Purwokerto (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat di Jawa Tengah bagian selatan maupun pegunungan tengah Jateng untuk mewaspadai peningkatan curah hujan sebagai dampak dari La Nina.

"Beberapa hari terakhir ini, hujan sudah sering mengguyur wilayah Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan sekitarnya, intensitasnya sudah mulai lebat. Bahkan, di wilayah Cilacap pada tanggal 27 Oktober 2021 telah terjadi banjir, yaitu di wilayah Wanareja dan Majenang yang salah satu pemicunya adalah hujan lebat," kata Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo dalam keterangan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Sabtu.

Ia mengatakan berdasarkan catatan pos pengamatan hujan yang ada di Wanareja, curah hujan pada Rabu (27/10) tercatat 82 milimeter sehingga masuk kategori hujan lebat, sedangkan di Majenang tercatat 77 milimeter dan masuk kategori hujan lebat, serta Dayeuhluhur 52 milimeter dan masuk kategori hujan lebat.

Menurut dia, hujan lebat pada sore hingga malam hari yang terkonsentrasi di wilayah barat Kabupaten Cilacap itu mengakibatkan banjir di daerah tersebut.

"Kewaspadaan musim hujan tahun 2021 ini memang harus dimaksimalkan, karena dibarengi dengan berlangsungnya La Nina yang diprediksikan bisa meningkatkan atau menambah jumlah curah hujan berkisar 40 persen hingga 70 persen. Wilayah Jawa secara umum dan khususnya Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen) tak luput dari pengaruh La Nina tersebut," katanya.

Teguh mengatakan La Nina merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautan dan atmosfer yang ditandai dengan mendinginnya suhu permukaan laut (SST) di ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4) atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut negatif, yakni lebih dingin dari rata-ratanya.

Menurut dia, La Nina secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat bila diikuti dengan menghangatnya suhu permukaan laut wilayah Indonesia.

"Anomali dianggap dalam kondisi normal ketika nilainya positif 0,5. Menurut pantauan bahwa pada dasarian I Oktober 2021 anomali tercatat negatif 0,92 atau telah melewati ambang batas La Nina, dan diprakirakan La Nina lemah hingga moderat akan berlangsung hingga Februari 2022," katanya.

Ia mengatakan pemahaman yang salah sering muncul di masyarakat mengenai La Nina, di beberapa media baik cetak maupun elektronik sering menggunakan istilah "Badai La Nina" untuk pemberitaan, sehingga masyarakat pun akhirnya mengikuti dan menggunakan istilah yang salah tersebut.

"Bayangan yang muncul pada masyarakat saat kita menyebut 'Badai La Nina' adalah seolah-olah La Nina bergerak, dapat menerjang, dapat menghantam wilayah, seperti badai tropis yang terjadi di Amerika misalnya. Padahal tidak demikian, bahwasanya La Nina itu adalah bukan badai, La Nina merupakan peristiwa menyimpangnya perilaku Samudra Pasifik," katanya.

Teguh mengatakan La Nina ditandai dengan suhu permukaan laut yang mendingin jauh dari normalnya pada area yang luas, meliputi Samudra Pasifik bagian timur dekat benua Amerika hingga Samudra Pasifik bagian tengah dekat French Polynesia.

Manakala terjadi penyimpang di lautan, kata dia, di atmosfer juga mengalami penyimpangan sehingga iklim pun akan mengalami penyimpangan.

"Pada akhirnya kita selalu mengingatkan kepada pemerintah daerah, masyarakat, dan semua pihak terkait dengan pengelolaan sumber daya air agar bersiap segera untuk melakukan langkah pencegahan dan mitigasi terhadap peningkatan potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang atau puting beliung," katanya.

Ia mengatakan mitigasi yang paling sederhana berupa memangkas pohon yang sudah rapuh, bergotong royong membersihkan selokan dari sampah, dan menempatkan barang-barang ke tempat yang aman atau lebih tinggi untuk antisipasi banjir.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024