Semarang (ANTARA) - Para guru sekolah TK, SD, dan SMP swasta gratis se-Kota Semarang berharap bisa terjamin dan terlindungi Program BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Hal itu terungkap pada acara sosialisasi Program BPJS Ketenagakerjaan kepada para ketua yayasan dan kepala sekolah TK, SD, SMP swasta gratis se-Kota Semarang di salah satu hotel di Kota Semarang, Jumat.
Hadir dalam kesempatan tersebut sekaligus memberikan sosialisasi Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Semarang Pemuda Multanti dan Agus Suyono selaku Kabid Kepesertaan, Koorporasi, dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Semarang Pemuda.
Antusias para guru tersebut tidak hanya terlihat pada kesempatan tanya jawab mereka berebut bertanya, tetapi juga saat acara telah selesai, para guru menghampiri tim BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan penjelasan lebih banyak dan hal teknis.
Beragam pertanyaan yang diajukan di antaranya terkait dengan nasib mereka saat sekolah gratis ditiadakan; apakah sekolah ada kewajiban membayar, sedangkan personil guru sudah berhenti mengajar; batasan usia untuk mendaftar; hingga terkait pengajuan klaim.
Multanti menjawab sekolah tidak lagi membayar jika guru yang bersangkutan telah keluar, karena data dapat dilakukan perbaruan dan pembayaran dilakukan bulanan, tidak seperti penandatanganan kontrak sekian tahun harus bayar.
"Jika ada yang keluar, tidak lagi mengajar di sekolah tersebut ya bisa berhenti dan tidak membayar lagi. Jadi fleksibel. Mekanisme pembayaran tiap bulan," kata Tanti, panggilan akrab Multanti.
Siti Musyafaah, Kepala sekolah SDI Nurul Quran Kudu, Genuk, Kota Semarang mengakui pentingnya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Saya sendiri yang mengalaminya. Saat itu saya menyeberangkan anak-anak, ditabrak orang dan dilarikan ke rumah sakit. Rumah sakit menyatakan kasus saya bisa menggunakan BPJS Kesehatan jika hasil CT scan ada masalah. Bersyukurnya saya tidak ada masalah dan harus menggunakan biaya sendiri habis Rp1 juta. Coba kalau saya juga sudah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, maka bisa dicover dan tidak harus bayar Rp1 juta," cerita Siti.
Belajar dari pengalaman pribadinya, dirinya, sekolah akhirnya mendaftarkan seluruh guru sebanyak 19 orang dan 1 petugas sekolah dengan dua program yakni Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Hal sama juga disampaikan Nunung Choiru Lina, Kepala SD Al Iman, Kauman yang menceritakan dua rekan guru di sekolahnya mengalami kecelakaan pergi ke alternatif dan tidak ke rumah sakit karena takut dengan mahalnya biaya berobat.
"Menurut saya penting. Apalagi jika terjadi risiko kecelakaan. Teman sama sampai ndak bisa mengajar. Saya juga bermasalah saat menyebrang ke sekolah. Jalanan ramai," kata Nunung.
Nunung juga seluruh guru yang hadir dalam kesempatan tersebut mengaku khawatir sekolah gratis tidak bertahan lama dan anggaran untuk membayar iuran yang diambilkan dari PBOS tidak ada.
"Gaji di tempat kami hanya Rp500 ribu per bulan," keluh Nunung.
Nunung mengaku akan mendiskusikan dengan guru yang lain untuk mendaftarkan seluruh guru menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Hal itu terungkap pada acara sosialisasi Program BPJS Ketenagakerjaan kepada para ketua yayasan dan kepala sekolah TK, SD, SMP swasta gratis se-Kota Semarang di salah satu hotel di Kota Semarang, Jumat.
Hadir dalam kesempatan tersebut sekaligus memberikan sosialisasi Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Semarang Pemuda Multanti dan Agus Suyono selaku Kabid Kepesertaan, Koorporasi, dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Semarang Pemuda.
Antusias para guru tersebut tidak hanya terlihat pada kesempatan tanya jawab mereka berebut bertanya, tetapi juga saat acara telah selesai, para guru menghampiri tim BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan penjelasan lebih banyak dan hal teknis.
Beragam pertanyaan yang diajukan di antaranya terkait dengan nasib mereka saat sekolah gratis ditiadakan; apakah sekolah ada kewajiban membayar, sedangkan personil guru sudah berhenti mengajar; batasan usia untuk mendaftar; hingga terkait pengajuan klaim.
Multanti menjawab sekolah tidak lagi membayar jika guru yang bersangkutan telah keluar, karena data dapat dilakukan perbaruan dan pembayaran dilakukan bulanan, tidak seperti penandatanganan kontrak sekian tahun harus bayar.
"Jika ada yang keluar, tidak lagi mengajar di sekolah tersebut ya bisa berhenti dan tidak membayar lagi. Jadi fleksibel. Mekanisme pembayaran tiap bulan," kata Tanti, panggilan akrab Multanti.
Siti Musyafaah, Kepala sekolah SDI Nurul Quran Kudu, Genuk, Kota Semarang mengakui pentingnya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Saya sendiri yang mengalaminya. Saat itu saya menyeberangkan anak-anak, ditabrak orang dan dilarikan ke rumah sakit. Rumah sakit menyatakan kasus saya bisa menggunakan BPJS Kesehatan jika hasil CT scan ada masalah. Bersyukurnya saya tidak ada masalah dan harus menggunakan biaya sendiri habis Rp1 juta. Coba kalau saya juga sudah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, maka bisa dicover dan tidak harus bayar Rp1 juta," cerita Siti.
Belajar dari pengalaman pribadinya, dirinya, sekolah akhirnya mendaftarkan seluruh guru sebanyak 19 orang dan 1 petugas sekolah dengan dua program yakni Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Hal sama juga disampaikan Nunung Choiru Lina, Kepala SD Al Iman, Kauman yang menceritakan dua rekan guru di sekolahnya mengalami kecelakaan pergi ke alternatif dan tidak ke rumah sakit karena takut dengan mahalnya biaya berobat.
"Menurut saya penting. Apalagi jika terjadi risiko kecelakaan. Teman sama sampai ndak bisa mengajar. Saya juga bermasalah saat menyebrang ke sekolah. Jalanan ramai," kata Nunung.
Nunung juga seluruh guru yang hadir dalam kesempatan tersebut mengaku khawatir sekolah gratis tidak bertahan lama dan anggaran untuk membayar iuran yang diambilkan dari PBOS tidak ada.
"Gaji di tempat kami hanya Rp500 ribu per bulan," keluh Nunung.
Nunung mengaku akan mendiskusikan dengan guru yang lain untuk mendaftarkan seluruh guru menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.