Solo (ANTARA) - Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Kota Surakarta mengingatkan kejadian kecelakaan air perahu tenggelam yang menelan 9 korban meninggal di Waduk Kedung Ombo, Kemusu, Boyolali, Jawa Tengah dengan mempekerjakan anak di bawah umur jangan terulang lagi.
"Tim Bapas Kelas I Kota Surakarta dalam pendampingan tersangka anak sudah mendatangi lokasi kejadian laka air di Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo, Kemusu, Boyolali mencari data dan melihat langsung kondisi daerahnya, dimana juru mudi GTS (13) tinggal di tempat itu," kata Kepala Seksi Bimbingan Anak Bapas Kelas I Surakarta Saptiroch Mahanani, di Solo, Rabu.
Bapas memang mendatangi ke Desa Wonoharjo Kemusu untuk mencari data dan melihat langsung kondisi di lingkungan tempat tinggal GTS, anak di bawah umur yang dijadikan tersangka kasus kecelakaan air tersebut.
Baca juga: Tersangka dan keluarga korban perahu tenggelam Kedung Ombo dipertemukan
Baca juga: ACT bantu keluarga korban Waduk Kedung Ombo
Menurut Saptiroch, Desa Wonoharjo merupakan kawasan hutan dan jauh dari keramaian termasuk daerah terisolir. Warga yang tinggal di lokasi itu, banyak yang masih kerabat sendiri satu kampung masih ada hubungan saudara.
Pihaknya melihat banyak anak-anak seusia GTS tersebut memang bermainnya ke Waduk Kedung Ombo sudah biasa dilakukan, sehingga mereka masih usia anak banyak yang bekerja mencari uang di lokasi wisata itu. Sepertinya, orang tua di sana ada pembiaran dengan kegiatan anak-anak itu.
Namun, pihaknya tidak membenarkan jika mempekerjakan anak di bawah umur, meski sudah menjadi kebiasaan di daerah itu, tetapi hal ini salah dilakukan. "Jangan membiasakan yang salah ini, dijadikan kebiasaan. Eksploitasi anak, karena sudah biasa sehingga dibenarkan oleh penduduk setempat," kata Saptiroch.
"Mereka tanpa seizin orang tua membawa perahu sudah biasa, tetapi hal ini tidak dibenarkan. Sehingga kami melakukan sosialisasikan dan edukasi di daerah itu bahwa anak yang belum berusia 18 tahun tidak boleh dipekerjakan," katanya pula.
Dia mengingatkan peristiwa kecelakaan air perahu motor yang tenggelam di Kedung Ombo, di Boyolali pada Sabtu (15/5) itu, jangan terulang lagi. Jika kejadian yang sama terulang dengan tersangka anak di bawah umur, maka dapat dijeratkan kepada orang tuanya.
Karena anak itu, kata dia, bagaimana pun kemana saja harus seizin dan pengawasan orang tuanya. Jangan membiarkan hal-hal yang sama seperti itu, dan jangan dibiasakan yang salah dibenarkan.
"Jadi kami datang ke kampung lokasi kejadian kecelakaan air perahu tenggelam di Desa Sonoharjo, Kemusu, Kedung Ombo selain memberikan efek buruknya, juga pembelajaran kepada anak-anak yang lainnya di daerah itu, agar mereka lebih senang bersekolah daripada bermain di waduk karena mendapatkan upah," katanya lagi.
Selain itu, pihaknya juga memberikan sosialisasi warga di daerah tersebut jika kejadian ini terulang, tidak bisa dilaksanakan upaya diversi atau mengumpulkan kedua belah pihak untuk berdamai. Karena, pengulangan, meskipun ancaman hukumannya masih di bawah tujuh tahun.
"Kami sudah mengingatkan kepada orangtua, sehingga jika kejadian terulang mereka ada unsur pembiaran atau memang mengeksploitasi anak itu untuk bekerja. Ada kemungkinan besar orang tua justru akan menjadi tersangka," katanya lagi.
Anak seperti GTS sebagai juru mudi perahu wisata di kawasan wisata air Kedung Ombo, Dukuh Bulu sudah biasa dilakukan.
Selain anak bermain, mereka biasa diminta untuk mengantarkan pelanggan warung apung dengan perahunya dan mendapatkan upah. GTS ini, setiap hari bisa mendapatkan upah rata-rata sekitar Rp200 ribu.
Sebelumnya, Polres Boyolali telah menetapkan dua tersangka terkait kasus kecelakaan air perahu tenggelam yang menelan 9 korban meninggal dunia di Waduk Kedung Ombo (WKO), Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Menurut Kepala Polres Boyolali AKBP Morry Ermond, pihaknya dari hasil pemeriksaan saksi, dan gelar perkara serta mengumpulkan sejumlah barang bukti menetapkan dua tersangka, yakni berinisial GTS (13), selaku juru mudi perahu, dan Kardiyo (52), pemilik perahu sekaligus Warung Makan Apung Gako, keduanya warga Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo, Kemusu, Boyolali.
"Tim Bapas Kelas I Kota Surakarta dalam pendampingan tersangka anak sudah mendatangi lokasi kejadian laka air di Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo, Kemusu, Boyolali mencari data dan melihat langsung kondisi daerahnya, dimana juru mudi GTS (13) tinggal di tempat itu," kata Kepala Seksi Bimbingan Anak Bapas Kelas I Surakarta Saptiroch Mahanani, di Solo, Rabu.
Bapas memang mendatangi ke Desa Wonoharjo Kemusu untuk mencari data dan melihat langsung kondisi di lingkungan tempat tinggal GTS, anak di bawah umur yang dijadikan tersangka kasus kecelakaan air tersebut.
Baca juga: Tersangka dan keluarga korban perahu tenggelam Kedung Ombo dipertemukan
Baca juga: ACT bantu keluarga korban Waduk Kedung Ombo
Menurut Saptiroch, Desa Wonoharjo merupakan kawasan hutan dan jauh dari keramaian termasuk daerah terisolir. Warga yang tinggal di lokasi itu, banyak yang masih kerabat sendiri satu kampung masih ada hubungan saudara.
Pihaknya melihat banyak anak-anak seusia GTS tersebut memang bermainnya ke Waduk Kedung Ombo sudah biasa dilakukan, sehingga mereka masih usia anak banyak yang bekerja mencari uang di lokasi wisata itu. Sepertinya, orang tua di sana ada pembiaran dengan kegiatan anak-anak itu.
Namun, pihaknya tidak membenarkan jika mempekerjakan anak di bawah umur, meski sudah menjadi kebiasaan di daerah itu, tetapi hal ini salah dilakukan. "Jangan membiasakan yang salah ini, dijadikan kebiasaan. Eksploitasi anak, karena sudah biasa sehingga dibenarkan oleh penduduk setempat," kata Saptiroch.
"Mereka tanpa seizin orang tua membawa perahu sudah biasa, tetapi hal ini tidak dibenarkan. Sehingga kami melakukan sosialisasikan dan edukasi di daerah itu bahwa anak yang belum berusia 18 tahun tidak boleh dipekerjakan," katanya pula.
Dia mengingatkan peristiwa kecelakaan air perahu motor yang tenggelam di Kedung Ombo, di Boyolali pada Sabtu (15/5) itu, jangan terulang lagi. Jika kejadian yang sama terulang dengan tersangka anak di bawah umur, maka dapat dijeratkan kepada orang tuanya.
Karena anak itu, kata dia, bagaimana pun kemana saja harus seizin dan pengawasan orang tuanya. Jangan membiarkan hal-hal yang sama seperti itu, dan jangan dibiasakan yang salah dibenarkan.
"Jadi kami datang ke kampung lokasi kejadian kecelakaan air perahu tenggelam di Desa Sonoharjo, Kemusu, Kedung Ombo selain memberikan efek buruknya, juga pembelajaran kepada anak-anak yang lainnya di daerah itu, agar mereka lebih senang bersekolah daripada bermain di waduk karena mendapatkan upah," katanya lagi.
Selain itu, pihaknya juga memberikan sosialisasi warga di daerah tersebut jika kejadian ini terulang, tidak bisa dilaksanakan upaya diversi atau mengumpulkan kedua belah pihak untuk berdamai. Karena, pengulangan, meskipun ancaman hukumannya masih di bawah tujuh tahun.
"Kami sudah mengingatkan kepada orangtua, sehingga jika kejadian terulang mereka ada unsur pembiaran atau memang mengeksploitasi anak itu untuk bekerja. Ada kemungkinan besar orang tua justru akan menjadi tersangka," katanya lagi.
Anak seperti GTS sebagai juru mudi perahu wisata di kawasan wisata air Kedung Ombo, Dukuh Bulu sudah biasa dilakukan.
Selain anak bermain, mereka biasa diminta untuk mengantarkan pelanggan warung apung dengan perahunya dan mendapatkan upah. GTS ini, setiap hari bisa mendapatkan upah rata-rata sekitar Rp200 ribu.
Sebelumnya, Polres Boyolali telah menetapkan dua tersangka terkait kasus kecelakaan air perahu tenggelam yang menelan 9 korban meninggal dunia di Waduk Kedung Ombo (WKO), Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Menurut Kepala Polres Boyolali AKBP Morry Ermond, pihaknya dari hasil pemeriksaan saksi, dan gelar perkara serta mengumpulkan sejumlah barang bukti menetapkan dua tersangka, yakni berinisial GTS (13), selaku juru mudi perahu, dan Kardiyo (52), pemilik perahu sekaligus Warung Makan Apung Gako, keduanya warga Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo, Kemusu, Boyolali.