya, boleh pilih mana yang paling aman, tapi kalau mau lapor dengan pemerintah akan lebih enak karena insyaallah juga akan bisa keep informasinya sehingga tidak bisa tersebar dan kita bisa lindungi mereka," kata dia di sela kunjungan kerja di Kabupaten Banyumas, Jumat.
Orang nomor satu di Jateng ini, mengaku khawatir kasus tersebut bisa terus naik, apabila banyak ODHA yang enggan atau masih takut melapor petugas.
Menurut dia, salah satu langkah untuk menekan penularan atau risiko kematian akibat penyakit ini adalah penanganan pada penderita ODHA.
"Ini memang kejar-kejaran karena memang jumlahnya saya khawatir bisa naik karena banyak yang tidak mau melaporkan, maka kalau ada indikasi-indikasi segera laporkan agar kita bisa segera tangani," ujarnya.
Dinas Kesehatan Jateng juga terus memantau perkembangan kasus ODHA dengan melibatkan komunitas atau pemerhati yang peduli dan memiliki tugas dalam bidang itu, termasuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
"Kami butuh mereka yang punya peminatan, punya kepedulian, punya tugas di situ memang harus memantau. Rumah sakit kami minta untuk pantau, aktivis kami minta untuk memantau. Pak Wagub juga punya tugas khusus terkait hal itu dan beliau juga sering keliling, maka edukasi mesti terus menerus dan kemudian pantauannya tidak boleh berhenti," katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, selama bulan Januari-Juni 2022 tercatat 1.468 penderita baru HIV di wilayah itu.
Dari kasus baru HIV yang ditemukan di Jateng, paling banyak atau tertinggi di Kota Semarang (181 kasus), Kabupaten Grobogan (123), Kabupaten Blora (87), dan Kabupaten Demak (67).
Tingginya temuan kasus baru HIV di Jateng itu sebenarnya menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kesehatan dan bahaya penyakit tersebut.
Hal itu dibuktikan dengan makin banyak warga yang melakukan voluntary counselling test (VCT) atau tes HIV/AIDS sehingga banyak yang terdeteksi.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berani melapor untuk menekan penularan atau risiko kematian.
"Ada komunitasnya, banyak komunitasnya, kepeduliannya, boleh pilih mana yang paling aman, tapi kalau mau lapor dengan pemerintah akan lebih enak karena insyaallah juga akan bisa keep informasinya sehingga tidak bisa tersebar dan kita bisa lindungi mereka," kata dia di sela kunjungan kerja di Kabupaten Banyumas, Jumat.
Orang nomor satu di Jateng ini, mengaku khawatir kasus tersebut bisa terus naik, apabila banyak ODHA yang enggan atau masih takut melapor petugas.
Menurut dia, salah satu langkah untuk menekan penularan atau risiko kematian akibat penyakit ini adalah penanganan pada penderita ODHA.
"Ini memang kejar-kejaran karena memang jumlahnya saya khawatir bisa naik karena banyak yang tidak mau melaporkan, maka kalau ada indikasi-indikasi segera laporkan agar kita bisa segera tangani," ujarnya.
Dinas Kesehatan Jateng juga terus memantau perkembangan kasus ODHA dengan melibatkan komunitas atau pemerhati yang peduli dan memiliki tugas dalam bidang itu, termasuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
"Kami butuh mereka yang punya peminatan, punya kepedulian, punya tugas di situ memang harus memantau. Rumah sakit kami minta untuk pantau, aktivis kami minta untuk memantau. Pak Wagub juga punya tugas khusus terkait hal itu dan beliau juga sering keliling, maka edukasi mesti terus menerus dan kemudian pantauannya tidak boleh berhenti," katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, selama bulan Januari-Juni 2022 tercatat 1.468 penderita baru HIV di wilayah itu.
Dari kasus baru HIV yang ditemukan di Jateng, paling banyak atau tertinggi di Kota Semarang (181 kasus), Kabupaten Grobogan (123), Kabupaten Blora (87), dan Kabupaten Demak (67).
Tingginya temuan kasus baru HIV di Jateng itu sebenarnya menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kesehatan dan bahaya penyakit tersebut.
Hal itu dibuktikan dengan makin banyak warga yang melakukan voluntary counselling test (VCT) atau tes HIV/AIDS sehingga banyak yang terdeteksi.