Magelang (ANTARA) - Kota Magelang, Jawa Tengah, masuk dalam 10 besar kota paling tolerans di Indonesia tahun 2021, berdasarkan riset Indeks Kota Toleran (IKT) oleh SETARA Institute for Democracy and Peace.
Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz, dalam keterangan yang diterima di Magelang, Kamis, mengatakan dia menerima penghargaan Kota Magelang sebagai kota paling toleran itu di Jakarta, Rabu (30/3) malam.
Aziz mengaku bangga dengan apresiasi yang diberikan SETARA Institute for Democracy and Peace, terlebih Kota Magelang adalah satu-satunya kota yang di 2020 tidak masuk 10 besar, tapi kini di 2021 langsung merangsek ke enam besar.
"Ini penghargaan bagi warga Kota Magelang karena sikap toleransi masyarakat yang tinggi. Beragamnya agama, ras, dan budaya bukan menjadi penghalang untuk selalu bersikap toleran kepada sesama," katanya.
Hasil riset IKT SETARA Institute for Democracy and Peace, Kota Magelang menempati posisi keenam dengan meraih skor 6.020 dan mengungguli Kota Ambon di posisi ketujuh dengan skor 5.900), Bekasi di posisi kedelapan dengan skor 5.830, Surakarta di posisi kesembilan dengan skor 5.783, dan Kediri di posisi ke-10 dengan skor 5.733.
Sementara, posisi lima besar ditempati Singkawang di urutan pertama dengan skor 6.483, Manado urutan kedua dengan skor 6.400, Salatiga urutan ketiga dengan skor 6.337, Kupang urutan keempat dengan skor 6.337, dan Tomohon urutan kelima dengan skor 6.133.
Aziz menjelaskan komponen penilaian yang menjadi daya unggul Kota Magelang adalah Program Magelang Agamis (Programis), yakni mewujudkan kampung-kampung religi.
Dengan penghargaan tersebut, dia meminta seluruh jajaran Pemerintah Kota Magelang dan masyarakat untuk lekas berpuas diri. Prestasi itu justru harus menjadi pemacu semangat untuk Pemkot Magelang selalu mendorong masyarakat agar senantiasa berlaku toleran dengan sesama.
"Pemkot juga berkomitmen untuk selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat tanpa pandang bulu, tanpa diskriminasi. Semua lapisan masyarakat harus dilayani dengan baik sehingga tercapai kesejahteraan," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif SETARA Institute for Democracy and Peace Ismail Hasani mengatakan SETARA merupakan perkumpulan yang didirikan dengan tujuan mewujudkan masyarakat setara, plural, dan bermartabat atas semua orang.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, perhimpunan melakukan promosi, kajian, dan pendidikan publik terkait dengan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi, hak asasi manusia dan perdamaian.
Salah satu bentuk inisiatif SETARA Institute for Democracy and Peace adalah melakukan IKT, dimana di 2021 merupakan publikasi ke lima yang dilakukan, setelah terbit pada tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020.
"Studi indexing yang dilaksanakan tim peneliti kami ini masih berada dalam satu rumpun research area dengan riset kondisi kebebasan beragama berkeyakinan di Indonesia yang sudah dilakukan sejak tahun 2007," katanya.
Studi indexing tersebut bertujuan untuk mempromosikan pembangunan dan pembinaan ruang-ruang toleransi di kota, yang dilakukan oleh pemerintah kota setempat, baik melalui tindakan aktif maupun tindakan pasif.
Tindakan aktif seperti penghapusan kebijakan diskriminatif atau pemberian izin pendirian tempat ibadah kelompok keagamaan minoritas, sementara tindakan pasif ialah dengan tidak mengeluarkan kebijakan yang tidak kondusif atau restriktif atas terwujudnya toleransi dalam ruang-ruang interaksi negara-warga atau warga-warga.
Wali Kota Magelang Muchamad Nur Aziz, dalam keterangan yang diterima di Magelang, Kamis, mengatakan dia menerima penghargaan Kota Magelang sebagai kota paling toleran itu di Jakarta, Rabu (30/3) malam.
Aziz mengaku bangga dengan apresiasi yang diberikan SETARA Institute for Democracy and Peace, terlebih Kota Magelang adalah satu-satunya kota yang di 2020 tidak masuk 10 besar, tapi kini di 2021 langsung merangsek ke enam besar.
"Ini penghargaan bagi warga Kota Magelang karena sikap toleransi masyarakat yang tinggi. Beragamnya agama, ras, dan budaya bukan menjadi penghalang untuk selalu bersikap toleran kepada sesama," katanya.
Hasil riset IKT SETARA Institute for Democracy and Peace, Kota Magelang menempati posisi keenam dengan meraih skor 6.020 dan mengungguli Kota Ambon di posisi ketujuh dengan skor 5.900), Bekasi di posisi kedelapan dengan skor 5.830, Surakarta di posisi kesembilan dengan skor 5.783, dan Kediri di posisi ke-10 dengan skor 5.733.
Sementara, posisi lima besar ditempati Singkawang di urutan pertama dengan skor 6.483, Manado urutan kedua dengan skor 6.400, Salatiga urutan ketiga dengan skor 6.337, Kupang urutan keempat dengan skor 6.337, dan Tomohon urutan kelima dengan skor 6.133.
Aziz menjelaskan komponen penilaian yang menjadi daya unggul Kota Magelang adalah Program Magelang Agamis (Programis), yakni mewujudkan kampung-kampung religi.
Dengan penghargaan tersebut, dia meminta seluruh jajaran Pemerintah Kota Magelang dan masyarakat untuk lekas berpuas diri. Prestasi itu justru harus menjadi pemacu semangat untuk Pemkot Magelang selalu mendorong masyarakat agar senantiasa berlaku toleran dengan sesama.
"Pemkot juga berkomitmen untuk selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat tanpa pandang bulu, tanpa diskriminasi. Semua lapisan masyarakat harus dilayani dengan baik sehingga tercapai kesejahteraan," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif SETARA Institute for Democracy and Peace Ismail Hasani mengatakan SETARA merupakan perkumpulan yang didirikan dengan tujuan mewujudkan masyarakat setara, plural, dan bermartabat atas semua orang.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, perhimpunan melakukan promosi, kajian, dan pendidikan publik terkait dengan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi, hak asasi manusia dan perdamaian.
Salah satu bentuk inisiatif SETARA Institute for Democracy and Peace adalah melakukan IKT, dimana di 2021 merupakan publikasi ke lima yang dilakukan, setelah terbit pada tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020.
"Studi indexing yang dilaksanakan tim peneliti kami ini masih berada dalam satu rumpun research area dengan riset kondisi kebebasan beragama berkeyakinan di Indonesia yang sudah dilakukan sejak tahun 2007," katanya.
Studi indexing tersebut bertujuan untuk mempromosikan pembangunan dan pembinaan ruang-ruang toleransi di kota, yang dilakukan oleh pemerintah kota setempat, baik melalui tindakan aktif maupun tindakan pasif.
Tindakan aktif seperti penghapusan kebijakan diskriminatif atau pemberian izin pendirian tempat ibadah kelompok keagamaan minoritas, sementara tindakan pasif ialah dengan tidak mengeluarkan kebijakan yang tidak kondusif atau restriktif atas terwujudnya toleransi dalam ruang-ruang interaksi negara-warga atau warga-warga.