Jakarta (ANTARA) - Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dalam rapat pada Senin menegaskan bahwa perlindungan terhadap sumber berita adalah mahkota wartawan.
Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang, sekretaris Sasongko Tedjo, dan tiga anggota yaitu Asro Kamal Rokan, Tri Agung Kristanto, dan Nasihin.
Mengutip pernyataan pers PWI Pusat, rapat tersebut digelar setelah mengamati polemik pada program Mata Najwa TRANS 7 episode "PSSI Bisa Apa?" Jilid 6 yang ditayangkan pada 3 November 2021.
Dalam rapat tersebut, Dewan Kehormatan PWI Pusat menyampaikan beberapa hal.
Pertama, Dewan Kehormatan PWI Pusat menilai tidak ada pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dalam program Mata Najwa TRANS 7 "PSSI Bisa Apa?" Jilid 6.
Kedua, penolakan Najwa Shihab sebagai pemandu acara untuk membuka identitas sumber berita sebagaimana permintaan dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menunjukkan sikap profesional.
Penolakan Najwa Shihab tersebut menunjukkan kepatuhan terhadap etika profesi, sesuai dengan amanat Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Selain itu, menurut Dewan Kehormatan PWI Pusat, penolakan itu juga menunjukkan bahwa Najwa Shihab melaksanakan perintah Undang-undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 4 ayat 4, yang mengatakan bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Ketiga, Dewan Kehormatan PWI Pusat mempersilakan pihak PSSI yang keberatan terhadap program siaran televisi TRANS 7 tersebut untuk menggunakan Hak Jawab dan/atau melalui saluran hukum sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, Dewan Kehormatan PWI Pusat kembali menyerukan kepada seluruh wartawan untuk menaati Kode Etik Jurnalistik yang merupakan kosep operasional moral wartawan dan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang, sekretaris Sasongko Tedjo, dan tiga anggota yaitu Asro Kamal Rokan, Tri Agung Kristanto, dan Nasihin.
Mengutip pernyataan pers PWI Pusat, rapat tersebut digelar setelah mengamati polemik pada program Mata Najwa TRANS 7 episode "PSSI Bisa Apa?" Jilid 6 yang ditayangkan pada 3 November 2021.
Dalam rapat tersebut, Dewan Kehormatan PWI Pusat menyampaikan beberapa hal.
Pertama, Dewan Kehormatan PWI Pusat menilai tidak ada pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dalam program Mata Najwa TRANS 7 "PSSI Bisa Apa?" Jilid 6.
Kedua, penolakan Najwa Shihab sebagai pemandu acara untuk membuka identitas sumber berita sebagaimana permintaan dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menunjukkan sikap profesional.
Penolakan Najwa Shihab tersebut menunjukkan kepatuhan terhadap etika profesi, sesuai dengan amanat Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi bahwa wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Selain itu, menurut Dewan Kehormatan PWI Pusat, penolakan itu juga menunjukkan bahwa Najwa Shihab melaksanakan perintah Undang-undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 4 ayat 4, yang mengatakan bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Ketiga, Dewan Kehormatan PWI Pusat mempersilakan pihak PSSI yang keberatan terhadap program siaran televisi TRANS 7 tersebut untuk menggunakan Hak Jawab dan/atau melalui saluran hukum sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, Dewan Kehormatan PWI Pusat kembali menyerukan kepada seluruh wartawan untuk menaati Kode Etik Jurnalistik yang merupakan kosep operasional moral wartawan dan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas jurnalistik.