Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pihak-pihak yang diduga sengaja menyembunyikan mantan calon anggota legislatif (caleg) PDI Perjuangan Harun Masiku dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Jika ada pihak yang diduga sengaja menyembunyikan buronan, kami ingatkan dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Senin.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana paling singkat 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Harun adalah tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih tahun 2019-2024 yang sudah berstatus daftar pencarian orang (DPO) sejak Januari 2020.
Ali mengatakan KPK masih terus berupaya menemukan Harun, baik pencarian di dalam negeri maupun kerja sama melalui National Central Bureau (NCB) Interpol.
"Namun demikian, kami tentu tidak bisa menyampaikan tempat dan waktu pencarian, karena itu teknis di lapangan yang tidak bisa kami publikasikan," kata dia.
Baca juga: KPK tetap buru tujuh nama DPO termasuk Harun Masiku
Sebelumnya, NCB Interpol Indonesia telah menerbitkan "red notice" atas nama Harun Masiku.
"Informasi terbaru yang kami terima bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan "red notice" atas nama DPO Harun Masiku," kata Ali dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (30/7).
Upaya pelacakan juga terus dilakukan KPK dengan menggandeng kerja sama para pihak, seperti Bareskrim Polri, Ditjen Imigrasi Kemenkumham, dan NCB Interpol.
Kasus tersebut juga menjerat mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka. KPK pun telah mengeksekusi Wahyu ke Lapas Kelas I Kedungpane Semarang untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun.
Sedangkan kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun bersama-sama dengan Wahyu divonis 4 tahun penjara.
Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp600 juta dari Harun yang saat ini masih buron.
Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP dari Dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun.
Baca juga: Sejak DPO setahun, KPK: Harun Masiku masih di Indonesia
"Jika ada pihak yang diduga sengaja menyembunyikan buronan, kami ingatkan dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Senin.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana paling singkat 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Harun adalah tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih tahun 2019-2024 yang sudah berstatus daftar pencarian orang (DPO) sejak Januari 2020.
Ali mengatakan KPK masih terus berupaya menemukan Harun, baik pencarian di dalam negeri maupun kerja sama melalui National Central Bureau (NCB) Interpol.
"Namun demikian, kami tentu tidak bisa menyampaikan tempat dan waktu pencarian, karena itu teknis di lapangan yang tidak bisa kami publikasikan," kata dia.
Baca juga: KPK tetap buru tujuh nama DPO termasuk Harun Masiku
Sebelumnya, NCB Interpol Indonesia telah menerbitkan "red notice" atas nama Harun Masiku.
"Informasi terbaru yang kami terima bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan "red notice" atas nama DPO Harun Masiku," kata Ali dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (30/7).
Upaya pelacakan juga terus dilakukan KPK dengan menggandeng kerja sama para pihak, seperti Bareskrim Polri, Ditjen Imigrasi Kemenkumham, dan NCB Interpol.
Kasus tersebut juga menjerat mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka. KPK pun telah mengeksekusi Wahyu ke Lapas Kelas I Kedungpane Semarang untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun.
Sedangkan kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun bersama-sama dengan Wahyu divonis 4 tahun penjara.
Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp600 juta dari Harun yang saat ini masih buron.
Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP dari Dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun.
Baca juga: Sejak DPO setahun, KPK: Harun Masiku masih di Indonesia